Chereads / Aku Kamu dan Masa itu / Chapter 61 - Perusak hubungan...

Chapter 61 - Perusak hubungan...

"Malam itu sungguh indah.." Sentuhan dan bisikan lembut sekilas menghampiri kulit leher Mario. Pria itu tak terlalu ambil peduli mendengar sorak kru yang ramai. Siapa yang tak tergoda dengan tingkah genit Fika. Bukan rahasia lagi. Gadis itu adalah kesayangan manajemen. Dia sangat dekat dengan pemilik agensi model yang menaunginya. Menurut kabar beredar bukan hanya di depan lensa. Fika juga jago mengatur pose di ranjang.

Wooow menarik, ini bisa jadi sangat menarik! aku harus mencoba memilih antara Reo atau Mario. Pewaris Advertising atau Promotor hebat, batin Fika menghayal tinggi

Gadis itu beranjak dari duduknya. Diia mengatur langkah sebaik mungkin. Profesinya sebagai model bukanlah anak kemarin sore. Walau belum menjadi top model international, Fika cukup diperhitungkan

Dengan percaya diri dia menghampiri Mario. Memamerkan senyum indahnya. Mario melirik sebentar ketika lengan Fika mendarat di bahunya yang sedang fokus membidik model di depan sana

Fika mendekatkan wajahnya ke telinga Mario

" Malam itu sangat indah.. " bisik Fika sambil melangkah meninggalkan Mario.

Ah. Mario mengingat wanita yang telan*ang di sampingnya waktu itu. Itu dia ! Mario menoleh ke arahnya. Gadis itu memberikan tatapan menggoda. Matanya menyipit sebelah. Memberi kedipan genit. Tangannya menunjuk satu ruangan. Dia memberi kode untuk bertemu disana. Mario terpaku sesaat lalu melanjutkan pekerjaanya

" Baguuss.. tidak Reo ataupun Mario, mereka sama-sama kakap. sangat bahagia bila dapat keduanya !! " ujar Fika sembari berlenggak lenggok menuju ruang pribadinya

Awalnya Mario tak peduli hanya saja dia berpikir sekali lagi. Wanita itu. Barangkali wanita itu bisa membuka kepingan puzzle yang kosong. Mario tak bisa mengingat rangkaian peristiwa malam itu. Mungkin dia akan menemukan jawabannya dari wanita tadi.

Mario menyerahkan kameranya pada seseorang. Tim editor sedang sibuk memilih hasil bidikan Mario. Sementara yang lain sibuk, Mario beranjak dari posisinya. Dia menyusuri lorong. Pria itu sedikit ragu mendapati ruangan dimana tadi sesuai arah telunjuk Fika

Fika baru saja mengganti pakaiannya tatkala wajah Mario muncul dari balik pintu. Gadis itu meminta asistennya untuk keluar. Dengan melipat tangan di dada Fika seolah memberi kode pada Mario untuk duduk. Mario memasang wajah datar dan menarik kursi.

Fika tersenyum sinis. Gadis itu menyalakan sebatang rokok sebelum merebahkan duduk di depan Mario. Dia melipat kaki jenjangnya. Mereka saling menatap lama. Tak ada yang mengalah. Mario yang meraut wajah datar. Fika yang menatap dengan senyuman sinis dan kepulan asap diantara bibirnya.

"Senang melihatmu lagi. Mario Widjaja" ujar Fika dengan nada yang membingungkan. Mario menautkan alisnya.

"Siapa kau?" tanya Mario curiga.

"Kau tahu siapa aku. Kau tak bisa melupakanku begitu saja" ujar Fika ambigu.

"Mm.. Bukankah kita melewati waktu bersama malam itu" lanjut Fika dengan wajah menggodanya. Mario menggaris senyuman tipis.

"Kau bisa tersenyum juga rupanya" Fika tak percaya melihat wajah datar Mario bisa menggaris senyum. Walau sangat tipis.

"Kau tak asing bagiku" ujar Mario ragu. Fika menaikkan kedua bahunya. Dia seolah memberikan teka-teki.

"Kau juga tak asing bagiku" balas Fika membuat Mario kian penasaran.

"Apa yang kita lakukan malam itu?" tanya Mario to the point. Dia tak mau membuang banyak suara pada wanita ini.

Fika bangkit dari duduknya. Dia melangkah perlahan hingga kedua tangannya bisa menangkap pundak Mario. Kedua tangannya mengelus lembut punggung hingga ke dada Mario dengan wajah yang menggoda. Fika mendekatkan bibirnya. Sangat dekat. Bahkan Kulit luar telinga Mario bisa sedikit menyentuh kulit tipis permukaan bibir Fika.

"Menurutmu kita ngapain?" Mario tertawa kecil. Membuat wajah Fika heran.

"Kau tersenyum dan sekarang tertawa. Kau bahkan tak lupa bisa melakukan itu" ujar Fika membuat Mario menghentikan tawa sinisnya.

"Aku tak melakukan apapun padamu. Bahkan kulit terbuka. Bibir merahmu. Bisikan mautmu. Semua itu" Mario bangkit dari posisi duduk sebelum menyelesaikan kalimat nya. Dia menjaga jarak dan menatap tajam wajah Fika.

"Tak berarti untukku" Ketus. Suara tegas Mario membuat keduanya terdiam beberapa saat. Mereka hanya saling menatap dengan pikiran kosong masing-masing. Mario kembali datar. Fika pun begitu. Kepala gadis itu seketika kosong mendengar kalimat ketus Mario. Pria ini begitu dingin, begitulah batih Fika. Dia sudah bisa menebak, Mario jelas pria yang sulit dilumpuhkan.

Fika mengendurkan tatapannya. Dia seolah tersadar. Ya dia memang sadar jika baik dirinya atau pun Mario tak punya ketertarikan khusus. Fika mematikan api rokoknya. Bokongnya mendarat di sudut meja.

"Kau selalu begitu. Tak pernah peduli padaku" ujar Fika dengan suara lemah.

"Maksudmu?"

"Rusady.." Walau pelan suara Fika jelas membuat degup jantung Mario seolah berhenti. Rusady. Mario membesarkan mata. Dia menatap Fika. Gadis itu mengubah raut nya. Kini wajah binalnya berubah sendu seolah menyimpan luka yang dalam.

"Apa maksud mu?" ulang Mario masih tak paham.

"Ku pikir kau adalah tuan kecil keluarga Rusady. Aku mengingat bagaimana tuan kecil berbaik hati padaku. Pada ayahku. Pada keluarga kami yang miskin.." Fika menahan isak tangisnya dengan memasang wajah tegar. Tapi itu jelas membuat wajah gadis itu kian terluka. Dia menyimpan luka yang dalam. Mario masih menatap tajam. Dia masih tak mengerti ucapan Fika.

"Tapi namamu Mario. Kupikir meski kau mengganti nama dan keluarga mu. Aku tahu itu kau" Mario mengerutkan alis. Rusady. Dia merasa akrab dengan nama itu tapi dia tak mengingatnya jelas.

Fika kian emosional. Dia memalingkan wajah dari Mario. Fika terus menangis. Meski dia menyeka air mata nya dengan cepat. Tetap saja kian deras air mata itu turun. Fika kian emosional. Dia terisak dalam hingga berjongkok di bawah meja. Wajah datar dan dingin Mario sedikit mengendur. Pria itu meraih tisu dan memberikannya pada Fika.

"Aku.. hanya ingin berterima kasih padamu. Aku berterima kasih pada Rusady. hiks.." Fika mencoba menahan tangisannya. Dia bangkit dari jongkok dengan berdiri seolah tegar. Dia tak mau menjadi gadis lemah. Tapi wajah Mario mengingatkan nya pada masa lalu. Masa lalu yang sulit Fika lupakan.

"Jadi kau mengenalku?" Mario masih ingin bertanya banyak pada Fika. Tapi melihat wajah sendu Fika membuat Mario menahan diri. Sekali lagi Mario menatap Fika serius.

"Apa maksudmu. Jelas sekali kau tuan muda keluarga Rusady. Hanya melihatmu sekali aku bisa mengenalinya. Tapi kenapa keluargamu tak mengenalimu" Mario semakin bingung mendengar kalimat Fika.

"Aku tahu. Kau juga membencinya kan" tebak Fika dengan wajah kesal. Mario tak menjawab. Dia membiarkan saja Fika terus berceloteh. Mungkin ada hal penting yang dia dapatkan dari bibir gadis ini.

"Dia sangat pintar dan licik. Kau harus hati-hati. Dia bukan hanya mengincarmu. Dia menginginkan kita!"

"Dia selalu melakukan hal buruk padaku juga. Kau tahu, aku bahkan harus menjual diri agar bisa hidup lebih baik. Kau tahu, aku sangat tersiksa karena dia!" Wajah Fika kian kesal dan penuh amarah

"Aku sudah memiliki senjata yang siap menusuk nya dalam. Kuharap kau pun begitu Mario" Dengan meneteskan air mata di wajah tegangnya Fika memasang tatapan dalam. Banyak hal yang tersirat dalam tatapan mata cantik itu. Benci, marah, takut dan kecewa.

Tok.. tok.. tok..

Fika segera menghapus air matanya dan memasang raut sebaik mungkin. Dia memaksakan senyuman. Keduanya kompak menoleh sosok yang datang di balik pintu.

"Fika dipanggil bos" Fika mengangguk cepat menyahuti kalimat rekannya. Dengan melirik sebentar Fika meninggalkan Mario. Pria itu menatap punggung Fika yang menghilang di lorong panjang. Mario meraih sebotol air mineral di atas meja. Dia meneguknya dengan penuh dahaga.

Mario menyender pada sisi meja. Dia merogoh ponsel di sakunya. Menekan kontak Nico dengan santai. Meski wajahnya santai berbeda dengan pikirannya. Mario mencoba berpikir keras. Ada banyak tanda tanya besar. 

"Hallo. Bro sudah terima pesan ku" Mario menyimak kalimatt panjang dari seberang sana dengan serius.

"..Seorang model, dia itu anak emas mr X. Mereka sudah enam tahun menjalin hubungan. Sepertinya mereka akan menyudahi kontrak kerja with benefit mereka. Kenapa kau menanyakannya? Jangan bilang kau tertarik karena godaanya. Kudengar ukuran dadanya sangat wow" Mario semakin mengerutkan alisnya. Dia tambah pusing mendengar penjelasan dari Nico. Mario sudah tak sabar memotong kalimat panjang Nico.

"..Kudengar dia membeli sebuah apartemen baru-baru ini.." Sepertinya Nico terlalu semangat membahas latar belakang Fika 

"Sst.. Okey skip. Bagaimana dengan nama Rusady?"

*****

POV. Fika

Walau sudah kucoba untuk tegar tetap saja wajahnya tak bisa membuat ku lupa akan kenangan masa lalu. Wajah nya itu masih saja sama. Aku masih hafal bagaimana ayah memanggil namanya. Aku masih ingat betul bagaimana ayah memujinya. Kau mengingatkan ku pada sejarah panjang di belakang sana. Aku tak pernah menyangka kita bertemu lagi seperti ini.

Aku meminta retouch pada wajahku. Tadi itu sangat emosional hingga aku tak bisa menahan gejolak di dada. Kau persis tuan muda kecil yang aku kenal. Dia tak berubah. Aku tersenyum sendiri mengingat senyum dan tawa nya tadi. Aku merasa sedikit senang bisa melihat wajah mu yang seperti itu.

"Ada sesuatu yang terjadi?" Aku menatap asisten dan menggeleng pelan.

"Tidak ada. Semuanya baik-baik saja"

"Kau yakin?" Aku mengangguk lagi.

"Bos memanggilmu. Apa kau sudah siap?" Aku mengangguk lagi. Memasang wajah dengan senyum. Asisten ku tak banyak bertanya lagi. Dia jelas mencemaskan ku. Tapi aku sudah yakin, semua akan baik-baik saja. Aku sudah memegang kunci nya.

"Aku akan menemui bos" pamitku sembari merapikan pakaian dan memastikan wajah di cermin. Satu persatu jalan hidupku harus diperbaiki. Aku sudah lama memperjuangkan semua ini hingga kini berada di kisah inti. Seperti harapanku selama ini. Aku hanya bisa tersenyum.

"Semua akan aku dapatkan. Semuanya!" batinku seraya berjalan cepat menuju lantai atas. Bos besar sedang menanti kehadiranku saat ini.

***

Fika menekan tombol lift. Dia merapikan dan menatap layar ponselnya sekali lagi. Penampilan dan wajahnya tak boleh mengecewakan. Dress sebatas paha dan angklebooth. Rambut tergerai dengan riasan natural dan lipstik berwarna bold. Fika segera keluar lift dan menuju ruangan bos nya. Dia tak ingin pria itu terlalu lama menunggu kehadirannya. Sebelum memasuki ruangan Fika menyerahkan ponselnya pada asisten. Dia akan masuk seorang diri saja.

Seorang pria paruh baya dengan balutan suit lengkap menanti kedatangan Fika. Bibirnya tersenyum penuh arti menyadari gadis yang dinantinya muncul di balik pintu.

"Kau datang juga" Fika segera memamerkan senyuman dan menyambut rangkulan pria itu. Pria itu merebahkan diri di sofa sementara Fika naik di atas pangkuannya. Keduanya jelas sangat mesra layaknya pasangan pengantin. Fika mengecup bibir pria itu dengan penuh hasrat. Mereka berciuman panas.

"Apa kau yakin akan meninggalkanku?" Tanya pria itu sembari memamerkan gigi-giginya yang menguning karena tembakau dari cerutu mahal dari dalam case rokoknya.

"Maafkan aku bos, aku harus pergi darimu" Dengan wajah manja Fika turun dari pangkuan dan duduk di sebelah pria itu. Badannya menyender manja. Sebuah map terbuka di atas meja. Pria itu membuka tutup pulpennya dan bersiap menandatangani berkas. Dia melirik Fika sejenak lalu mencengkram kuat paha terbuka Fika. Gadis itu hanya meringis manja dan menggoda.

"Aku tidak ingin melepaskanmu. Tapi berhubung ini untuk tuan Reo, baiklah. Aku menyerah" ujar pria yang dipanggil bos itu sambil menengadahkan tangan. Wajahnya jelas tidak rela.

"Maafkan aku bos. Aku harus meninggal kan mu" ujar Fika memasang wajah memelas. Tatapan mata bos itu jelas kecewa. Tapi dia berusaha menutupinya. Mana mungkin dia bisa melawan anak pemilik perusahaan besar.

"Kau sungguh luar biasa. Kau mendapatkan tangkapan besar dan melupakan ku" ujar bos sambil tersenyum sinis.

"Aku tak akan melupakanmu bos. Kau bahkan memungutku dari jalanan. Kau tetaplah bos terbaik untukku" Ujar Fika membuat wajah bos nya kembali meraut ceria. Gadis itu mendekatkan tubuhnya hingga dada nya bisa menempel sempurna pada lengan besar bos. 

"Kau membuatku gemas" Bisik bos dengan suara yang berusaha menahan hasratnya. Tentu saja dia tak bisa meniduri wanita ini lagi. Reo sudah menghubunginya langsung dan meminta Fika meninggalkan agensinya. Bagaimana bos bisa melawan. Agensi mereka tak se superior keluarga Reo.

"Baiklah bos aku harus pergi. Sampaikan salam ku pada yang lainnya" ujar Fika kemudian beranjak dari duduknya.

"Baiklah. Sampaikan pada Reo gunakan talent kita sebaik mungkin" ujar bos tak ingin menyia-nyiakan kesempatan

"Dan selamat untuk mu Fika. Kau mendapatkan impianmu" ujar bos menyalami gadisnya untuk terakhir kali. Fika tersenyum. Dia terpaksa tersenyum. Gadis itu kini meyakinkan diri jika hari ini adalah hari terakhir dia menjadi peliharaan si bos agensi. Dia akan bebas. Akhirnya dia terbebas. Fika merasa akan menangis lagi. Kali ini tangisan bahagia.

Reo menghubungi bos manajemen nya. Reo melepaskan borgol yang melenguh kebebasan Fika selama ini. Memang mendapatkan Reo adalah hal terbaik dalam hidup Fika. Dia selalu mendambakan hari ini. Hari dimana Reo memihaknya tanpa ada yang berani membantah.

Fika keluar dari ruangan itu. Dia melemparkan senyuman lebar pada asistennya.

"Ambil cuti sebanyak yang kau mau. Aku akan memberikan bonus padamu" ujar Fika kemudian. Si asisten membelalakkan mata tak percaya. Dia tahu Fika sangat baik hati. Walau begitu mood swing gadis itu juga bukanlah hal yang normal. Jika saat ini Fika bisa tersenyum lebar pasti sesuatu hal yang luar biasa sedang terjadi. Si asisten hanya bisa terus menerus mengucapkan terima kasih.

***

Kak aku dalam perjalanan pulang bersama ka Rio. Kakak tak menghadiri rapat direksi. Kau tahu betapa marahnya papa padamu. Kau harus menyelesaikan masalahmu tapi please jangan mengabaikan perusahaan. Terlalu banyak hal yang ditaruhkan jika kau terus seperti ini. Kau tak mau Rio disini kan! tapi kakak sangat mengecewakan!

Reo membaca sekali lagi pesan panjang adiknya. Ah dia mengeryit kan dahi. Shit! dia lupa dengan pesan papa nya kemarin. Fika membuatnya lupa. Reo menepuk dahi kesal.

Kak. Kau bahkan tak membalas pesanku. Kau juga tak mengangkat panggilang telepon kami. Ada apa dengan mu kak? Bagaimana Bey? apa kabarnya? kenapa dia juga tak bisa dihubungi? balas aku

Reo kembali membaca text singkat dari Ailee. Kepalanya semakin pusing. Seharusnya dia membelikan ponsel untuk Bey. Dengan begitu adiknya tidak akan secerewet ini padanya. Selain masalah wanita, masalah pekerjaan cukup membuat Reo stress. Dia tak tahu yang mana fulu yang harus dia selesaikan.

Reo mengambil pakaian dan mengenakannya

"kemana Fika?"

dia melirik jam tangannya, ah sudah pukul empat sore. Pantas saja dia bangun dengan segar ternyata dia sudah lama terlelap di kamar Fika. Memikirkan pernikahan dan pekerjaan membuat kepala Reo. Dia membutuhkan sesuatu yang bisa mengurangi kadar stressnya. Dia melirik frame photo di sebelah ranjang. Foto Fika dengan pose menggodanya. Reo tersenyum banyak arti

"Gadis itu sungguh liar" gumam Reo mengingat kegiatan mereka sebelumnya

"Harusnya aku tahu kalau Fika tidak pernah mengecewakanku. Sepertinya aku sedikit menyesal terlambat menyadari " Reo tersenyum membayangkan wajah Fika yang penuh gairah diatas tubuhnya. Dia tak menyangka gadis itu begitu pintar memuaskan nafsu birahinya.

Mendapat perlakuan ekstra dari Fika membuat pria itu meremehkan service istrinya. Dia mulai tergila-gila dengan tingkah simpanannya. Reo bukanlah pria amatir di atas ranjang. Sebelumnya dia selalu menikmati bersama gadis-gadis sebelum Bey. Tapi seperti pada umumnya, gadis itu kebanyakan pasif dan tak berani dominan. Berbeda dengan Fika.

"Ah ternyata cantik dan menawan saja tidaklah cukup. Aku mulai menyukai wanita yang berani dan agresif di ranjang" gumam Reo sembari memasang kancing kemejanya

Klek !!

Pintu terdengar terbuka. Reo mencoba keluar dari kamar dan mencari tahu siapa yang datang

"Aaah sayang kau baru bangun" Fika dengan wajah centilnya langsung melepas heel dan berlari kecil meraih pinggang Reo yang belum tertutup baju sempurna

"Kau nyenyak sekali. Aku ga tega bangunin. Jadi aku tinggal sebentar" jelas gadis itu sambil memanyunkan bibirnya memasang wajah manja. Reo memperhatikan lekat tingkah Fika yang selama ini dia cueki

Baru saja aku membayangkan wajah yang penuh gairah ini dan dia sekarang sudah di pelukanku lagi dengan ekspresi nya yang menggoda. Reo menggelengkan kepala mencoba menampik gairahnya yang masih belum tuntas. Dia sedikit heran kenapa akhir-akhir ini energinya terlalu kuat.

Reo merebahkan diri sekali lagi di ranjang Fika. Membuat gadis itu heran. Dia menatap wajah pria itu dekat

"Kenapa sayang?" senyumnya menggoda

"Entahlah, sepertinya aku malas pulang malam ini" jawab Reo membuat sudut mata Fika menyipit, gadis itu merasa senang

"Nanti istrimu nyariin loh"

Reo memijit dahinya, kalimat Fika membuatnya teringat akan istrinya di rumah tapi segera dia menampik. tubuh Fika yang dengan santainya membuka dress di depan wajahnya membuat Reo semakin enggan pulang

Gadis itu meraih kimono handuknya. Kembali membungkus badan polosnya. Dia melihat jelas pandangan mata Reo yang tak berhenti menatap tubuhnya dari pantulan cermin

Aaah kau lemah, bisik hati Fika meledek

"Kamu yakin ga pulang sayang" tanya Fika pada Reo yang seketika tersadar dari tatapannya ke tubuh gadis itu

"Ah iya, aku akan memikirkan alasan " jawab Reo meyakinkan Fika

"Baguslah, kalau begitu aku mau mandi dulu, apa kamu mau ikut" goda gadis itu sekali lagi meruntuhkan pertahanan Reo yang memang belum terlalu kuat

Aku pikir aku sangat mencintai Bey. Sampai aku menutup mata untuk wanita disekitarku tapi saat ini aku mulai sadar. Jika cintaku pada Bey hanyalah sebatas penasaran. Aku harusnya menyadari semua ini dari awal

Reo seperti mencari pembenaran atas pilihannya. Mungkin selama ini Reo mencoba mempertahankan rasa cintanya tapi dia sama seperti pria lainnya yang dengan mudah tergoda wanita lain. Fika memang penggoda yang hebat.

Katanya saat menikah ada sekian banyak cobaan yang akan datang. Semakin tua usia pernikahan semakin lengket pasangan dan semakin banyak juga godaan dan cobaan yang datang

Bisa jadi saat pacaran sangatlah indah dan saling pengertian tapi belum tentu setelah menikah. Banyak pasangan yang dengan mudahnya memutuskan berpisah walau sudah bertahun-tahun pacaran

apakah Reo juga akan memilih berpisah dengan Bey ?

"Sementara aku harus mempertahankan pernikahanku dan terus menjalin hubungan dengan Fika" gumam Reo kembali melepas kemejanya melangkah cepat menyusul Fika memasuki kamar mandi

Fika menyambut Reo dengan senang hati

"Ah, kemari sayang. Kau harus mendapatkan hadiah" ujar Fika membuka kedua lengannya. Reo bergabung masuk ke dalam bathup hingga air yang penuh meluap membasahi lantai.

Fika membuka bibirnya dan mengaitkan indra perasa dengan penuh gejolak. Gadis itu menggosok-gosok kulit Reo dengan gemas. Keduanya larut dalam percintaan dengan hangatnya air.

"Sayang terima kasih sudah menghubungi pak Erick" bisik Fika di sela ciuman mereka.

"Apa dia memperlakukan mu dengan baik?" Reo sekedar ingin tahu

"Tentu saja" jawab Fika cepat. Gadis itu memutar badan masuk kepelukan Reo. Tak henti-henti pria itu mengecap kulit belakang leher Fika. Kedua telapak tangannya menggenggam gemas dua benda berisi Fika.

Fika tersenyum sinis. Menurutmu siapa yang mengajariku semua ini. Batin Fika mengenang pertemuannya dengan bos agensi yang menaunginya. Pak Erik, dia adalah pria yang mengajari Fika bagaimana bermain di atas ranjang. Dan kini, permainannya membuat Reo masuk ke dalam pelukannya.

Fika hendak menyalakan shower dengan merangkak. Reo bisa melihat jelas posisi gadis dihadapannya. Posisi yang tak masuk akal. Fika tersenyum penuh arti jelas senyuman itu meminta Reo bangun dari posisinya dan memulai peperangan mereka. Dengan posisi ini? Reo melebarkan garis senyum bibirnya.

"Kau benar-benar membuatku gila sayang" bisik Reo di atas punggung Fika. Gadis itu tak bisa menjawab dia terlalu menikmati kegiatan mereka. Tangannya meraba-raba keran dan seketika pancuran shower membasahi punggung keduanya.

***