Di dalam perjalanan pulang hanya ada keheningan yang terjadi, Dita yang tak ingin bicara dan Nathan yang sama halnya dengan Dita, tapi bedanya sekarang Nathan beda sedikit dengan Dita. Nathan hanya tidak tau apa yang harus dia katakan.
"Eh Dit, alamat lo dimana?"
"Jl. Cenderawasih blok D"
"Oh ok, lumayan jauh juga ya"
"Hmm"
Dan setelah percakapan itu Nathan yang biasanya cerewet nggak ketulungan disini malah jadi pendiam dan tak tau topik yang harus diangkat.
"Eh nat, rumah aku kelewatan."
"Oh masa? Rumah lo yang mana emang?."
"Yang pagar hitam, cat rumahnya warna coklat."
"Ok, gue puter balik dulu kalau gitu"
Kata Nathan yang ditanggapi hanya dengan deheman oleh Dita.
Saat sampai Dita langsung turun dari motor yang dikendarai oleh Nathan dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
"Thanks ya Nat, kamu baik banget. Aku jadi nggak enak"
"Haha tenang aja gue mah malah seneng bantuin lo."
"Kalau gitu aku masuk duluan yah."
"Gue juga udah mau balik takut dicariin bunda nanti."
"Eh, nggak mau mampir?"
"Nggak usah deh, lain kali aja"
"Ok deh, sekali lagi makasih ya"
"Sans ae lah kayak kesiapa aja. Bye"
Kata Nathan yang sudah memasang helm dan bersiap untuk melajukan motornya.
Nathan yang telah meninggalkan pekarangan rumah Dita. Melaju dengan kecepatan tinggi untuk pulang dan bersenang senang bersama teman segenknya.
Dita yang melihat punggung Nathan telah menghilang pun diam diam tersenyum, menyadari bahwa masih ada orang yang mau menerima dan berteman denganya. Apalagi itu seorang Nathan Izqian Pratama, siapa yang tidak mengenal keluarga Pratama itu.
"Ya Allah aku tau dibalik ujian dua tahun lalu kau berikan hikmahnya sekarang." Bisik Dita didalam hatinya dan melangkah masuk kedalam rumahnya dengan senyum cerianya berbeda saat ia berada disekolah dia cenderung diam dan tertutup.
"Assalamualaikum Bun, apa kabar hari ini?" Salam dan sapa Dita yang melihat mamanya sedang berkutat di dapur.
"DITA!! Kamu ini loh, dateng dateng langsung ngagetin bunda aja. Untung bunda nggak punya riwayat penyakit jantung. Coba kalau ada udah koid deh" Celoteh panjang lebar Ayu yang hanya ditanggapi dengan cengiran tak bersalah oleh Dita.
"Hehe sorry bun" kata Dita tak lupa dengan cengiran khasnya.
"Dasar anak nackal, yaudah sana masuk kamar terus ganti baju. Udah pake ba-" kata Ayu tepotong saat menoleh ternyata Dita sudah ada di sampingnya.
"DITAAA!! KENAPA NINGGALIN BUNDA SAAT LAGI NGOMONG" teriak Ayu saat melihat Dita sudah menaiki tangga.
"SORRY BUNDA, AKU BOSEN DENGER OCEHAN BUNDA SIH" teriak Dita Balik saat sudah di tangga teratas.
"AWAS KAMU YA."
"Assalamualaikum Bunda, kok teriak teriak?"
"SIAPA YANG NYU-...eh ayah." Kata Ayu terpotong saat menyadari siapa yang datang. Dan yang disadari hanya mengankat alisnya sebelah sebagai wujud pertanyaan.
"Ayah udah pulang?"
"Menurut bunda?"
"Ya udah pulang, kan kalau belum pulang siapa yang dihadapan bunda, masa hantu bencong yang lagi nyamar jadi ayah." Kata Ayu dengan polos seakan tak berdosa. Dan kata kata itu berhasil membua David merah padam.
Melihat perubahan wajah David, Ayu buru buru merubah ekspresinya menjadi sepolos mungkin.
"Yah....yah ampun. Bunda khilaf ya. Tadi bercanda doang kok." Kata Ayu sambil mengankat tanganya berbentuk V.
"Oh sekarang gini yah kelakuan kamu kalau aku nggak dirumah." Katanya sambil melipat tangan di depan dadanya.
"Mana ayu aku yang paling lembut ha... sini ayah peluk biar amarahnya pelan." Katanya sambil mengejar Ayu yang sudah lari karena takut melihat wajah suaminya.
"Bunda....jangan lari" teriak David melupakan sifat dingin dan arogantnya ketika di rumah sakit.
"Nah dapat...mau lari kemana lagi bunda ku sayang. Hmm" katanya yang sudah menangkap Ayu di ujung tangga saat ingin masuk ke kamar mereka.
"Ah...anu...yah...aduh gimana ya?"
"Anu apa, mau kabur lagi." Katanya semakin memeluk erat tubuh Ayu.
"Ahhhh ayah, Bunda nggak bisa napas."
"Eng..."
"Yah, Bun. Bisa nggak sih kalian nggak romantisan kalau anak anaknya lagi di rumah๐. Kasian tuh Aldi matanya jadi bervirus liat kalian berdua." Kata Dita yang baru keluar dari kamarnya dan menemukan pemandangan yang menurutnya sudah sangat membosankan karena setiap hari harus melihat adegan per adengan dari ayah bundanya. Tapi patut di syukuri orang tuanya sangat jarang bertengkar walaupun mereka bertengkar pasti tak menunjukan dihadapan anak anaknya.
"Wah bun anak kita kayaknya cemburu liat kita kayak gini. Gini nih bun kalau orang jomblo pasti bawaanya marah mulu liat orang lagi bahagia."
"Ih ayah!!! Kenapa sih selalu aja ngejek aku jomblo." Kesal Dita.
"Kan kamu emang jomblo ifa, ya mau gimana lagi kalau kamu emang jomblo."
"Sekarang Bunda juga ikutan, aduh kalian semua kenapa sih?"
"Bener banget tuh bun, masa kak syifa belum punya pacar padahal udah kelas 12. Uh aku tau pasti nggak ada yang suka sama teteh nih."
"Monyong, diem nggak!!"
"Ah bunda tau tadi bunda liat kak Ifa pulang sama cowok. Jangan jangan itu gebetanya." Kata Ayu sambil menyeringai.
"Au Ah gelap" kata Dita sambil masuk kedalam kamarnya sambil menghentak hentakan kaki karena kesal.
"Haha liat tuh kakak kamu ngambek" kata David pada jagoanya. Tapi saat berbalik Aldi udah nggak ada di tempat.
"Aldiii kamu mau kemana ha, ayah lagi bicara malah main ngeloyor aja."
"Sorry yah, Aldi mau main sama temen di lapangan. Males ah liat kalian mesra mesraan. Dah Ayah Aldi pergi dulu. Assalamualaikum."
"Huh dasar anak jaman sekarang, sopan santunya udah dibawah standar. Iya kan bun?" Katanya.
"Lah bun...bunda kemana?" Tanyanya sendiri karena tak menemukan ayu di belakagnya lagi.
"Ah mungkin udah masuk kamar, lebih baik aku juga masuk kamar. Lagian capek habis operasi tadi." Gumanya sambil masuk kedalam kamar.
***
Sama halnya dengan Nathan yang baru sampai di rumahnya dia juga di suguhkan dengan pemandangan yang menurutnya sudah sangat membosan. Bagaimana tidak dia sudah melihat pemandangan ini selama 17 tahun.
"Pah, Bun. Bisa nggak sih liat suasana. Kalau mau ciuman tuh di kamar jangan di depan tv yang otomatis akalau ada orang yang lewat pasti liat."
"Oh Astagfirullah, Nathan kamu apa apaan sih dateng dateng nggak ngucapin salam. Bunda kaget loh."
"Yang ada tuh bunda sama papa yang nggak denger. Aku udah ngucapin itu dari dari depan pintu tapi nggak ada yang jawab jadi yah aku masuk aja."
"Dan sekarang aku tau karena apa, kan kalian lagi mesra mesraan jadi mana dengar, kan dunia serasa milik berdua"
"Ah ah pah sakit" ringis Nathan karena di jewer oleh Fian.
"Kamu bilang apa tadi? Sekarang udah berani sama papa he?" Perkataan Fian itu membuat Nathan menyesali perkataanya tadi.
"Aduh pa, sorry sorry tadi Nathan khilaf. Hehe"
"Udah ah papa bosen liat wajah kamu. Nggak ada ganteng gantenya dari papa."
"Huh?"
"Kamu itu nggak sebanding dengan papa kegantenganya. Bahkan Rafa lebih ganteng dari kamu. Ah papa.tau kamu kan nggak di inginkan."
"Bunda dengar kan kalau aku bukan anak yang diinginkan padahalkan aku kembar sama Rafa, yang ada itu Rafa yang belakangan." Rengek Nathan pada Bundanya.
"Udah ah jangan dengar kan kata papa mu, dia hanya kesal karena kamu menganggu kegiatanya tadi. Cup cup bunda selalu sayang sama kalian, Nathan, Rafa, Cherry. Dan papa Fian. Sekarang udah yah sana masuk kek kamar. Biar papamu bunda yang urus ok.
"Bun hukum papa yah, sama kayak yang dilakuin tadi sama Nathan. Bye papa siap siap di hukum Sama Bunda. Wlek๐"
"Dasar anak itu!!"
"Udah jangan marah marah mulu ingat umur yan."
"Eh iya yah kita tinggal berdua saatnya kita lanjutin yang tadi."seringainya sambil berjaln kearah sofa yang tadi di duduki oleh Nathan. Tapi baru aja mau memluk Fia, ada saja yang menganggunya.
"Pa, jangan mulai deh" kata Cherry yang baru saja lewat di samping mereka.
"Yahhh, nggak jadi deh." Kata Fian lesu.
"Yang sabar, sana masuk kamar. Mandi terus ganti baju, aku mau masak dulu buat makan malam."
"Ya udah deh" katanya sambil berjalan gontai kearah kamar mereka.
๐ณ๐ณ๐ณ
Yeay๐๐.
Akhirnya aku bisa up juga.
Siapa yang nungguin?
Tapi aku nggak yakin kalau ada yang nungguin apalagi part ini gaje banget.
Jangan lupa buat vote dan komen.