Bey menikmati acara tv kabel dengan tatapan kosong. Roti di piringnya hanya sedikit dicapit diantara garpu di tangannya. Dia mengunyah dengan enggan. Mata Bey menatap jam di dinding. Sudah pukul dua siang. Bukan salah siapa-siapa jika dia tak tahu kabar dari suaminya. Perasaanya kian gamang
Reo tak membuat perasaanya tenang. Suaminya itu pergi pagi-pagi dengan rambut belum kering sempurna. Reo bahkan tak sempat menyeruput cokelat yang kini sudah dikrubutin semut di meja. Bey melirik cangkir coklat yang mulai mengering. Persis seperti hatinya saat ini
Bey tak ingin berprasangka pada suaminya tapi noda merah dikulit Reo cukup menggetarkan hatinya. Bagaimanapun dia tak peduli tetap saja mengacau kepercayaanya. Bey tak percaya. Tidak, dia berusaha percaya walau sendirinya masih rancu
Cukup berat tarikan nafas wanita itu, ditambah lagi kedatangan Mario ke rumahnya. Bagaimana bisa Mario melakukan semua ini? Bey semakin tak bernafsu pada santapannya. Suara garpu dan pisau berdetak menyentuh meja kaca dengan sedikit tenaga. Wanita itu mengusap kasar wajahnya sambil mondar mandir di ruang depan. Dia kehilangan akal sehatnya
POV. Bey
Dengan wajah pucat dan bibir yang kering. Mata sembabnya jelas bahwa dia sudah banyak mengeluarkan airmata hari ini. Bey sesekali melirik jam dinding dan memasang wajah putus asa penuh kecemasan
Aku tak tahu harus melakukan apa? aku tak bisa menghubungi suamiku sekedar bertanya, apa kau sudah makan ? apa kau pulang terlambat malam ini ? bagaimana pekerjaanmu ? aku sungguh merindukan momen dimana kami saling bercerita dan suara renyahnya yang menghangatkan perasaanku
Aku tak tahu apa aku rindu atau aku cemas. Suamiku berubah sekejap ini. Dia meninggalkan pagi kami yang baru saja menghangat. Dia membuang ponselku begitu saja! aku sungguh tak mengerti. Aku ingin percaya jika noda dikulitnya tak seperti bayanganku. Aku berusaha menapik semuanya. Hanya saja itu terasa sulit. Aku sudah tak bisa percaya padanya, pada suamiku
Belum lama kami menikah, haruskah menjadi seperti ini ? apakah setiap pernikahan mengalami hal ini. Konyol. Aku merasa diriku konyol sekali. Aku memilih suamiku sendiri, tak sepatutnya aku menyesalinya
Lalu mario
Ah, kau datang di saat yang tidak tepat. Kenapa kau datang ? aku terlalu mencintaimu. Sulit sekali untuk melepaskanmu begitu saja. Aku tak bisa, aku tak boleh seperti ini. Aku melakukan kesalahan bertemu kembali denganmu. Dan hari ini dia datang kemari. Kau sungguh berani. Kau kian berani. Kenapa baru sekarang Mario ! boleh aku membencimu ? kau datang di ujung lelahku. Kau datang saat dahagaku memuncak, dan kau menawarkan air segar. Kau gila. Kau dan aku mulai gila. Kita semua jadi gila
Aku menghempas airmata yang jatuh lagi. Mataku sudah perih. Warna kulitku sudah seperti zombie. Kau membuat airmata ku tak berhenti. Kau ! entahlah. Aku menangis untuk kepedihan Reo atau kehilangan Mario. Aku berusaha berdiri di jalanku
" Fiiuuuhhh.. "
Tarikan nafas panjang tak sedikitpun bisa melegakan hatiku. Aku berharap pernikahan ini bisa bertahan dengan baik. Aku menginginkan pernikahan seperti mama dan papa. Mereka selalu saling menguatkan, aku dan Reo juga bisa kan ? kami masih terlalu dini untuk menyerah. Aku akan bertahan, aku bisa melewati awal cobaan pernikahan ini. Semua orang juga begitukan ?
Aku sering mendengar tentang cobaan pernikahan. Orang ketiga. Kesulitan ekonomi. Masalah keturunan. Masalah hubungan keluarga entah pada mertua, ipar bahkan saudara jauh. Bukankah itu pelengkap rumah tangga ? bukankah bumbu akan menambah nikmat pernikahan ? bukankah begitu !
Aku menyandarkan diri pada sofa. Menyadari hari kian petang membuat perasaanku semakin tak karuan. Tadi aku mengusir Mario dan kini aku berharap Reo segera kembali, segera memelukku. Aku ingin hubungan ini berubah baik seperti sebelumnya
Detik jam seolah jelas terdengar di telingaku. Apa mereka sedang meledek kegalauanku. Aku menanti suamiku dengan cemas. Perasaanku semakin takut. Aku sangat takut. Segelas bahkan sebotol air mineral tak melegakan perasaanku. Aku kian cemas
" Reo.. kau dimana ? "
****
Gadis itu beranjak dari duduknya, dia mengatur langkah sebaik mungkin, profesinya sebagai model bukanlah anak kemarin sore, walau belum menjadi top model international, Fika cukup diperhitungkan
Dengan percaya diri dia menghampiri Mario. Pemuda tampan dengan pakaian kasualnya itu lumayan mencuri perhatian. Fika semakin mendekat dan memamerkan senyum indahnya di sisi tubuh Mario. Pria itu melihat perubahan ekspresi modelnya. Mario melirik sebentar ketika lengan Fika mendarat di bahunya yang sedang fokus. Mario tak peduli dia masih terus membidik model di depan sana
" Hay Mario, namaku Fika.. " ucapnya dengan suara dibuat semerdu mungkin
Awalnya Mario tak peduli, tapi tepukan pelan berkali kali pada pundaknya membuat dia risih. Mario menggerakkan bahunya, dia sengaja menjatuhkan sandaran lengan gadis itu. Fika membuat senyuman penuh arti
" Hei, kau tak ingat aku yah ! "
Mario seketika menghentikan pekerjaanya tatkala wajah gadis itu tepat berada di depan mukanya kini. Mario mengangkat kepalanya, dia sedikit berpikir walau acuh tak acuh. Mario kembali melanjutkan fokus pada lensa kameranya. Wajah barusan memang tidaklah begitu asing, fikir Mario bingung. Tapi mimik wajahnya tetap tak peduli. Bagi Mario cukup dia saja yang mengerti jalan fikirannya. Mario memang terkenal cool. Pria itu tak mengekspresikan keadaan sebenarnya di dalam hatinya
Suara kilat dari kamera Mario menghiasi ruangan. Model berkali kali mengganti pose dan ekspresinya. Cahaya terang ruangan. Beberapa crew masih sibuk mengatur properti di sudut lainnya. Fika tersenyum sambil melipat tangan di dadanya. Gadis itu seolah menanti Mario menjepretkan bagiannya
Fika memejamkan mata tatkala makeup artist menyapukan kuasnya. Gadis itu menatap kaca dan memastikan penampilan wajahnya sudah sempurna. Dengan tanktop ketat memamerkan perut ratanya. Fika membenarkan tali penahan tanktopnya yang membentuk x di punggung. Ada sebuah ring emas di tali x di belakang punggungnya. Fika menarik pinggang celana pendeknya. Sport short pant dengan merk ternama. Mereka sedang mengadakan pemotretan untuk majalah fashion sport
Seorang crew menghampiri Fika, dia me-retouch tato kontemporer di paha mulus gadis itu. Fika mengangguk pelan saat semua sudah dirasa oke. Dia memutar diri memastikan semuanya sudah sempurna
Mario mempersilahkan Fika mengambil bagiannya. Gadis itu memamerkan senyuman lepas. Mario memperhatikan figure di depan sana dari balik lensa kameranya. Kian jelas sekali jika Mario penasaran pada sosok model seksi di depannya kini
Fika mulai melakukan pekerjaanya. Lihatlah wajah sensual itu. Wajahnya yang tirus dengan garis hidung sempurna. Bibirnya berisi di poles lip berwarna coral. Fika menjentikkan jarinya di atas permukaan bola basket. Gadis itu bertumpu pada sebelah lutut sementara kaki sebelah berjongkok dan sedikit berjinjit
Wah, dia memang cocok menjadi model majalah dewasa. Dengan wajah datar, tersenyum ataupun tertawa semua jelas mengundang gemas. Di saat Fika melebarkan bibirnya guratan diantara mata dan hidungnya membuat lelaki tak akan kuat untuk tidak mencubit hidungnya. Belum lagi dadanya yang penuh, membuat menyembul di tanktop hitam yang dia gunakan
Lihatlah pose dia kali ini. Memamerkan tatto di pahanya, celana pendek yang kian naik saat wanita itu duduk bertumpu diatas betisnya. Fika menaikkan kedua tangannya ke atas hingga dadanya kian terjepit. Rambut panjang yang dibiarkan terurai, wajahnya yang menengadah, membuat decak kagum pria lain yang berada di sana. Mario jelas beberapa kali terpaku saat melihat ekspresi gadis itu
Mario bukan sedang tertarik dengan body aduhainya. Bukan pula memperhatikan dada berisinya, atau ekspresi binal yang mengundang birahi. Hanya saja, memang tak asing
Kedua mata Fika menatap lurus ke arah pemilik kamera, bibirnya tersenyum tatkala Mario terlihat mematung
" ishh.. " cengir Fika penuh arti. Dia meraih botol mineralnya hendak meninggalkan studio. Mulutnya terasa asam kini. Sebatang rokok akan menambah energinya. Fika segera melangkah cepat. Sebelum meninggalkan Mario Fika mendekatkan wajahnya ke telinga pemuda tampan itu
" Malam itu sangat indah.. " bisik Fika sambil melangkah meninggalkan Mario