Chereads / Suamiku mantan gay / Chapter 18 - BIMBANG

Chapter 18 - BIMBANG

Sesuai janji, pagi ini Elis akan meberi jawaban atas

keputusannya menerima atau tidaknya tawaran bu Marissa dan suaminya untuk

menjadi pembantu rumah tangganya.  Dia

pernah ada dalam dua pilihan, namun tak serumit ini.

Tidak menunggu di gang biasanya, sekitar lima menit, sebuah

mobil berwarna merah pun berhenti tepat di depannya. Kemudian, sorang wanita

dengan jas dan rok span selutut dan spatun hak tinggi berwarna hitam mengkilap

turun dan melempar senyum kepadanya.

"Maaf ya, Elis. Kamu sudah lama menunggu."

"Tidak, Bu. Saya juga baru saja tiba. "

"Bagaimana Elis? Apakah kamu bersedia? Kapan kamu siap untuk

bekerja di rumah saya?"

Elis menatap dalam mata wanita di hadapannya penuh dengan

harap agar ia menerimanya. Tapi, rasanya begitu berat.

"Saya tidak bermaksut untuk menolaknya, Bu. Tapi, saya jujur

masih bingung."

"Apa yang kamu bingungkan? Saya akan kasih kamu gaji awal

dua juta, gimana? Nanti kalau hasil kerja kamu bagus dan saya cocok, pasti juga

akan saya naikin."

Elis mulai bimbang dalam hatinya. Cita-cita, impian,

persahabat, sungguh membuatnya bagaikan makan buah simalakama saja.

"Saya jujur sangat ingin bekerja di tempat anda, Bu. Apalagi

dengan penghasilan tetap. Karena mimpi saya datang kemari juga untuk

mendapatkan uang banyak dengan cara halal. Tapi,… " Gafis itu tak melanjutkan

kalimatnya karena ia terlalu sungkan.

"Tapi, apa Elis? Katakan biar ibu mengerti, siapa tahu saja

ibu bisa memberikan solusi untuk kamu," ucap wanita paruh baya itu dengan

bersungguh-sungguh.

"Ceritanya terlalu Panjang, Bu. Saya khawatir anda terlambak

ke kantor, bagaimana kalau lain waktu saja saya akan ceritakan pada anda," usul

bicah itu dengan sopan.

Mendengar jawaban Elis, Marissa secara spontan melihat ke

arah arloji yang melingkar di pergelangan kirinya. "bagaimana kalau jam

duabelas siang nanti saya tunggu kamu di sini?"

"Apakah tidak mengganggu waktu anda?"

"Tentu ssja tidak. Kantorku tidak jauh dari sini. Waktu

istirahat juga satu jam, apakah itu cukup?"

"Isyaallah, cukup."

Marissa pun akhirnya pergi meninggalkan Elis ke kantor

dengan harapan bisa memperkerjakan Elis. Apapun yang telah menjadi kendala

gadis itu, pasti tidaklah hal besar, sebab ia sudah mencari info ke kampung

halamannya, dia memang bukan orang yang aneh-aneh. Harusnya, kalau pun ada

syarat juga tidak berat untuk disetujui, bukan?

**123

Sinar mentari pagi yang menyilaukan masuk menembus gorden

tipis yang terpasang pada jendela kamar yuang di dalamnya ditempati oleh iua

pria dengan wajah yang sama-sama tampan dan postur tubuh yang aduhai. Bagaimana

tidak? Srlain tampan mereka sama-sama memiliki mata tajam, rahang yang kokoh,

dada bidang sert perut sixpack selain tinggi rata-rata 180cm. Melihat yang

seperti itu, wanita mana yang tidak akan tergoda?

Tapi, sayang… Siapapun yang akan jatuh cinta pada salah satu

pria itu jharus siap-siap ditolak dan patah hati. Sebab, secantik dan semenarik

apapun, entah sexy atau semox, tak akan membuat mereka tertarik. Sebab, mereka

adalah pasangan penyuka sesama jenis. Ya, mereka Aldo dan Riyan yang sudah

hampir satu bulan ini menjadi pasangan kekasih gay.

"Uuuuh, Yan, uda siang, nih! Lu ga bangun?" ucap Aldo sambil

mengeliat, mengencangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Sehingga nampak

memamerkan tubuhnya yang kelewat sexy.

"Jam berapa, Sih? Aku gak ada kuliah hari ini. Kita di

kos-kosan saja, lah. Aku capek," jawab Riyan sambil  menarik selimut kembali menutupi tubuhnya

yang polos tanpa sehelai benang pun.

"Ya, kita kan bisa jogging sambil cuci mata, Yan. Hehehe,"

jawab Al dao sambil nyengir dan menggaruk  kepalanya yang tidak gata.

Mendengar candaan yang dilontarkan Alo, Riyan punlangsung

bangkit dengan wajah penuh amarah karena jelouse.

"kamu bilang apa barusan?" bentak Riyan, matanya menyorot

tajam memandang pria yang ada di depannya.

"Apa, sih? Aku cu,a bercanda saja, gitu saja kamu sudah

ngambeg?" Aldo tersenyum miring kemudian berlalu keluar kamar kos hanya dengan

mengenakan celana kolor saja tanpa busana.

Sementara Riyan, ia masih bermalas-malasan di atas ranjang

kamar Aldo. Sebab, semalam ia yang banyak bekerja keras untuk memuaskan pria

yang dicintainya.

Tak lama kemudian, sekitar sepuluh menit, Aldo sudah kembali

dengan nampan berisi dua piring nasi goreng dengan toping telur ayam mata sapi

dan dua gelas susu segar. "Yan, ayo sarapan! Dih, malah molor lagi."

Aldo meletakkan nampan

tersebut diatas nakas, kemudian ia menarik selimut Riyan perlahan untuk

membangunkan. "Yan… Bangun, donk! Ayo sarapan, kita jangan malas-malasan begini

donk! Walaupun  ini hari libur, kita ya

tetap harus menjalankan pola hidup sehat, ayuk!"

Mulanya Riyan diam tak hiraukan panggilan kekasihnya. Tapi,

di pagi hariiii para kau madam memang identic dengan nafsu dan gairah yang

lebih tinggi. Iseng-iseng, Riyan meraih leher Aldo, menariknya dalam dekapannya

dan melumat bibir pria itu.

Aldo, yang semula ingin olahraga lari pagi, akhirnya pun

gagal karena terbuai oleh ulah Riyan yang dilakukan kepadanya.

"Riyan, kau ini biasa, deh… Suka banget bikin serangan fajar."

"Habis kamu genit, memang apa yang ingin kau lihat di taman

untuk cuci mata? Para remaja, atau mereka suami orang?" ucap Riyan sambil

melakukan gerakan maju mundur di belakang tubuh Aldo.

Awalnya Aldo masih bisa bersikap tenang dengan posisi bertumpu

pada kedua tangan dan lututnya. Tapi, Riyan yang menyukai suara desahan Aldo,

ia semakin keras melakukan gerakannya, hingga pria yang disodoknya pun

mengeluarkan suara desahan yang sedikit kencang.

Permainan mereka cukup lama, berlangsung sekitar  duapuluh lima menit. Keduanya sama-sama

terkapar dan lemas penuh dengan peluh dan keringat.

"Do, Apa rencanamu setelah kuliah? Masak kita tetap jadi

pelayan kafe saja terus? Rugi emak dan bapak kita yang nyekolahin kita

tinggi-tinggi dong.

Aldo hanya diam tak menjawab. Namun di dalam hatinya ia berkata,

'Mana yang menyedihkan? Anak status sarjana dan bekerja di perusaan besar

dengan gaji awal enam juta. Tapi, sakit? Atau, anak mereka gagal masuk dalam

perusahaan besar. Tetap jadis barista di café, tapi jiwanya sehat?'

"Al! Heh, ngelamun saja kau. Ayo makan, nasinya uda dingin,

nih!" ucap Riyan sambil mengambil sepiring nasi goreng yang disajikan Aldo

sekitar setengah jam yang lalu. Bukan mulai dingin lagi, sih. Ini memang sudah

dingin.

Begitulah keseharian Aldo dan Riyan. Mereka sama-sama kompak

dalam hal apapun, hanya mereka yang sudah luas pergaulannya yang ,memiliki

insting dan kecurigaan bahwa mereka pasangan G. Sedangkan mereka yang polos, pasti

ngiranya mereka hanyalah sahabat atau masih ada ikatan saudara. Sepupu

misalnya.

Sampai pada akhirnya, mereka masuk ke sebuah perusahaan

besar. Di mana perusaan itu membuka lowongan di banyak bidang. Riyan, yang dari

SMA sudah menekuni bidang akuntansi, dia melamar dibagian Admistrasi. Sementara

Aldo yang sudah menyukai hal-hal yang berbau dengan multimedia, dia dia ambil

jurusan konter editot. Sampai pada akhirnya, hampir satu bulan lamanya, mereka

sama-sama mendapatkan telfon dari perusaan untuk interview dan mereka pun sama-sama

diterima bekerja di perusaan itu. Walaupun beda devisi, namun juga masih satu

perusahaan, kan?.