Chereads / Stars Elite / Chapter 4 - Waktu

Chapter 4 - Waktu

Pesawat yang ditumpangi Darma lepas landas hingga melewati atmosfer. Kemudian para petugas memerintahkan penumpang untuk memakai sabuk pengaman karena pesawat akan melakukan akselerasi. Perjalanan selanjutnya adalah dari Sabarki menuju Efora yang jaraknya seratus tahun cahaya. Itu berarti, akan memakan waktu sekitar empat jam dengan kecepatan empat kali akselerasi.

Ketika kondisi pesawat stabil, penumpang diperbolehkan membuka sabuk pengaman. Kabin pesawat begitu luas dan besar. Bahkan pesawat ini dua kali lebih besar daripada pesawat yang ditumpangi Darma dari Bumi ke Sabarki. Tapi masih memiliki bentuk yang sama. Semua pesawat luar angkasa komersial hampir memiliki bentuk yang sama.

Di kabin ini mampu menampung seratus penumpang. Lantainya dilapisi karpet. Dindingnya dilapisi semacam busa yang dibalut dengan kulit sintetis berwarna krem. Jendelanya oval. Di belakang terdapat tempat buang air dan tempat petugas menyiapkan makanan. Di kokpit, terdapat dua pilot. Setelah akselerasi keempat, mereka mengaktifkan mode pilot otomatis sehingga mereka hanya memperhatikan radar jika di depan terdapat sesuatu.

Darma membuka sabuk pengamannya. Dia melihat ke jendela dan tidak ada yang bisa dilihat. Hanya kilatan cahaya seperti air yang mengalir sangat cepat. Warnanya kadang berubah-ubah tergantung dari perpaduan cahaya bintang yang terlihat di jendela. Ini semua terjadi karena pesawat sedang melakukan lompatan kecepatan cahaya. Bahkan sampai empat kali.

Petugas yang semuanya makhluk planet Sabarki menawarkan makanan dan minuman. Tapi Darma tidak memesan. Dia hanya duduk dan bersantai. Tapi secara tiba-tiba, pria tua memakai topi bundar berwarna cokelat dengan kumis yang sudah memutih yang duduk di sebelahnya menyapanya. Darma agak kaget sebab dia tidak sadar kalau penumpang di sebelahnya masih satu planet dengannya.

"Mau ke mana kau anak muda?" pria tua ini berbasa-basi.

"Oh. Saya mau ke planet Efora," jawab Darma dengan ramah.

"Saya lupa kalau pesawat ini hanya menuju ke planet Efora," pria tua ini tertawa kecil.

Darma hanya mengangguk. Kemudian, suasana hening. Pria tua itu menyibukkan diri dengan membaca koran. Tak sedikit dari para penumpang yang memanfaatkan waktu dengan tidur sejenak. Darma pun juga hendak tidur tapi ketika memejamkan mata, pria tua di sampingnya malah mengajaknya mengobrol lagi.

"Kau tahu apa yang aneh di galaksi ini?" tanya pria tua itu.

Dengan sedikit kesal Darma menjawab, "Karena galaksi ini sudah gila."

Pria tua itu tertawa.

"Bukan. Bukan," katanya sambil telapak tangan kanannya digoyang-goyangkan.

"Lalu?"

"Setiap planet berpenghuni tidak pernah lebih besar dari planet tidak berpenghuni. Dan waktu satu hari rata-rata paling lama hanya tiga puluh sampai empat puluh jam," pria tua itu tersenyum.

Darma terhenyak kaget. Dia menatap pria tua itu sambil melotot. Pria tua itu keheranan.

"Di planet Efora, sehari berapa jam?" tanya Darma dengan ekspresi wajah yang masih kaget.

"Tak sampai dua puluh delapan jam," Jawab pria itu dengan wajah keheranan.

Darma menarik napas lega. Untunglah tak sampai empat puluh jam. Bisa kewalahan dia harus bekerja belasan jam sehari. Pria tua itu bertanya kenapa Darma sampai terhenyak kaget begitu. Sontak saja pria tua ini tertawa ketika Darma memberi tahu apa permasalahannya. Sementara itu Darma hanya senyum-senyum malu.

Pesawat akan sampai. Para petugas meminta semua penumpang kembali memakai sabuk pengaman. Ketika sedikit guncangan terjadi, planet Efora terlihat. Di jendela Darma hanya terlihat sedikit saja sebab posisi duduk dia berada di tengah. Walaupun sedikit, keindahannya tetap terpancar. Penuh warna-warna yang indah. Ternyata ucapan Skrul soal Efora adalah planet yang indah bukan isapan jempol belaka. Lebih spesifik, Darma melihat planet ini bercahaya hijau tua yang dihiasi oleh cahaya-cahaya lainnya yang terang. Seperti kuning kemerahan, merah, ungu, merah muda, dan banyak lagi. Pokoknya warnanya terang, indah dan tidak sakit mata kita jika lama-lama memandangnya.

Setelah mendapat izin, pesawat turun menembus atmosfer. Ketika pesawat menembus melewati awan, terlihat sebuah daratan yang dipenuhi oleh gedung-gedung bertingkat yang terbuat dari besi berwarna abu-abu dan mengkilap. Yang unik ialah, bangunan besi bersanding dengan tanaman-tanaman yang memang hanya tumbuh di planet ini. dari yang kecil sampai yang besar. Bahkan bangunan utama di stasiun luar angkasa ini adalah pohon yang sangat besar dan dipadukan oleh bangunan bertingkat.

Di sisinya hanya gedung kecil yang berfungsi sebagai jalur keluar masuk. Air terjun meluncur dari atas pohon tersebut hingga sampai ke bawah dan mengaliri taman-taman kecil di bawahnya yang diperuntukkan bagi para pengunjung. Daunnya sebesar orang dewasa dan lebat seperti bulu domba. Tulang daunnya saja hampir sebesar kawat. Dan tentunya daunnya bercahaya pula. Ketika sore, bayangannya hampir menutupi seluruh landasan pacu. Bagian gedungnya menyatu sampai ke dalam batang pohon. Jadi batang pohon ini sengaja dilubangi sedemikian rupa dan dibangun bangunan besi mengkilap. Yang melubanginya pun tidak sembarangan. Hanya ahli dalam bidang ini. Jika sembarangan, pohon raksasa ini bisa mati.

Pesawat turun ke landasan. Semua penumpang keluar ketika tangga untuk penumpang dibuka dan pilot mematikan mesin. Pria tua tadi yang bersama Darma juga langsung hilang di tengah kerumunan. Ketika bangkit berdiri, Darma terseok-seok karena gravitasi di planet ini sedikit lebih kuat. Dia sudah tahu kalau makhluk bumi yang menginjakkan kaki di sini, beratnya akan bertambah. Beberapa detik kemudian GravBelt mulai bekerja dan Darma langsung bergegas menuju bagian pemeriksaan dokumen.

Setelah lolos, dia mengambil koper dan menuju ke kantor bagian kebersihan. Dia berjalan melewati koridor yang dipenuhi oleh makhluk-makhluk dari berbagai planet. Yang paling menonjol tentu saja penghuni planet ini dengan pakaiannya yang berwarna cerah. Bahkan di tak sedikit di lis atau tepian bajunya mereka menanamkan semacam lampu yang mirip lampu LED. Sehingga baju mereka bercahaya terang warna-warni yang sangat nyentrik.

Ketika melihat makhluk kerdil seperti kodok, Darma tak bisa berkata-kata. Walaupun dia tahu dari tayangan berita, rasanya ketika melihat langsung sangat berbeda. Darma menghiraukan dan masuk ke kantor bagian kebersihan. Pintunya yang terbuat dari besi berbunyi lalu secara otomatis bergeser terbuka. Darma masuk dan seketika semua yang ada di dalam melihat ke arah Darma.

Di ruangan ini banyak sekali makhluk dari berbagai macam planet. Tapi semuanya memakai seragam yang sama. Salah satu makhluk yang dipenuhi oleh bulu, bermata bulat, hidung pesek, gigi kecil dan bibir yang besar mendekat. Dia menggerak-gerakkan kepalanya, memiringkannya lalu mengendus Darma.

"Kau dari planet Bumi ya?" tanya dia dengan bahasa galaksi.

Darma mengangguk.

"Aku Guldi dari planet Sabat," katanya yang kemudian dan menyodorkan tangannya.

Darma bersalaman. Tapi dia agak geli sebab makhluk ini sangat berbulu.

"Ada keperluan apa kau datang kemari?" tanya Guldi kemudian.

"Aku pekerja baru."

Guldi mengangguk lalu mempersilakan Darma duduk di sebuah sofa empuk berwarna perak. Tak lama kemudian seorang pria berbadan gemuk dan memakai kaca mata menghampiri Darma.

"Ah. Darma. Senang melihatmu, nak," sapa pria itu dengan bahasa Bumi. Sebab dia masih satu planet dengan Darma.

Mereka bersalaman lalu duduk bersama. Pria gemuk ini menumpangkan kaki kanannya.

"Saya Rama yang bertanggung jawab di bagian kebersihan di stasiun galaksi planet Efora ini."

Darma mengangguk sambil tersenyum..

"Kita harus bangga dengan perusahaan kita ini. Raja Efora mempercayai kebersihan stasiun galaksinya kepada kita. Dulu ada empat perusahaan yang bersaing. Dan perusahaan kitalah yang menang."

Darma berusaha memperhatikan ocehan Rama yang panjang lebar dan sebenarnya tidak penting sama sekali. Setelah melewati situasi yang membuat Darma hampir kehilangan nafsu makan, akhirnya Rama menghentikan ocehannya dan menunjukkan kamar Darma. Dia mengajak Darma ke luar lalu menuju ke sebuah lorong kecil yang di sisi kiri dan kanannya terdapat pintu-pintu besi. Ketika sampai di pintu nomor dua puluh satu, Rama merogoh kantung celananya dan membuka pintu dengan kunci berbentuk kartu memasukkannya dan pintu pun terbuka ke samping.

Darma melihat kamarnya yang cukup untuk satu orang dan Darma terlihat senang. Sebab semua fasilitas sudah ada di sini. Mulai dari kasur, meja yang dekat dengan jendela dan menghadap langsungkan landasan pacu, bangku, lemari, kamar mandi di dalam, dan monitor untuk menonton siaran lokal. Semuanya terbuat dari besi abu-abu yang mengkilap. Kasur dan bantal tentunya empuk. Rama memberikan kunci kamar.

"Besok kau sudah bisa bekerja. Nanti teman-temanmu yang lain akan membimbingmu," katanya yang kemudian berbalik keluar. Tapi Rama malah berbalik lagi lalu berkata, "Hati-hati sama pencuri kecil. Dia sering berkeliaran di sini," kemudian dia kembali berbalik dan keluar. Kali ini dia benar-benar keluar dan pintu tertutup.

Bersambung...