Chereads / LANGIT SENJA / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

Langit tak selamanya biru. Adakalanya berawan hitam yang kemudian turun hujan, namun setelahnya akan muncul pelangi nan menawan. Begitu pula kehidupan. Kalaupun kesedihan sering melanda bukan berarti kebahagiaan itu tiada. Tuhan tidak sejahat itu. Ia begitu adil dengan menyediakan baik dan buruk secara berdampingan. Ya, kamu tinggal memilih dan memperjuangkannya.

Kalimat itu diucapkan Qisa dulu ketika Alfa kehilangan salah sosok sahabat yang paling dekat dengannya. Kalimat yang terus terus terngiang di pikiran Alfa hingga kini, setelah sepanjang hari, setelah mengetahui kedatangan Qisa, ia hanya mengikuti kemana Qisa melangkah yang akhirnya berhenti di salah satu resto. Mereka berdua hanya berjarak tiga meja namun Qisa belum sadar jika sedari awal Alfa telah memperhatikannya.

Gadis itu terlihat murung, sekali waktu umpatan keluar dari bibir mungilnya dan hal itu membuat Alfa tak tahan. Dilangkahkan kakinya menuju meja Qisa dan duduk tepat di hadapan gadis itu tanpa melepas kaca mata hitam yang dikenakannya. Qisa bengong karena terkejut. Bahkan hingga Alfa telah selesai mengucapkan kalimat yang ia ingat – ingat tadi.

"Nanti jam lima datanglah ke tepi pantai itu, akan ada hadiah menarik disana!" ucap Alfa dengan nada datar sebelum meninggalkan Qisa.

Namun setelah beberapa langkah ia tertawa lebar saat ia tau Qisa masih belum sadar dari keterkejutannya. Lamat – lamat ia mendengar Qisa yang mengumpatinya dengan keras.

***

Senja berpendar dengan indahnya. Di tepian pantai seorang gadis tengah menengadahkan kepalanya, menangkap pendar senja dengan wajahnya yang menambah pesona kecantikannya. Tak jauh dari sana seorang laki – laki tampan menatapnya tanpa berkedip. Gadisnya masih menyukai apa yang disukainya dan itu membuatnya sedikit lega.

Hari ini ia akan menghabiskan waktunya untuk melihat Qisa dari jauh. Sebisa mungkin ia menahan keinginannya untuk berlari mendekati gadis itu lagi. Ia takut, saat ia sudah dekat ia tak bisa mengendalikan dirinya. Ia begitu menginginkan gadisnya, seperti dulu.

Alfa berdiri meninggalkan pantai dan juga Qisa yang tengah menuju penginapannya. Hari ini cukup baginya mengetahui Qisa berada disini dan dalam keadaan baik – baik saja. Besok ia akan pulang ke rumah, menemui kedua orangtuanya. Kemudian kembali kesini, melanjutkan misi orangtuanya dan orangtua gadis pujaannya.

"Sa, bagaimanapun, gue masih sama. Gue gak nerima penolakan" ucapnya.

***

Alfa memasuki rumah keluarganya dengan gontai. Wajahnya lebih segar daripada sewaktu tiba kemarin. Moodnya naik setelah kemarin seharian puas menikmati wajah Qisa, meskipun hanya dari jauh.

"Alfa!!" seru Mami Anye, wajahnya terlihat kaget melihat kedatangan putranya yang tiba – tiba.

"Hai, Mi!" jawab Alfa dengan senyum lebar, tangannya marentang menyambut pelukan maminya.

"Wah… Wanita – wanita di luar sana bisa pingsan seketika jika tau senyummu itu, Fa!" tukas Papi Eric.

"Apaan sih, Pi" kini giliran papinya mendapat pelukan, suatu hal yang amat sangat jarang terjadi. Tak terasa air mata papinya meleleh turun.

"Kenapa, Pi?" Tanya Alfa bingung.

"Papi hampir lupa, kapan terakhir mendapat pelukan hangatmu ini, Nak. Papi akan sangat berterima kasih pada apapun dan siapapun yang telah membuatmu sehangat ini" ucapnya sambil mengusap air matanya.

Tak jauh dari mereka, Mami Anye juga berkaca – kaca. Ia juga hampir lupa jika dulu putranya itu memiliki senyum yang sangat menawan dan ia baru mengingatnya hari ini.

"Entah alasan apa yang membuatmu seperti itu, Mami akan berusaha mendukungmu, Nak!" Mami Anye tak ingin kalah.

Alfa menunduk sejenak kemudian menghembuskan nafas.

"Maafin Alfa Mi, Pi jika kemarin – kemarin sikap Alfa tak menyenangkan" ia menatap kedua orang tuanya.

"Bukan apa – apa, Nak. Papi Mami sangat tau bagaimana keadaanmu kemarin. Semoga ini menjadi awal bahagiamu" Papi Eric menepuk – nepuk bahu Alfa

Mami Anye tak kuasa, ia menubruk Alfa yang masih berdiri, menangis di dada putranya yang bidang, putranya yang beberapa hari yang lalu masih seperti batu es. Dingin dank keras. Namun hari ini berbeda, langkah putranya terlihat lebih ringan.

"Maafin Mami, Fa. Maafin, Mami. Mami dulu sangat gencar menekanmu untuk begini begitu padahal kamu butuh waktu. Sekarang Mami sadar, Mami hanya perlu percaya padamu" raung Mami Anye.

Alfa melepas pelukan mamanya, membawanya duduk di sofa ruang tamu mereka.

"Mami tidak perlu minta maaf. Alfa seharusnya yang berterima kasih sama Mami dan Papi, karena berkat Mami dan Papi Alfa bisa bertemu kembali dengan Qisa" senyum Alfa masih mengembang.

"Terima kasih sudah menjadi anak mami yang manis lagi. Mami yakin, kali ini kamu bisa melewatinya. Mami sama Papi akan mendukung apapun langkahmu nanti". Ujar Mami Anye di sela – sela tangisnya yang mulai reda.

"Ngomong – ngomong, memangnya kamu sudah ketemu Qisa?" Tanya Papi Eric terheran – heran karena tadi Alfa sempat menyinggung Qisa.

"Luh, memangnya kamu sudah punya kontaknya Qisa? Terus ketemunya dimana, kapan? Kamu datang kapan sih sebenarnya? " Mami Anye tak kalah menuntut.

Alfa gelapan.

"Mi, Pi. Alfa naik dulu. Alfa capek" ucapnya sambil lalu, menghindari pertanyaan – pertanyaan lain dari orang tuanya. Mereka tidak tau, jauh sebelum mereka menjodohkannya dengan Qisa, putranya ini pernah menorehkan luka yang dalam bagi Qisa.

***

Rasanya baru sesaat Alfa terlelap di kamar kesayangannya, terdengar suara ketokan pintu yang mengganggu. Dengan malas ia melangkahkan kakinya ke pintu.

"Ada apa mbok?" tanyanya pada Mbok Sari dengan seulas senyum

"Den Alfa ganteng banget kalau senyum seperti itu. Mbok Sari sudah lama tidak melihatnya, akhirnya sekarang bisa lihat lagi" ucapnya Mbok Sari dengan senyum yang lebar. Ia tau sebenarnya majikannya ini orang yang baik, namun setelah kembali ke luar negeri ia berubah seperti patung.

Alfa hanya tersenyum.

"Bapak dan Ibu sudah menunggu Den Alfa buat makan malam, Aden segera turun gih. Mbok Sari tadi menyiapkan makanan kesukaan Aden" Mbok Sari menyampaikan pesannya

"Terima kasih ya Mbok, bilang sama Mami Papi Alfa segera turun" jawab Alfa.

"Siap Den" ucap Mbok Sri sembari member tanda hormat pada Alfa. Senyumnya tambah lebar.

Setelah mencuci muka, Alfa menuju ke ruang makan. Dilihatnya Maminya yang tengah melayani Papinya. Ia mengambil duduk di sebelah kanan Papinya.

"Malam, Mi, Pi!"

"Benar – benar nih anak, Papi harap perubahan ini tidak hanya hari ini tapi seterusnya" ucap Papi Eric syarat dengan harapan. Kemudian mereka makan dalam hening.

"Fa, sejak kapan kamu kenal Qisa?" Papi Eric memulai. Wajah Alfa sedikit mengeras.

"Sejak masih SMA" jawabnya singkat.

"Sebentar, apa mungkin Qisa ini yang dulu kamu ceritakan ke Mami waktu kamu babak belur habis tawuran dan kamu tapi malah senang karena dirawat olehnya itu?" selidik Mami Anye.

"Mami masih inget?" Tanya Alfa nyengir

"Jangan bilang kalau kamu pernah memacarinya kemudian mencampakkannya seperti cewek – cewek kamu sebelumnya? Kamu tau maksud mami kan, dulu kamu seperti itu?!" Mami Anye menatapnya was – was sedang Papi Eric hanya menyimak dengan bengong.

"Dan jangan bilang kamu dulu gak mau lagi balik ke Indonesia karena dia?" cercanya.

Alfa hanya menghela napas panjangnya.

"Begitulah, Mi" jawabnya lemah.

"Jadi kamu nerima perjodohan Papi karena sebenarnya kamu sudah tau gadis itu? Bahkan saat itu papi hanya menyebutkan nama keluarganya saja" giliran Papi Eric yang mencecarnya.

"Ya, Pi. Sebelumnya Alfa memang sudah mencarinya dan sedang mencari cara untuk berbicara lagi dengannya " Alfa menunduk

"Dan sepertinya sekarang kamu benar – benar harus berusaha lebih keras lagi, Alfa, karena gadis incaranmu itu menolak perjodohan ini dan satu lagi, dia belum tau kalau laki – laki yang dijodohkan dengannya adalah kamu. Dan kamu tau apa yang terjadi pada gadismu sekarang? Dia kabur dari rumah setelah orangtuanya memberitahukan tentang perjodohan ini padahal besok seharusnya menjadi hari bersejarahmu bertemu kembali dengan gadis yang pernah kamu campakkan" ucap Papi Alfa telak.

Alfa terperangah, ia menatap papinya tak percaya.

"Papi tidak tau seberapa buruk kamu memperlakukan gadismu dulu bahkan sampai kamu tidak bisa balik ke Indonesia, papi sadar dulu papi tidak terlalu memperhatikan detail itu. Tapi papi tau apa yang sudah kamu lewati selama ini. Papi hanya yakin, kamu bisa memperbaikinya. Berjuanglah, Son! Ingat ada papi yang selalu mendukungmu, dan satu lagi orang yang akan berbahagia lihat ini, kakakmu!" Papi Eric menepuk pundak Alfa kemudian meninggalkannya menuju ruang kerja.

"Mami percaya sama kamu, sayang" ucap Mami Anye, lantas memafaatkan keterdiaman Alfa untuk mencium puncak kepalanya yang setelah beranjak dewasa tak mau diperlakukan seperti anak kecil apalagi sejak kejadian itu. Kemudian menyusul suaminya.

***