Chereads / wiro sableng 212 / Chapter 7 - dewi siluman bukit tunggul 07

Chapter 7 - dewi siluman bukit tunggul 07

Sepasang Arit Hitam renggangkan kedua kaki. Matanya yang cuma satu menyorot marah.

Namun dengan ilmu menyusupkan suara Sepuluh Jari Kematian segera memberi kisikan. "Jangan

teruskan niatmu, Sepasang Arit Hitam. Gadis-gadis ini rata-rata berkepandaian tinggi. Meskipun

kau sanggup kalahkan mereka tapi kita tak bakal bisa ke luar dari pulau ini dengan selamat!"

"Kalau kau mau dicap manusia kwaci mentah, biarlah! Jangan perduli aku!" bentak

Sepasang Arit Hitam. Dia berpaling pada Nariti. "Apakah kau akan maju sendirian atau sekali

berempat?!"

"Hem... jadi ini contoh manusianya yang minta cepat-cepat mampus?!" menyahuti Nariti.

"Tikus tua renta bermata picak mau jual tampang di sarang macan?!" Nariti dan ketiga kawannya

tertawa gelak-gelak.

Sepasang Arit Hitam berkobar amarahnya. Dia maju dengan cepat. Tapi muridnya Si

Telinga Arit Sakti mendahului.

"Guru, biar aku yang kasih pelajaran pada gadis ingusan bermulut besar ini!" kata Telinga

Arit Sakti.

"Bereskan dia dalam tiga jurus!" perintah Sepasang Arit Hitam.

Si Telinga Arit Sakti keluarkan senjatanya yaitu sebilah arit. Semua orang yang ada di situ

boleh dikatakan telah melupakan Wiro Sableng. Pada saat Si Telinga Arit Sakti menyerbu ke depan

dengan satu sambaran dahsyat ke arah leher Nariti maka Pendekar 212 Wiro Sableng melompat dari

tanah seraya berseru. "Kalian bertempurlah sampai mampus! Lain kesempatan kita bertemu lagi!"

"Kawan-kawan! Kejar pemuda itu!" teriak Nariti sambil mengelakkan serangan Telinga Arit

Sakti. Tiga kawannya melompat ke muka, tapi Wiro Sableng sudah lenyap.

Kemarahan Nariti tertumpah bulat-bulat pada Telinga Arit Sakti dan Sepasang Arit Hitam.

Berserulah dia. "Kawan-kawan, tangkap hidup-hidup perempuan tua mata picak itu!"

Ketiga gadis yang tadi melompat mengejar Wiro berbalik dan kini mengurung Sepasang

Arit Hitam.

"Bagus, kalian majulah sekali bertiga biar cepat kumusnahkan!" teriak Sepasang Arit Hitam.

Serentak dengan itu dia keluarkan sepasang arit hitam yang memancarkan warna menggidikkan.

Di lain pihak tiga orang anak buah Dewi Siluman keluarkan tiga buah jala berbentuk aneh.

Jala ini besarnya hanya segumpalan tangan, terbuat dari sutera halus berwarna biru. Ketiganya

memencar mengurung Sepasang Arit Hitam.

Didahului dengan pekik yang dahsyat Sepasang Arit Hitam menyerbu dan bagaikan enam

serangan arit kepada tiga orang lawannya. Warna hitam dari kedua senjatanya menderu mengerikan.

Memaklumi dua buah arit di tangan lawan adalah senjata-senjata mustika sakti, tiga orang

anak buah Dewi Siluman tiada berani membuat jurus adu kekuatan. Mereka menyurut beberapa

langkah ke belakang, begitu sepasang arit lewat maka ketiganya menyerbu ke muka. Secepat kilat

tebarkan jala sutera biru.

Sepasang Arit Hitam sewaktu melihat tiga tebaran warna biru menyungkupi bagian atas

tubuhnya dengan cepat merunduk dan sepasang senjatanya kini menderu ke arah lengan-lengan tiga

orang anak buah Dewi Siluman dari Bukit Tunggul. Tapi serangannya yang kedua ini kembali

mengenai tempat kosong karena dengan sebat tiga gadis baju biru tarik lengan serta jalanya untuk

kemudian menyerang lagi dengan tebaran jala ke arah pinggang dan kaki Sepasang Arit Hitam.

Naiklah amarah Sepasang Arit Hitam. Tiga gadis anak buah Dewi Siluman itu ternyata tidak

mudah baginya untuk merubuhkan. Dia melompat ke udara setinggi empat tombak dan babatkan

arit di tangan kanan ke arah tiga buah jala sedang arit di tangan kiri disapukan dengan ganas pada

kepala ketiga gadis yang mengeroyoknya.

Tiga gadis melengking keras. Tubuh mereka lenyap dan tahu-tahu Sepasang Arit Hitam

merasakan bagaimana salah satu dari jala sutera lawan telah menjirat arit di tangan kanannya.

Betapapun dia coba untuk menariknya dengan sekuat tenaga namun tak berhasil. Dia terpaksa

serahkan arit yang satu itu kepada lawan untuk menyelamatkan lengannya dari sambaran dua jala

sutera lainnya.

Ketiga gadis tertawa mengejek.

Seorang di antara mereka berkata. "Inikah nenek-nenek sakti tokoh dunia persilatan terkenal

yang bergelar Sepasang Arit Hitam itu? Huah! Nyatanya tak lebih dari bangsa kurcaci saja!"

Bola mata kiri Sepasang Arit Hitam kelihatan seperti berapi-api sedang mata kanannya yang

berlobang besar tampak tambah cekung menggidikkan.

Perempuan tua ini pindahkan arit yang di tangan kirinya ke tangan kanan.

"Gadis-gadis keparat! Kenalkah kalian akan jurus lain?!"

Tiga orang anak buah Dewi Siluman sunggingkan senyum mengejek. Tapi karena ingin tahu

mereka menunggu dan memperhatikan. Sepasang Arit Hitam berdiri dengan kaki merenggang.

Tangan kiri diangkat tinggi-tinggi agak ke belakang kepala sedang arit di tangan kanan diacungkan

lurus-lurus ke muka. Kelihatannya acungan arit itu merupakan bulan-bulanan serangan yang empuk,

namun jika seorang coba menyerang maka secepat kilat tangan kiri akan memukul ke muka, arit

berkiblat dan kaki kiri menendang. Jika tiga serangan ini masih gagal maka dengan menjejakkan

kaki kanan ke bumi, Sepasang Arit Hitam akan sanggup lancarkan serangan susulan yang lebih

ganas dari yang pertama tadi.

Karena memang tidak mengenali jurus apa yang bakal dikeluarkan si nenek, namun melihat

sikap dan tampang si nenek yang demikian menggidikkan, tiga gadis itu diam-diam memaklumi

bahwa lawan mereka hendak mengeluarkan satu jurus serangan yang dahsyat. Karenanya ketiga

gadis ini bersiap siaga. Bagi pihak mereka sendiri jika lawan mereka itu salah-salah langkah dalam

lancarkan serangan akan segera pula menjadi mangsa mereka.

Sementara itu pertempuran antara Nariti dan Si Telinga Arit Sakti berjalan sangat seru.

Telinga Arit Sakti kirimkan jurus-jurus yang mematikan. Aritnya yang putih mengeluarkan sinar

bergulung-gulung melanda ke arah Nariti. Namun Nariti sendiri bukanlah seorang lawan jenis

murahan. Tubuhnya hampir lenyap dari pemandangan, cuma bayangan warna biru pakaiannya saja

yang kelihatan berkelebat kian kemari.

Mendadak sontak terdengar pekik menggidikkan keluar dari mulut Nariti.

Belum habis pekik itu menyusul lengkingan Si Telinga Arit Sakti. Senjatanya kelihatan

mental ke udara. Satu tangan menyambar senjata itu. Dan sekejap kemudian arit putih itu menderu

laksana kilat ke arah batang leher pemiliknya sendiri.

"Tahan!" teriak Sepuluh Jari Kematian yang menyaksikan bagaimana Si Telinga Arit Sakti

tiada sanggup mengelakkan serangan maut itu.

Tapi mana Nariti mau ambil perduli teriakan tokoh silat itu. Arit di tangannya terus menderu

dan "Cras!" Putuslah leher Telinga Arit Sakti. Tubuh dan kepala terpisah. Darah menyembur

mengerikan.

Sepasang Arit Hitam pelototkan mata kirinya besar-besar sewaktu di hadapannya

menggelinding kepala muridnya sendiri. Dari tenggorokannya keluar suara mengaum macam

harimau lapar dan sekejap kemudian tubuhnya pun berkelebat ke muka, lancarkan satu jurus

serangan yang sejak tadi disiapkannya yaitu jurus "Tiga Naga Mengamuk Di Atas Air Laut".

Jurus ini memang bukan olah-olah dahsyat dan ganasnya. Arit di tangan kanan menderu

berputar-putar macam kepala seekor naga. Tangan kiri memukul ke depan laksana kepala naga

mematuk sedang kaki kiri menyapu laksana ekor naga mematil. Debu dan pasir jalanan beterbangan,

daun-daun pohon bergetar dan banyak yang gugur karena untuk lancarkan jurus hebat itu Sepasang

Arit Hitam kerahkan seluruh bagian tenaga dalamnya.

Tiga anak buah Dewi Siluman dari Bukit Tunggul tidak tinggal diam. Masing-masing

mereka berteriak nyaring dan tangan kiri dipukulkan ke depan. Tiga larik sinar biru kelihatan

dengan ganas memapas jurus "Tiga Naga Mengamuk Di Atas Air Laut" dari Sepasang Arit Sakti itu.

"Tobat! Tobat!" seru Sepuluh Jari Kematian seraya pukul-pukul keningnya sendiri. "Demi

setan hentikan pertempuran ini! Kalau tidak kalian sama saja dengan bunuh diri!"

"Bakul kentut!" semprot Nariti. "Kau tak usah jual bacot! Jangan campuri urusan yang tak

ada sangkut pautnya dengan dirimu!"

Rahang-rahang Sepuluh Jari Kematian kelihatan menonjol. Kedua tangannya mengepal.

"Gadis...." desisnya, "Kalau tidak memandang muka Dewimu, aku tak akan terima ucapanmu itu!"

Nariti tertawa dingin dan mengejek. "Kalau kau punya nyali, silahkan masuk ke dalam kalangan

pertempuran!" kata gadis itu seraya goyangkan kepalanya ke arah pertempuran yang berlangsung.

Sepuluh Jari Kematian hendak buka mulut namun di saat itu terdengar pekikan salah

seorang dari tiga gadis pengeroyok sepasang Arit Hitam. Tubuh gadis ini mental dan lengannya

sebelah kanan patah di makan tendangan kaki kiri sepasang Arit Hitam. Meski dapat mencelakakan

salah seorang pengeroyoknya namun nenek-nenek sakti ini tiada sanggup mengelitkan libatan jala

sutera biru salah seorang lawan lainnya pada kaki kirinya yang tadi menendang. Dalam dia bergulat

untuk membebaskan kaki kiri itu, jala kedua menderu melibat bagian tubuhnya mulai dari dada

sampai ke kepala. Betapapun tokoh silat ini bergulat untuk membebaskan diri namun sia-sia belaka.

Jala yang terbuat dari sutera halus biru itu mempunyai kekuatan yang hebat sekali. Sepasang Arit

Hitam menggerung, jatuhkan diri ke tanah dan berguling dalam masih berusaha membebaskan diri.

Gulingan tubuhnya terhenti sewaktu Nariti injakkan kaki kanannya di perut tokoh silat tua

itu.

"Tak satu kekuatan pun yang sanggup melepaskan jiratan jala itu!" kata Nariti dengan nada

bengis. Sekali kakinya menendang maka pingsanlah Sepasang Arit Hitam.

"Kau keterlaluan!" teriak Sepuluh Jari Kematian marah sekali.

Nariti tertawa dingin dan menjawab. "Terhadapmu aku bisa berlaku lebih keterlaluan lagi,

kakek-kakek bakul kentut!"

"Tutup mulutmu setan alas!" damprat Sepuluh Jari Kematian.

Nariti mengekeh. Meski wajahnya jelita, tapi mimiknya waktu mengekeh itu menyeramkan

sekali.

"Orang tua bakul kentut sialan! Kalau saja Dewi kami tidak memerintahkan membawamu

hidup-hidup ke istananya niscaya tubuhmu sudah jadi bangkai saat ini!"

"Penghinaan dan kesombonganmu sudah lewat batas, gadis hijau! Di lain hari kelak kau

akan rasakan akibatnya!"

Nariti tertawa gelak-gelak. Tubuh Sepasang Arit Hitam dipanggulnya di bahu kiri kemudian

katanya pada Sepuluh Jari Kematian. "Ikuti kami! Sekali kau berbuat yang tidak kuinginkan, kau

akan menyesal sampai ke liang kubur!"

Meski kemarahan tidak tertahan lagi oleh tokoh silat yang namanya telah menggetarkan

dunia persilatan itu, namun mau tak mau, karena mengingat hubungan baiknya selama ini dengan

Dewi Siluman dan kedatangannya ke Pulau Madura itu justru atas undangan Sang Dewi maka

akhirnya Sepuluh Jari Kematian mengikuti juga keempat gadis itu dari belakang.