Kapten Marlon tertawa melihat pusat militer Basta hancur. Dia memerintahkan untuk mundur. Ketika semua pesawat-pesawat kecil yang disebut kapsul sudah kembali masuk ke pesawat induk, Kapten Marlon memerintahkan untuk kembali ke markas. Pesawat induk tersebut melakukan lompatan kecepatan cahaya meninggalkan Basta yang dirundung duka.
Ketika pesawat induk dalam kecepatan cahaya, Kapten Marlon mendapat panggilan dari Panglima Aliansi Merah. Wajah panglima yang tua dengan kulit berwarna kuning pucat keriput, mata tajam, dan rambut hampir beruban tampil di monitor besar kokpit.
"Panglima," Kapten Marlon menundukkan badan tanda hormat.
"Apa yang kau lakukan?!" tanya Panglima dengan membentak.
"Aku hanya memberi pelajaran kepada Basta."
"Tugas Divisi Sepuluh bukan untuk menjajah. Tetapi menghancurkan aliansi kecil."
"Saya tahu, Panglima. Untuk kali ini saja, izinkan kami melakukan pekerjaan besar."
"Itu tidak perlu. Jika sampai semua Pemimpin Planet di Aliansi Merah tahu, kau bisa langsung dihukum."
"Maafkan saya, Panglima."
"Pekerjaan besar yang kau sebut itu adalah tugas divisi satu sampai divisi lima. Sedangkan divisi enam sampai divisi sepuluh, bertugas untuk menyapu serangga-serangga kecil."
"Baik, Panglima."
Panggilan lalu ditutup. Ajudannya mendekat.
"Sudah saya bilang ini berisiko," kata Ajudannya.
"Aku ingin lebih kuat."
"Tapi para kapten divisi satu sampai lima lebih kuat lagi. Mereka mempunyai daya tarung yang di atas rata-rata. Kalau kapten berhadapan dengan salah satu dari mereka, itu sama seperti serangga berhadapan dengan monster."
"Aku tahu. Untuk itulah aku harus jauh lebih kuat. Agar aku tidak melakukan pekerjaan hina ini."
***
Pesawat yang besar sedang melaju perlahan di daerah bintang Tonggak. Berwarna gelap dan bentuknya seperti ikan paus. Di sisi kiri dan kanan lambung terdapat dayung-dayung yang sangat besar berjumlah enam di setiap sisi. Dayung-dayung itu bergerak layaknya dayung di laut. Tentu saja dayung ini hanya hiasan saja. Agar siapa pun yang melihatnya, akan tahu kalau ini adalah pesawat Bajak Laut Luar Angkasa. Tapi mereka tidak menyebutnya pesawat. Melainkan kapal.
Di dalam dek, mereka sedang berpesta sambil menyanyikan lagu-lagu bajak laut. Sungguh meriah sekali. Dibarengi oleh pemain musik untuk menambah indah lagu mereka. Minuman dan makanan tersaji sangat melimpah. Tawa, minuman, dan makanan menyatu dalam mulut mereka. Seragam mereka bervariasi. Sebab mereka juga terdiri dari beberapa makhluk dari berbagai planet. Tapi kebanyakan seragam mereka berwarna gelap dan rata-rata mempunyai pedang dan senjata api.
Sang Kapten, duduk di singgasananya. Melihat anak buahnya yang berpesta penuh dengan riang gembira. Dia lalu berdiri. Badannya tinggi dan besar berotot. Bibirnya besar, matanya agak sipit, kepalanya botak tetapi dia memiliki semacam tulang yang muncul di tengah kepalanya hingga sampai tengkorak belakang, kulit merah kehitaman, jubah warna biru tua dan pedang bermata dua yang sangat tajam dan masih belum terhunus dari selubungnya.
Dia mengangkat tangan menandakan agar anak buahnya berhenti sejenak.
"Kita ini Bajak Laut Luar Angkasa," katanya dengan suaranya yang besar dan menggelegar.
Semua anak buahnya terdiam.
"Kapten Divisi Satu Aliansi Biru pernah menemuiku untuk bergabung dengan Aliansi Biru. Tetapi aku tolak. Kalian tahu kenapa?"
Anak buahnya tidak ada yang menjawab.
"Sebab kita akan membentuk Aliansi Bajak Laut Luar Angkasa hahahaha!" tawanya sungguh menggelegar.
Semua anak buahnya ikut tertawa. Mereka kembali berpesta.
Dari luar, ada sebuah pesawat kecil mendekat. Rupanya pesawat ini bagian dari bajak laut ini. Anggotanya ada tujuh orang. Mereka masuk lalu melapor kepada kapten.
"Kami mau melapor Kapten Zassac," ucap anak buah tersebut sambil tunduk hormat.
"Lanjutkan, nak," balas Kapten Zassac.
"Sebelum kami sampai, kami sempat menyerang sebuah pesawat wahana. Dan kami membantai mereka semua."
"Bagus. Untuk seukuran pemula seperti kalian, itu sangat bagus."
"Terima kasih Kapten Zassac."
Mereka lalu berbaur dengan anak buah yang lain untuk ikut berpesta.
Seorang selir yang dari tadi berdiri di sampingnya mendekat. Dia masih satu ras atau satu planet dengan Zassac. Postur tubuhnya tak ada yang berbeda. Hanya saja lebih kecil dan seksi sebab dia adalah perempuan. Ketika mendekat, dia membelai wajah Zassac.
"Kau serius ingin membentuk Aliansi Bajak Laut?" tanya dia dengan penuh desahan.
"Aku ingin pasukanku bertambah kuat."
"Memangnya ada berapa bajak laut di galaksi ini?"
"Hanya ada tiga."
"Sedikit sekali dibandingkan Aliansi Biru yang terdiri dari tiga puluh lima planet."
"Aku hanya ingin disegani."
"Kita lihat nanti."
Kapten Zassac kemudian menyuruh anak buahnya agar kapal kebanggaannya ini melakukan lompatan kecepatan cahaya. Tujuannya ialah posisi dari kapal Bajak Laut Kapten Bron.
***
Setelah setengah perjalanan dihabiskan mengobrol dengan Ramna, akhirnya Darma sampai di Markas Divisi Dua Puluh Aliansi Kebebasan. Planet ini tak memiliki warna yang indah. Hanya gelap awan yang menyelimuti. Yora lalu turun dan menembus atmosfer. Darma tak bisa melihat apa pun karena polusi di planet ini sungguh sangat mengerikan. Tetapi jauh di depan, dia melihat samar-samar cahaya di sebuah menara besar dan tinggi. Dia tidak bisa melihat ujung bawah menara sebab sangat gelap. Setelah mendekat, di atas menara tersebut terdapat sebuah kota lengkap dengan ada tiga buah gedung yang menjulang tinggi. Mungkin tak sebesar kota. Tetapi karena ada lima menara yang dihubungkan jembatan, jadi terlihat seperti satu kota yang utuh.
Yora mendekat lalu dia turun di landasan. Darma memakai tasnya lagi lalu bersiap untuk turun. Ramna mengingatkan walau terlihat banyak polusi, udaranya masih bersih untuk dihirup asal tidak pergi jauh dari menara. Sebab dalam radius lima kilo meter dari menara, sudah ditanam teknologi pengumpul udara bersih yang disaring. Jadi udara bersih akan mengumpul di radius tersebut. Kalaupun pergi jauh, haru menggunakan pesawat atau pakaian khusus.
Mereka disambut oleh seseorang yang kulitnya berwarna biru dan kepalanya botak. Tubuhnya sama seperti makhluk bumi. Hanya saja telinganya lancip ke atas.
"Kapten Erdo sudah menunggu," katanya.
"Terima kasih, Wardan," balas Yora
"Siapa yang kalian bawa?" tanya Wardan.
"Nanti kau akan tahu sendiri," Jawab Ramna.
Mereka berjalan ke sebuah gedung besar berwarna putih. Di dalamnya banyak sekali anggota Divisi Dua Puluh dari Aliansi Kebebasan. Asalnya pun dari berbagai macam planet. Darma sempat menyinggung apa menara besar ini dibuat dengan kekuatan alkemis. Ramna tertawa. Dia bilang hal itu bisa saja. Tapi Kapten Erdo ingin membuatnya secara konvensional agar semua anggota bisa mengenal satu sama lain lewat kerja sama.
Mereka naik lift. Setelah pintu lift terbuka, terlihatlah sebuah ruangan yang besar dan nyaman. Di depan dekat jendela, Kapten Erdo sedang berdiri menatap ke luar jendela. Dia tingginya sedang memakai jubah warna cokelat, rambutnya hampir habis seperti terkena kerontokan, wajahnya sangat tua, bibirnya tipis, dan kulitnya hitam manis. Dia berbalik lalu tersenyum dan menyambut Yora dan Ramna.
"Selamat datang. Dan siapa yang kalian bawa?" tanya Kapten Erdo.
Ramna kemudian menceritakan awal mula bertemu dengan Darma hingga sampai di sini. Seketika mata Kapten Erdo terbelalak. Dia lalu mendekat ke Darma.
"Tidak mungkin," katanya sambil menatap wajah Darma.
Darma hanya diam.
Bersambung...