Chereads / LANGIT SENJA / Chapter 3 - 3

Chapter 3 - 3

Tiga hari sebelumnya…

Hari masih terlalu pagi bagi Qisa, ratu telat, untuk tiba di kantor. Bukan, bukan kantor perusahaan keluarganya. Keluarganya memang mempunyai perusahaan yang super besar dimana - mana tapi Qisa tak mau lagi kerja disana. Ia lebih memilih bekerja sebagai designer graphic di salah satu cabang perusahaan percetakan yang mana kantor pusatnya di New York.

"Tumben rajin banget lo!" sapa Vera, teman sekantor Qisa.

"Biasa, mau ngumpul keluarga besar" jawabnya ceria, tanpa menoleh dari layar komputernya.

Selama di Indonesia Qisa hanya tinggal berdua dengan Reihan - Reihan Almi Husein, kakak keduanya. Ia merupakan pimpinan utama perusahaan mereka yang ada di Indonesia. Meskipun sibuk, ia selalu berusaha meluangkan waktu buat adik satu - satunya yang sangat ia sayangi. Usia mereka yang terpaut 5 tahun tak menghalangi kedekatan mereka, keadaan membuat mereka belajar saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Papa Mama mereka yang mempunyai perusahaan besar di Amerika mengharuskannya tinggal dan menetap disana. Sedang kakak pertamanya, Haikal - Haikal Almi Husein, tinggal di Australi dengan keluarga kecilnya. Usaha yang dirintisnya bersama sang kekasih, yang sekarang menjadi istrinya, semenjak kuliah mulai berkembang pesat. Namun keadaan yang jauh ini tak lantas menjadikan keluarga besar Husein berantakan, justru sebalikanya. Jarak menjadikan mereka semakin merasakan betapa berharganya sebuah keluarga. Setiap tiga bulan sekali mereka akan berkumpul dan tak ada batasan komunikasi antara mereka setiap harinya.

Seperti sore ini. Suasana rumah keluarga Ali Huesin ramai sekali. Semua keluarganya sudah berkumpul. Mereka bercengkrama dan bercanda tentang apapun hingga suara dengan nada tinggi itu menghentikannya.

"Apa maksud Papa?" tanya Qisa, wajahnya shock.

"Tenang dulu Sa" ucap Mama Mira mengusap bahu putrid kesyangannya. "Mama sama Papa udah sepakat dengan Keluarga Malik untuk menjodohkanmu dengan putranya. Mereka adalah sahabat mama papa sewaktu kita masih kuliah, bahkan merintis perusahaan bareng mulai dari nol. Kita ingin lebih mempererat jalinan keluarga yang sudah ada" lanjutnya panjang lebar.

"Tapi, Ma. Kenapa tiba – tiba?"

"Ini tidak tiba – tiba, saying" giliran Papa Ali berbicara. "Kita sudah menyepakati hal ini jauh sebelum kamu lahir malah. Kita sepakat menjodohkan anak pertama Malik dan anak bungsu Ali dan papa tidak menerima penolakan. Lusa Alfa akan ke Indonesia, luangkan waktumu untuk bertemu dengannya" ucapnya tegas.

"Papa mama jahat, egois. Papa mama sama sekali ga ngerti keadaan Qisa gimana!" Qisa marah, ia lari menuju kamarnya di lantai atas.

Qisa tak habis piker bagaimana bisa orangtua yang biasanya begitu pengertian bisa begitu egois menjodohkan putri semata wayangnya dengan lelaki asing. Bahkan mereka tau kenapa sampa saat ini ia tidak bisa berhubungan serius dengan spesies jenis laki – laki ini.

"Sa" panggil Mama Mira saat memasuki kamarnya. Mendekati Qisa yang termangu di dekat jendela. "Mama tau gimana perasaanmu, Nak. Tapi mama harap kamu juga ngerti, usia kamu sudah tidak remaja lagi".

"Ma, aku masih 25. Langkahku masih panjang, Kak Rei aja baru mau nikah padahal usinya udah kepala 3" Qisa masih mencoba menawar.

"Reihan laki – laki, Sa. Beda halnya dengan perempuan. Apalagi dengan keadaanmu ini, mama sama papa hanya tak ingin kamu berlarut – larut dalam bayang kelam masa lalumu. Mama sama papa hanya mengharap kebahagiaanmu"

"Mama pikir Qisa bisa bahagia ketika harus menikah dengan orang asing?"

"Dia bukan orang asing, Sa. Namanya Alfa, dia adalah temanmu semasa kecil".

"Udah deh, Ma! Mau temen kecil mau temen gede toh Qisa juga ga inget" Qisa mulai putus asa.

"Pikirkanlah, Sa. Kamu masih punya waktu hingga waktu bertemu dengannya nanti" pungkas Mama Mira kemudian meninggalkan kamar putrinya.

Qisa lagi – lagi hanya menghela napas, dadanya terasa sesak. Sejenak ia merenung, selintas ide gila menghampiri kepalanya. Sebuah senyum tipis mengembang. Saat ini langit senjalah yang ia butuhkan, lewatnya ia bisa malarutkan segala kekalutannya, bersama pendarnya, menuju kegelapan.