"Ayah hari ini tidak perlu kerja?" Lu Xingzhi bertanya.
"Mana mungkin tidak perlu bekerja? Ibumu yang menyuruhku ambil cuti karena kamu pulang. Sejak kamu masuk tentara, kamu belum pernah pulang sekali pun dalam satu tahun. Kali ini, kamu tiba-tiba pulang, kita harus bersenang-senang." Sifat ayah Lu sangat baik, ketika dia melihat anaknya yang tidak pernah dia temui selama setahun lebih, hatinya juga merasa senang. Saat memperhatikan Lu Xingzhi dengan lebih jelas, ia pun menganggukkan kepalanya. "Bagus, kamu sudah menjadi lebih kuat".
"Jangan dengarkan omong kosong ayahmu, ini bukan pertama kali kamu pergi. Kamu sudah secara resmi masuk tentara selama hampir tiga tahun. Ototmu sudah sejak lama dilatih menjadi kuat. Oh ya, kamu barusan turun dari lantai atas ya? Bagaimana dengan Jiang Yao? Demamnya sudah lebih baik? Dia belum bangun? Aku melihat sarapan yang di lemari dapur belum tersentuh."
Meskipun nada suara Ibu Lu tidak benar- benar baik, Lu Xingzhi bisa mendengar dari kata-katanya sebenarnya ia masih mencemaskan Jiang Yao. Saat dia berbicara, dia juga memandang ke arah kamar mereka yang di lantai dua.
Lu Xingzhi menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Ibu, aku barusan sudah memegang dahinya. Sudah tidak apa-apa, dan demamnya juga sudah hilang. Dia juga terlihat bersemangat, tapi dia baru bangun pada saat tadi aku pulang. Sekarang sudah hampir jam sebelas, dia sepertinya tidak mungkin makan sarapan lagi. Aku akan mencuci beberapa buah untuk dia makan."
Lu Xingzhi tahu kebiasaan Jiang Yao. Waktu di sekolah, ia makan sarapan pada pukul setengah tujuh pagi. Setelah lewat waktu sarapan, dia sudah tidak memiliki nafsu makan. Apalagi beberapa hari ini dia sakit dan badannya terasa tidak enak. Ketika Ibu Lu mendengarnya, dia tidak tahu mau marah atau senang.
"Selama ibu membesarkanmu, ibu tidak pernah mendengar kamu pernah mencuci buah untuk ayah dan ibumu, tapi kamu malah sangat memanjakan istrimu." Ibu Lu benar-benar merasa sedih dan menggelengkan kepalanya. Dia menarik kembali Lu Xingzhi yang barusan ingin menuju ke dapur dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. "Kamu baru saja kembali dari base camp, duduklah dan istirahatlah baik-baik dan bicaralah dengan ayahmu. Aku saja yang mencuci buahnya!
"Terima kasih bu!" Lu Xingzhi tidak berniat untuk pergi ke dapur karena dia tahu bahwa ibunya tidak senang jika dia mencuci buah untuk Jiang Yao. Ayah Lu di samping tertawa terus, "Kita sebagai laki-laki memang harus memanjakan istri kita. Ibu kamu sering berkata kalau menjadi seorang perempuan itu susah, apalagi kalau sudah menikah. Keluarga istri adalah tamu dan keluarga suami adalah orang luar. Sebagai suaminya, kita adalah orang yang paling dekat dengan dia, kalau suaminya tidak memanjakan dia, maka seumur hidupnya ia akan merasa susah."
Di dalam dapur, Ibu Lu menertawakan kata-kata suaminya dan berkata, "Kalian berdua adalah musuh terbesarku." Dia berhenti dan berkata, "Nak, istrimu memang harus dimanjakan, tapi juga tergantung situasi, karena ada wanita yang tidak bisa dimanjakan. Ada arti tersendiri dalam kata-kata Ibu Lu, yang mereka pahami.
Lu Xingzhi menutup mulutnya dan tidak menjawab, hanya menggoyangkan koran yang ada di tangannya, tetapi tidak membaca isi beritanya. Dalam hatinya, dia rela menderita demi memanjakan istrinya. Hanya saja, orang yang dia ingin manjakan mungkin tidak mau membiarkan dia memanjakannya.
Jiang Yao yang berada di lantai atas mendengar sedikit pembicaraan dan suara tawa di lantai bawah. Dia keluar dari kamar setelah siap mengganti pakaiannya. Waktu berdiri di depan pintu kamar, dia pas mendengar kata yang dikatakan Ibu Lu terhadap Lu Xingzhi, dia tidak menunggu Lu Xingzhi menjawab. Dia meragu beberapa detik sebelum dia turun, Lu Xingzhi sedang duduk di sofa ruang tamu dan membaca koran. Mungkin karena mendengar langkah kaki Jiang Yao, Lu Xingzhi melirik ke arahnya, menatapnya, dan menyuruh dia duduk.