Chereads / INCESTUOUS MARRIAGE (Pernikahan Sedarah) / Chapter 9 - BAB 09 - INCESTUOUS MARRIAGE

Chapter 9 - BAB 09 - INCESTUOUS MARRIAGE

IM.09 OBAT PEMICU DEPRESI

"Apa ada yang bisa aku bantu, Nona?" Cassey kembali bertanya kepadaku saat ia telah berdiri tidak jauh dariku.

Aku tersenyum tipis padanya lalu menjawab, "Ya, aku butuh bantuanmu. Apakah kamu bisa merahasiakan semua itu dari Albert?"

Dengan wajah kebingungan ia kembali bertanya, "Maksud Nona? Hal apa yang harus aku rahasiakan daari Tuan Albert?"

"Apa Allura sudah ditemukan, Cassey?"

"Aku belum bertemu dengan Nyonya Ma. Tapi aku sudah mendapatkan informasi dimana beliau berada."

"Ya, aku tahu itu. Bisakah kita bekerja sama?"

"Maksud Nona?"

Aku menarik nafas dalam lalu menjawab, "Apa kamu tidak mengerti maksudku, Cassey? Aku ingin kita saling bekerja sama."

"Maaf, Nona. Aku benar-benar tidak mengerti. Bisakah Nona menjalaskan kerja sama apa yang Nona maksud?" Cassey bertanya dengan wajah yang semakin kebingungan.

Aku kembali menarik nafas dalam dan membuangnya dengan lembut untuk melampiaskan rasa kesalku dengan elegan, Kemudian dengan suara rendah aku berkata, "Baiklah, aku tidak ingin berbelit-belit lagi. Aku... Aku ingin kamu merahasiakan keberadaan Allura dan tidak memberi tahu berita yang baru saja kamu dapatkan itu kepada Albert."

"Memangnya kenapa, Nona. Aku harus memberi tahu Tuan Ma karena beliau telah mencari Nyonya Ma begitu lama."

"Kamu tidak perlu tahu apa alasanku melarangmu. Aku hanya ingin kamu tidak memberitahu Albert tentang itu semua."

"Atas dasar apa Nona memintaku untuk bekerja sama? Kita bukan rekan kerja ataupun rekan bisnis, Nona. Nona juga tidak berhak untuk memerintahku. Karena aku bukan bawahan Nona."

Aku tersenyum miring mendengar ucapan Cassey yang masih berdiri di hadapanku. Melihat kesetiaannya yang telah bekerja selama bertahun-tahun untuk Ma's Property, sejak Albert Ma masih single dan tinggal di Inggris hingga kini, aku merasa ia sangat sulit untuk diajak bekerja sama. Tapi aku akan mencoba membujuknya dengan berkata, "Aku memang bukan rekan kerja maupun atasanmu, Cassey. Tapi aku akan segera menjadi atasanmu. Jika kamu mau bekerja sama denganku, kamu akan mendapatkan keuntungan. Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya."

"Apa Nona sedang mengancamku?"

"Tidak. Aku tidak mengancammu. Aku hanya ingin mengatakan apa yang ingin aku katakan. Bagaimana? Apa kita bisa bekerja sama, Cassey?"

"Maaf, Nona. Aku tidak bisa." Cassey menjawab dengan nada acuh tak acuh.

Tanpa berpikir panjang, aku yang tidak ingin menyerah mengeluarkan sebuah cek dari dalam tasku. Kemudian aku mengulurkan tangan dan memberikannya kepada Cassey sembari berkata, "Tulislah berapa jumlah uang yang kamu inginkan! Aku akan memberikan berapa pun yang kamu mau asalkan kamu tidak memberi tahu Albert."

Cassey tersenyum tipis padaku. Tanpa mempedulikan cek yang ada di hadapannya ia menjawab, "Maaf, Nona. Aku tidak bisa menerima tawaran kerja sama ini. Aku tidak ingin mengkhianati Tuan dan Nyonya Ma yang sudah sangat baik padaku. Lagi pula aku tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain demi memuaskan obsesi Nona."

Mendengar jawaban dari Cassey yang telah menolak tawaran dariku, membuatku merasa kesal. Ingin rasanya aku memaksa Cassey untuk menerima cek dariku sebagai uang penutup mulut. Namun hanya dalam sekejap mata, ia berlalu pergi meninggalkanku yang masih berdiri tegak di posisi semula. Membuatku yang tidak ingin Allura Gibson kembali ke pelukan Albert Ma, dengan terpaksa melakukan hal yang lebih keras.

Saat Cassey berjalan semakin menjauhiku, aku yang tidak ingin gagal kembali bersuara, "Cassey, bukankah sekarang ayahmu sedang terbaring koma di salah satu rumah sakit di London? Aku bisa membuatmu tidak bertemu dengan ayahmu lagi jika kamu tidak mengikuti keinginanaku. Atau aku juga bisa membuatmu segera pulang ke London untuk menghadiri pemakaman ayahmu. Jadi kamu harus segera menentukan pilihanmu."

Seketika Cassey berhenti melangkah setelah mendengar ucapanku. Dari awal aku teringat pada kondisi ayahnya di rumah sakit milik keluargaku di London, aku tahu ini akan menjadi kelemahannya. Dan hatiku pun merasa begitu senang melihatnya yang berbalik badan menghadapku. Saat ia telah berdiri menghadapku, dengan mata berkaca-kaca ia berkata, "Nona, jangan ganggu ayahku. Jangan libatkan keluargaku dalam hal ini."

"Jika kamu tidak ingin keluargamu terlibat, terimalah cek ini dan tulis berapa pun uang yang kamu mau. Aku akan menjamin perawatan ayahmu di rumah sakit. Tugasmu hanyalah diam tanpa memberi tahu apapun kepada Albert. Hanya itu. Aku tidak ingin Allura kembali bersama Albert."

Belum sempat Cassey menanggapi ucapanku, tiba-tiba ponsel yang ada di dalam tasku berbunyi. Dengan segera aku mengeluarkan ponsel dari dalam tasku, lalu menjawab panggilan telepon dari Firash sambil melangkah menjauhi Cassey. Dengan suara rendah aku berkata, "Hallo, Firash."

"Nona, ada kabar buruk."

"Kabar buruk? Apa yang terjadi, Firash?"

"Nona, pria bernama Joshua yang bersama Allura itu mengetahui apa yang telah kita lakukan."

"Maksudmu?"

"Joshua mengetahui bahwa kita telah mengganti obat dan vitamin untuk Allura, Nona."

Dengan nada kaget bercampur panik aku bertanya, "Apa? Itu tidak boleh terjadi. Itu tidak boleh terjadi. Joshua dan Allura tidak boleh mengetahui itu semua. Aku tidak ingin Joshua melaporkannya kepada Albert. Aku juga tidak ingin Allura kembali ke Singapore dan bersama Albert. Itu tidak boleh terjadi. Lakukan apapun yang bisa dilakukan agar rahasia itu tidak bocor. Kamu juga boleh melenyapkan nyawanya jika itu perlu. Yang terpenting semua rencanaku tidak boleh gagal."

"Baiklah, Nona. Aku akan melakukannya."

Setelah aku dan Firash mengakhiri pembicaraan via telepon, aku kembali menghampiri Cassey yang masih berdiri di posisi semula. Kemudian aku memberikan cek yang masih ada di tanganku sembari berkata, "Tulislah berapa uang yang kamu mau, Cassey. Dengan memilih untuk tutup mulut, kamu telah menyelamatkan nyawamu sendiri dan juga keluargamu."

****

JOSHUA

Mengingat Allura Gibson yang tiba-tiba memperlihatkan sikap aneh saat kami menonton Punakha Tshechu, membuatku terus memikirkannya di sepanjang perjalanan pulang menuju Thimphu. Di tambah lagi ia yang semalam mengalami mimpi buruk dan berteriak tidak karuan hingga membangunkanku, membuatku semakin merasa ada yang aneh dengan dirinya. Aku sangat mengenal Allura Gibson sejak beberapa tahun lalu. Selama aku mengenalnya, aku tidak pernah menemukan ada gelagat yang aneh pada dirinya. Namun semenjak ia memerikasakan kehamilannya dan meminum obat serta vitamin dari dokter kenalanku, ia memang terlihat berubah. Ia tidak hanya terlihat semakin lama semakin murung dan lusuh dari yang biasanya. Tapi ia juga bersikap aneh seperti kemarin dan tadi malam seolah ada sesuatu hal yang mengganggu pikirannya. Mungkinkah ia mengalami depresi akibat permasalahan rumah tangganya?

Pagi ini aku masih terus memikirkan kejadian kemarin yang terjadi kepada Allura Gibson. Dalam waktu bersamaan aku juga teringat pada ucapannya saat kami dalam perjalanan menuju kota Punakha. Ia mengatakan bahwa ia merasakan suatu tekanan dan emosional yang tidak terkendali setiap kali selesai meminum obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter yang telah memeriksanya waktu itu. Membuatku berpikir bahwa semua itu ada kaitannya dengan obat dan vitamin yang telah ia konsumsi. Mungkinkah sang dokter memberikan obat yang salah kepada Allura Gibson? Agar tidak ada kesalah pahaman, aku membawa beberapa butir obat dan vitamin yang dimiliki oleh Allura Gibson kepada sang dokter itu kembali. Lalu aku pun memberinya berbagai pertanyaan yang sangat mengganjal dalam pikiranku.

"Jadi bagaimana, Dok? Kenapa obat dan vitamin yang Dokter berikan kepada Lula itu membuatnya terlihat begitu aneh? Ia terlihat seperti seseorang yang depresi." Aku bertanya kepada sang dokter yang baru saja selesai memeriksakan obat dan vitamin yang aku berikan padanya beberapa saat yang lalu.

Sang dokter terdiam beberapa saat lalu menjawab, "Tuan Joshua, obat dan vitamin yang Tuan bawa ini bukanlah obat dan vitamin yang aku resepkan waktu itu."

Seketika aku merasa kesal mendengar jawaban sang dokter yang seolah ingin lepas tangan atas apa yang tejadi kepada Allura Gibson. Namun aku berusaha untuk tetap tenang dan bertanya dengan cara baik-baik, "Kenapa Dokter berkata seperti itu? Waktu itu aku dan Lula pergi ke apotek untuk mengambil obat dan vitamin yang telah Dokter resepkan. Bagaimana bisa Dokter mengatakan bahwa itu bukan resep dari Dokter?"

"Tuan Joshua, waktu itu aku hanya memberikan obat dan vitamin yang akan menunjang pertumbuhan janin dengan baik. Sedangkan obat yang Tuan Joshua bawa kemari ini mengandung zat yang dapat memicu depresi. Di dalam obat-obat ini terdapat zat yang dapat menurunkan tekanan darah, jantung, dan asam lambung serta antacids dengan dosis tinggi yang dapat memicu depresi. Jika aku boleh bertanya, apakah hubungan Tuan dengan Nyonya Lula baik-baik saja?"

Aku tertegun sejenak menatap sang dokter yang baru saja bertanya padaku. Belum sempat aku menanggapinya sang dokter kembali bersuara, "Maaf, Tuan Joshua. Aku tidak bermaksud mencampuri urusan rumah tangga Tuan. Tapi depresi dapat berawal dari hubungan yang tidak baik antara Nyonya Lula dengan keluarga atau lingkungan. Sedangkan obat-obatan yang ia konsumsi itu menjadi penunjang dari depresi tersebut."

"Dokter, sebenarnya aku bukanlah suami dari Lula Gibson. Aku hanyalah seorang teman baiknya yang membantunya saat ini. Kami memang hidup bersama di satu atap, tapi hubungan diantara kami berdua tidak lebih dari teman. Sedangkan anak yang tengah dikandung oleh Lula itu adalah anak dari teman lamaku. Hanya saja saat ini ia sedang mengalami konflik keluarga yang membuatnya pindah kemari bersamaku. Jadi aku bukanlah ayah dari bayi itu." aku menjelaskan kepada sang dokter setelah terdiam cukup lama.

Sang dokter menarik nafas dalam dan tersenyum tipis kepadaku. Kemudian dengan tenang ia berkata, "Baiklah, aku mengerti. Tapi perlu aku tegaskan kepada Tuan, obat-obatan yang Tuan bawa kemari ini bukanlah resep dariku."

"Jika obat-obatan ini bukan resep dari Dokter, kenapa pihak apotek memberikannya kepada kami?"

"Aku memang tidak tahu pasti kenapa pihak apotek memberikan obat-obatan yang dapat memicu depresi tersebut. Mungkin saja ini merupakan kelalaian dan kesalah mereka hingga salah memberikan obat. Tapi aku akan mencari tahu lebih lanjut tentang hal ini. Dan untuk Nyonya Lula, lebih baik Tuan membawanya kemari agar bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk dapat memastikan kondisinya yang sebenarnya. Aku sangat takut jika terjadi hal buruk pada bayinya. Oh iya, satu lagi. Hentikan mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Karena itu tidak baik untuk kandungannya dan juga dirinya."

"Baik, Dok. Aku akan segera membawa Lula kemari. Terima kasih atas penjelasannya. Kalau begitu aku permisi dulu." Aku berkata sambil bangkit dari kursi yan dari tadi aku duduki.

"Sama-sama, Tuan Joshua. Biar aku antar Tuan hingga ke depan."

"Tidak usah, Dok. Melayani pasien setelah ini juga sangat penting."

"Baiklah. Jangan lupa segera bawa Nyonya Lula kemari, Tuan Joshua."

"Baik, Dok. Setelah sampai di rumah, aku akan membawanya kembali ke rumah sakit. Karena aku tidak ingin suatu hal buruk terjadi padanya."

Setelah aku keluar dari ruangan sang dokter, aku yang hendak segera pulang melangkah menuju area parkir yang berjarak cukup jauh dari ruangan praktek. Aku berjalan dengan langkah besar, melewati beberapa koridor yang pagi ini cukup ramai. Dalam waktu bersamaan aku juga memikirkan segala kemungkinan terjadi beberapa hari terakhir semenjak aku menemani Allura Gibson memeriksakan kehamilannya. Selama kami tinggal di Thimphu ini, tidak ada kejanggalan yang aku rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Aku dan Allura Gibson yang tidak memiliki banyak teman juga tidak merasa memiliki musuh yang kapanpun bisa mencelakai kami. Namun entah kenapa saat ini aku merasa ada yang sengaja menukar obat dan vitamin yang diresepkan oleh dokter dengan obat pemicu depresi.

Siapa yang berani melakukan ini semua? Apa tujuannya menukar obat dan vitamin untuk ibu hamil dengan obat pemicu depresi? Selama tinggal di Thimphu ini bersamaku, Allura tidak memiliki seorang pun teman. Di dunia kerja aku juga tidak merasa memiliki musuh. Tapi kenapa ini bisa terjadi? Jika memang hal itu telah direncanakan seseorang, siapa orangnya? ucapku membatin.

Aku berjalan dengan langkah tergesa-gesa sambil larut dalam pemikiranku sendiri. Saat aku telah sampai di area parkir dan hendak menuju mobilku, tiba-tiba aku melihat sebuah mobil melaju dengan kencang dari arah berlawanan. Aku yang merasa begitu kaget tertegun sejenak melihat mobil yang berjalan ke arahku. Hingga akhirnya aku tidak sempat mengelak dan mobil yang melaju dengan kencang itu pun menabrakku. BRAK...!