Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kisah Kami

🇮🇩Rui_Costa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
50.1k
Views
Synopsis
Kisah 3 anak bersaudara tanpa ikatan darah tapi saling menyayangi satu sama lain.
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Asap tebal mengepul naik ke udara malam gelap itu.

Anak laki-laki berumur 13 tahun itu terus memandangi ke puncak hotel Marina Bay Sands yang berbentuk menyerupai kapal itu dengan mata terbelalak karna hampir seluruh tempat itu sudah tidak terlihat karna tertutup asap hitam pekat yang tiada habisnya.

"Bagaimana keadaan Pak Presiden dan para pimpinan negara lain" kata anak laki-laki itu berbicara melalui alat yang menempel di telinganya.

"Semua sudah aman, kami juga sudah berhasil melumpuhkan penjaga yang lain" Jawab suara perempuan di sebrang sana. Anak laki-laki sedikit merasa lega mendengar kabar itu sambil melihat punggung tangannya yang bengkak dan lecet akibat pertarungan yang sebelumnya melibatkan dirinya.

"Yang lain bagaimana?" Tanyanya lagi masih dengan nada panik.

"Aku, Dian, Mala dan Bagas baik-baik saja" ucap suara laki-laki dari tempat lain.

*DUAR!!!!!

Lagi-lagi terjadi ledakan dari puncak hotel itu dan asap semakin banyak mengumpul di udara.

(*cih.. SIAAL!! Jadi tinggal Professor Neuro yah. Dan Gama ada di puncak sana) pikirnya kesal dan bergegas berlari mencoba untuk masuk ke dalam hotel itu.

Tapi langkahnya terhenti karna tangannya di tahan oleh seorang pria bertubuh agak gemuk yang memakai jasa hitam dan memasang wajah serius.

"Kau tidak berencana untuk naik kesana kan," katanya dengan nada berat. Ady pun menepis tangan orang itu darinya lalu mendekati pria yang lebih tinggi darinya itu dengan wajah kesal.

"Di atas sana masih ada adik ku, kalau kau tidak bisa menyelamatkannya tentu saja aku akan pergi" katanya kesal.

"Iya benar, aku tau itu. Kami juga tidak bisa mendekati puncaknya menggunakan helikopter karna asap dan anginnya jadi tidak stabil karena ledakan yang terus menerus bermunculan secara acak. Tapi kau juga tidak bisa naik karna aksesnya sudah benar-benar mati sepenuhnya. Kalau kau memaksakan diri untuk masuk, kau juga akan terjebak sebelum sampai ke puncak" kata Inspektur itu menatapnya tajam. Ady pun bertambah kesal karna ucapan yang di lontarkan pria itu benar.

*Bzzt..

"Ady.. Ady.. masuk" tiba-tiba terdengar suara dari alat yang di pakainya. Ady pun tersentak lalu langsung berbalik dan menyahutnya.

"Iya Rina.. ada apa?" tanyanya masih terdengar panik.

"Apa di dekat mu ada sesuatu seperti radio atau TV? kalau ada cepat nyalakan saluran apapun" kata perempuan itu dengan terdengar tergesa-gesa.

Ady pun mengangkat kedua alisnya lalu menoleh ke segala arah lalu melihat ke arah Inspektur yang ada di belakangnya.

"Inspektur Jalal, di mobil mu ada radio kan?" tanyanya. Pria bertubuh besar itu pun mengangkat alisnya heran lalu mengangguk pelan. Ady langsung bergegas pergi menuju mobil berwarna hitam yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri dan memintanya menghidupkan radio. Meski terasa aneh, Inspektur itu pun mengangguk menuruti permintaan anak ini.

Setelah beberapa saat terdengar suara untuk menangkap sinyal radio. Lalu tidak lama suara berdecit itu pun hilang dan berganti menjadi suara gumpalan asap, lalu..

"HALOO!! SEMUANYA!!!" Terdengar suara lantang dari arah radio itu. Ady dan Inspektur Jalal pun terkejut saat mendengar suara itu. Bukan hanya mereka, semua orang yang sedang menangani kasus ini terkejut mendengarnya.

(Professor Neuro!!) pikir Semuanya.

"Tenang saja.. kalian tidak perlu khawatir, aku hanya meretas dan menyebarkan suara siaran langsung ini ke seluruh penjuru dunia dan melihat bagaimana nasib kalian selanjutnya" katanya terdengar santai.

Ady yang mendengarnya pun emosinya kembali memuncak.

"Ijinkan aku memperkenalkan diri, akulah orang membuat kekacauan di tempat ini, maupun di tempat lainnya" katanya terdengar bersemangat.

"Aku berencana menghancurkan sistem pemerintahan yang ada di negara ku, juga negara lainnya lalu membangun ulang peraturan yang adil" katanya perlahan pelan. Suaranya sempat terhenti tapi kembali terdengar dengan suara yang begitu tenang dan bersemangat.

"Tapi sebelum itu, selama satu tahun ini ada seseorang yang selalu menghalangi ku dan menolong kalian. Mungkin kalian tidak sadar tapi kalau dia tidak ada pasti setengah populasi dari kalian sudah tidak akan bisa bernapas hari ini" katanya lagi.

"A-apa dia bermaksud.." kata Inspektur itu terbelalak.

"Yup benar.. orang itu detektif hebat yang saat ini ada di hadapanku. Dengan tatapan tajam meskipun kaki kiri, lengan kanan dan mata kanannya tampaknya sudah tidak berfungsi. Tapi dia masih tetap bertahan hanya untuk menyelamatkan kalian semua, padahal dia sendiri tidak mengenal kalian hihih.." Katanya menyeringai.

"Gawat!! apa dia berencana untuk memberitahu semua orang.." kata suara laki-laki dari alat pendengar yang Ady gunakan dan membuat Ady semakin kesal.

"Rina, apa kau tidak bisa meretasnya kembali?" tanya Febri dari tempat lain.

Anak perempuan yang berada di dalam mobil Van putih dengan komputer di hadapannya terus mengetik dengan cepat, tapi dia tetap tidak bisa menggapainya.

"Tidak bisa, ini di luar kemampuan ku!!" katanya kesal dengan wajah tegang menatap monitor komputer nya.

Jarinya terhenti karna suara di radio yang dia setel di sebelahnya mulai kembali mengeluarkan suara.

"Perkenalkan, Detektif hebat sekaligus teman baikku. Namanya Gama, tidak ada belakangnya. Simpel bukan?"

Ady dan teman-temannya tampak pasrah karna tidak bisa menghentikan hal ini.

"Nah.. Gama, Detektif kecil.. bagaimana dengan tawaran terakhir ku, kau mau bekerja sama dengan ku untuk merubah nasib banyak negara di dunia ini atau tetap menolaknya dan kita tewas bersama?" Katanya menyeringai melihat anak kecil laki-laki yang masih berusaha berdiri meskipun satu kakinya terlihat terluka cukup berat.

Semua orang yang mendengarnya pun terdiam seakan beban berat memenuhi dada mereka.

Hembusan angin di puncak sana terus meniup asal hitam dan tidak menutupi pandangan kedua orang yang saling memandangi itu. Dengan wajah masih menunduk, perlahan dia pun mengangkat wajahnya lalu tersenyum ke arah orang dengan kacamata tunggal di mata kanannya. Anak itu pun melepaskan kacamata yang sudah rusak di wajahnya itu lalu melemparkannya ke arah lain.

"Professor, sudah Gama katakan berapa kali. Meskipun Gama hanya hidup selama 9 tahun, meskipun Gama hanya berhasil menyelamatkan orang-orang hari ini, tidak ada yang lebih berharga dari itu. Professor sudah tau jawaban Gama sejak pertama kali kita bertemu kan. Tapi.. Gama juga tidak berencana untuk berakhir disini karna di bawah sana masih banyak orang-orang yang menunggu Gama" katanya menyeringai dengan sorot mata yang begitu kuat.

Saat semua mendengarnya, bukan hanya Ady, tapi semua orang yang mengenalnya langsung merasa lemas saat tau apa yang akan terjadi.

Laki-laki bertubuh tinggi itu pun menyeringai saat mengetahui apa yang di katakan anak kecil di hadapannya. Dia pun perlahan mengeluarkan semacam alat kecil dengan tombol merah dari jas hitamnya dan siap menekan nya.

"Kalau begitu, semoga kita bertemu lagi Tentu saja di tempat lain"

*DUAAR!!!!!!!

Saat mendengar suara ledakan itu, Ady pun langsung keluar dari mobil itu dan melihat ledakan besar dari puncak hotel itu dan membuat tempat berbentuk kapal di atasnya meledak dan terbelah dua.

"BODOH!!" teriak inspektur itu langsung menarik Ady masuk ke dalam mobil dan menancapkan gasnya untuk menjauh dari sana agar tidak tertimpa puing-puing reruntuhan yang jatuh dari atas.

Suara di radio mau pun TV di semua tempat langsung terputus. Semua orang yang mengetahui hal itu langsung tertunduk lemas, bahkan terdengar suara isakan kecil dari alat pendengar yang ada di telinganya. Ady yang berada di bangku belakang mobil itu terus menutup matanya tapi tidak bisa menghentikan air mata yang mengalir pelan melewati pipinya.

Anak laki-laki yang berada di dermaga pinggir pantai pun terduduk dan bersandar sambil menutupi matanya menahan Isak tangis nya sambil memegang mayat perempuan yang selama ini selalu bersamanya, sekarang sudah tidak bergerak lagi. Lalu..

*Bzzzt.. *Bzzzt..

Terdengar sesuatu di alat pendengar yang mereka semua kenakan.

"Yo semua.. kenapa tidak ada yang merayakannya? kasus ini berhasil kita selesaikan bukan?" Mata mereka semua pun terbelalak saat mendengar suara anak kecil di telinga mereka.

"GAMA!! KAU MASIH HIDUP??" Kata Ady secara spontan. Inspektur Jalal yang sedang mengendarai mobil itu dengan cepat terbelalak lalu menoleh ke belakang dan menginjak rem nya.

"Emm??? tentu saja, lagi pula kenapa juga Gama sudah tidak hidup. Ady aneh" katanya terdengar kebingungan.

Sesaat kemudian banyak suara di alat itu berteriak dan memarahi anak itu karna sudah membuat mereka khawatir.

Kasus yang mereka tangani selama 17 Bulan ini telah berakhir meskipun harus merenggut nyawa beberapa orang dari mereka.

"Jadi.. bagaimana? meskipun tidak ada wajahnya, tapi seluruh dunia jadi tau identitas adik mu" kata inspektur itu berbicara ke Ady. Ady pun bersandar sambil tersenyum dan menghela napas.

"Ntah lah, kurasa.. entah untuk sementara atau selamanya, kami akan meninggalkan kepolisian dan hidup normal. Di tambah.. sepertinya Rendra juga masih belum bisa menerima kematian Dewi. Dan satu lagi, ayah kami pasti akan bertambah khawatir kalau kami masih bekerja membantu kepolisian pusat. Jadi.. itu keputusan ku" katanya tersenyum sambil memejamkan matanya dan menyeka darah yang keluar dari dahinya.

"Oh begitu, kalau begitu nanti akan ku atur serapih mungkin dan memberitahu semua orang kalau Gama kemungkinan masih hidup karna tidak menemukan jasad nya dimana pun. Terdengar realistis kan?" katanya menyeringai melihat Ady. Ady pun mengangkat alisnya lalu tersenyum.

"Atur saja sesuka mu" kata Ady semakin melemaskan tubuhnya karna kelelahan. Tapi, dia kembali bangun saat seseorang menanyai sesuatu di alat pendengar nya.

"Jadi master, bagaimana caranya kau selamat dari ledakan itu? puncak hotel itu kan hancur" katanya terdengar datar. Untuk sesaat suasana menjadi hening.

"Benar juga" pikir mereka semua. Tapi tidak ada jawaban dari Gama.

"A-Adik kecil.." kata Ady mencoba memanggil adiknya lagi, tapi yang terdengar justru suara orang lain di telinganya.

"Aah.. kalian tidak perlu khawatir, dia bersama ku dan tidak sadarkan diri" Sahut suara perempuan dengan nada lembut dari sebrang sana.

"Siapa sih perempuan ini" pikir semuanya heran.

"Dia sudah tidak ada tenaga untuk membuka matanya lagi. Tapi tenang saja, semuanya akan baik-baik saja. Kalian bisa menemuinya di rumah sakit yang ada di Jakarta, ah aku tidak akan memberitahu kalian dimananya, jadi cari sendiri yah" terdengar suara perempuan disana dengan cerianya berbicara seperti itu.

"Ka-kau.. siapa?" tanya Ady lagi.

"Ra-ha-si-a.. Yasudah, aku pergi dulu" katanya lagi lalu saluran ke arah alat komunikasi milik Gama pun terputus.

"Ady, bagaimana? apa kita bisa mempercayai nya?" tanya seseorang dari alat itu. Ady pun sempat terdiam untuk sesaat lalu menghela nafasnya.

"Sepertinya kita bisa mempercayainya. Tidak perlu khawatir, dan.. kita juga tidak perlu terburu-buru mencari Gama. Kita biarkan dia beristirahat selama beberapa hari lalu mencarinya, kalian setuju kan?" kata Ady tersenyum. Semua orang yang mendengarnya pun juga tersenyum.

"Setuju" kata mereka serempak.

Perempuan dengan rambut hitam dan panjang itu terus tersenyum melihat anak laki-laki yang terbaring tidak sadarkan diri di hadapannya dan sudah mendapatkan pertolongan pertama untuk lukanya.

Dia pun perlahan membelai rambut anak itu sambil tersenyum dan matanya berkaca-kaca menatapnya.

"Terimakasih.. kau pria yang hebat. Meskipun aku tidak tau identitas mu yang sesungguhnya, dan kita hanya bertemu 3X. Ku harap kita bisa berteman di kehidupan normal kita" kata anak gadis itu.

"Jadi non, kita sendiri bagaimana?" tanya pria yang sedang mengendarai Helikopter itu. Anak gadis yang mendengar orang yang mengendarai helikopter ini berbicara dengan alat komunikasi yang ada di dalam helikopter itu pun menoleh ke depan.

"Hahaha terimakasih juga untuk bapak karna sudah mau membantu ku sampai sejauh ini. Kurasa.. sebaiknya kita juga beristirahat dari masalah kepolisian, ku harap kepolisian pusat akan semakin meningkat dengan kepergian kita dan detektif kecil ini" katanya tersenyum.

"Hmm.. anda benar, kalau begitu.. apa kali ini anda mau mencoba untuk pergi ke sekolah layaknya anak-anak normal lainnya?" Tanya pria dengan kumis tebal di wajahnya. Gadis itu pun bersandar dan melihat ke langit malam di luar sana dengan senyumannya.

"Sekolah yah, rasanya tidak buruk. Aku juga sudah menunjuk satu orang untuk memimpin semua perusahaan milikku, jadi.. yah, kurasa aku akan pergi ke sekolah" katanya menyeringai. Pria paruh baya itu tersenyum melihat reaksi dan tanggapan dari majikannya ini.