Pulau Arm, pulau kecil yang hanya berjarak 5 jam dari rumahnya, yang menyuguhkan sejuta pesona terutama sunsetnya. Pulau terakhir yang ia kunjungi bersama seseorang di masa lalunya, sebelum ia meninggalkannya begitu saja. Ia sering meyakinkan diri sendiri jika sudah tidak mengharapkan kehadirannya kembali tapi setiap kali penat dan gelisah menerpa pulau ini akan menjadi tujuannya. Penjaga pondokan yang menjaga saat ia datang pertama bersamanya, Pak Parli, masih mengingatnya dengan jelas hingga sekarang. Ia tak tau seberapa privat dan mahal sewa di pulau ini karena pengunjungnya sangat terbatas pun tak ada informasi yang tersedia di internet, yang ia tahu saat ia ingin datang ia cukup menghubungi Pak Parli dan semuanya sudah beres.
Dan disinilah Qisa sekarang, hari ini adalah hari ketiganya.
"Hari ini adalah waktunya" gumam Qisa.
Ia keluar dari pondokan dengan gontai menuju gazebo di ujung pulau. Sesekali pikirannya melayang ke rumah. Ia bisa membayangkan seberapa heboh mamanya saat ia tau putri kesayangannya kabur dan semua aksesnya di nonaktifkan apalagi jelang pertemuan dengan lelaki asing calonnya itu.
"Pagi Neng, mau kemana?" sapa Pak Parli.
"Mau ke gazebo Pak, sejak datang kemarin saya belum kesana"
"Tidak sarapan dulu?"
"Tadi sudah minta Bu Parli untuk dibuatkan segelas susu Pak. Oh ya Pak, mungkin nanti siang saya akan makan di rumah makan yang deket dengan resort, kemarin ada menu yang saya sukai"
"Iya Neng, kalo perlu apa – apa Neng bilang saja pada Bapak"
"Iya Pak Parli, terima kasih untuk semuanya ya Pak. Dari dulu bapak selalu baik pada saya"
Pak Parli hanya tersenyum.
"Mari Neng" pamitnya kemudian meninggalkan Qisa yang hanya memandang kepergian Pak Parli.
Kadang Qisa heran kenapa Pak Parli selalu bersikap demikian jika ia bilang terima kasih. Beliau juga selalu menolak saat ia memberinya uang, sekedar tips atau apalah istilahnya. Jadi ia memutuskan untuk mengganti uang itu dengan barang – barang yang menurutnya berguna untuk beliau sekeluarga.
***
Gazebo Ujung Pulau
Pulau Arm adalah pulau kecil dengan ujung berbentuk bukit yang tidak terlalu tinggi. Dari sini pengunjung bisa menikmati semilirnya angin yang menyegarkan, memandang semua penjuru pulau tanpa halangan, dan tentu saja sunset yang melenakan. Ditambah gazebo mini yang nyaman dan beberapa jenis tanaman bunga yang memberi kesan romantic. Ada juga tangga kecil menuju ke pantai mungil yang di bawahnya. Tidak semua orang bisa datang ke gazebo ini sekalipun ia merupakan tamu VVIP dari resort karena hanya Pak Parli yang bisa mengakses jalan kesana. Qisa bangga bisa mengenal Pak Parli, karenanya ia bisa datang kesana tanpa ribet – ribet mencari izin.
Qisa hanya membutuhkan 15 menit dengan jalan kaki untuk mencapai gazebo. Sepanjang jalan ia tak henti – hentinya bersenandung dan memotret beberapa hal yang menurutnya menarik. Hari ini ia berencana untuk menghabiskan waktunya disana dengan berenang dan memotret selagi menunggu sunset datang. Hal ini sangat efektif untuk menghilangkan kegalauannya.
"Selamat datang di Surga tersembunyi!" teriak Qisa pada dirinya sendiri. Ia tersenyum lebar hanya dengan memandang alam sekitar.
Tak jauh dari Qisa berdiri, seorang lelaki tampan menatapnya dengan lekat. Napasnya tertahan kala melihat gadis itu melepas kemeja kotak – kotak merah marunnya. Tanktop hitam dan celana super pendek pink yang dikenakan tak menutup keindahan tubuh yang menjadi impian setiap wanita.
"Kamu tak banyak berubah, Sa" lirihnya. Ia ingin berbalik namun urung. Dilihatnya gadis itu tengah bersiap turun ke pantai bawah sambil menenteng kameranya, tak lupa senyum ceria yang selalu terpancar di wajahnya. Lelaki itu tak membuang kesempatan, ia mengambil gambar sebanyak – banyaknya dari kamera yang dibawanya sendiri. Tak dipungkiri, ia begitu rindu dengan gadisnya itu. Gadis yang ia tinggalkan karena suatu hal yang mengubah kehidupannya. Kini ia ada dihadapannya tapi waktunya belum tepat. Nanti pasti akan ia temui lagi karena ia harus segera pergi.
Sebelum menginjak tangga, Qisa membalikkan badan. Seoalah ada yang tengah mengawasi. Ia mengedarkan pandangannya namun tak menemukan apapun selain hamparan pasir dan tanaman bunga yang mulai bermekaran. Perasaannya aneh. Di kondisi seperti ini mendadak hatinya berdesir. Bukan karena takut atau was – was melainkan karena Ia tak bisa mengelak jika hatinya tengah berharap orang itu menyusulnya kesini. Orang dari masa lalunya, yang meninggalkannya dengan sejuta tanya dan luka, Fafa.
"Lo mikir apa sih, Sa! Ingat, Sa! Laki – laki baik tak akan pergi tanpa sepatah kata. Ia sudah meninggalkanmu sendiri dengan semua luka yang ia torehkan. Sudah cukup waktu untuk menunggunya. Bahkan lo sudah menyia – nyiakan laki – laki yang sangat sayang sama lo, hingga akhirnya memilih selingkuh dari lo karena lo masih terbayang masa lalu" suara hati Qisa mengingatkan.
"Shit!" ia mengumpat dengan keras. Ia melangkahkan kakinya kembali. Ia ingin segera menjernihkan otaknya dengan air laut yang sejak tadi menggodanya, membawa semua kenangan buruknya agar larut serta deru ombak yang tak begitu besar.