Chereads / INCESTUOUS MARRIAGE (Pernikahan Sedarah) / Chapter 10 - BAB 10 - INCESTUOUS MARRIAGE

Chapter 10 - BAB 10 - INCESTUOUS MARRIAGE

IM.10 KEHILANGAN SEORANG SAHABAT

ALLURA GIBSON

Rasanya sudah cukup lama aku tinggal di Thimphu ini bersama Joshua tanpa melakukan apa-apa. Setiap harinya aku hanya mengurung diri di rumah dan larut dalam emosi yang berkecamuk tak tahu arah. Ingin rasanya aku pergi keluar rumah untuk bekerja. Namun statusku sebagai wanita hamil dan kondisi tubuhku yang terasa semakin lama semakin menurun, membuatku berpikir cukup lama untuk mencari pekerjaan. Aku tidak hanya merasakan bosan karena selalu berada di rumah tanpa adanya interaksi dengan orang luar. Tapi aku juga merasa menjadi orang yang tidak berguna karena selalu menggantungkan hidupku kepada orang lain seperti Joshua.

Setelah mengantar Joshua yang akan pergi bekerja hingga ke depan rumah, tadinya aku berencana akan pergi keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Namun entah kenapa, setelah meminum obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter kandungan kepadaku, tiba-tiba tubuhku terasa melemah. Selain itu suasana hatiku yang tadinya baik-baik saja, seketika berkecamuk dengan berbagai permasalahan yang menumpuk di benakku. Aku selalu berharap hati dan pikiranku bisa berdamai dengan keadaan yang sedang aku jalani saat ini. Namun semakin lama aku merasa semakin terpuruk lebih dalam hingga sulit untuk bangkit.

Bagaimana tidak? Setiap kali aku sendirian di rumah, aku selalu dibayangi oleh masa laluku yang begitu indah dengan akhirnya yang menyakitkan. Aku telah mencoba untuk menepis semua perasaan tidak nyaman itu. Namun semakin aku berusaha untuk tenang, semakin aku merasa tertekan. Seperti yang aku rasakan saat ini. Disaat aku sendirian di rumah, aku akan merasakan sedih yang begitu hebat hingga membuatku menangis secara tiba-tiba dalam waktu cukup lama. Dan hal ini sering aku alami beberapa saat setelah menkonsumsi obat dan vitamin yang resepkan dokter untukku. Mungkinkah ini pengaruh dari hormon kehamilanku?

Selama hamil anak keduaku ini, aku merasa ada banyak perubahan dalam diriku dari yang sebelumnya. Aku tidak hanya merasakan suasana hati yang buruk dan sedih yang berkelanjutan hingga menangis cukup lama. Namun aku juga merasa bersalah, putus asa, rendah diri dan tidak berharga setiap kali teringat pada masa lalu yang menyakitkan. Selain itu aku juga mudah merasa lelah dan kehilangan tenaga hingga tak berselera untuk makan. Bahkan sesekali muncul keinginan untuk bunuh diri disaat aku tidak lagi mampu mengatasi semua hal buruk yang menumpuk dalam benakku.

Di satu sisi, aku ingin berhenti mengkonsumsi obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter kandungan tersebut. Karena aku selalu merasakan perubahan yang signifikan ke arah yang lebih buruk setiap kali selesai meminumnya. Namun di sisi lain aku sadar dengan kondisiku yang tengah hamil. Semua obat dan vitamin itu telah diresepkan dokter untukku. Pastinya semua itu sangat baik untuk calon bayiku dan juga diriku. Sehingga aku memilih untuk terus mengkonsumsinya sesuai dengan anjuran dokter kepadaku.

Saat tubuhku terasa lemah dan tak bertenaga, aku mengurungkan niatku untuk pergi keluar rumah dan kembali ke kamar. Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur dengan suasana hati yang kacau dan rasa cemas yang berlebihan. Dalam waktu bersamaan semua kenangan buruk di masa lalu muncul dalam benakku secara tiba-tiba. Aku tidak hanya teringat pada Adrian Ma yang hilang ditelan ombak dan Albert Ma yang melontarkan kata-kata yang menyakitkan padaku. Tapi kejadian dulu saat Albert Ma merenggut kebebasanku juga kembali terlintas dalam benakku. Semua hal buruk itu bercampur aduk menjadi satu. Membuatku yang sangat terluka oleh kenyataan, mengalai trauma yang begitu mendalam.

"Tidak... Tidak... Adrian masih hidup. Ia pasti pulang untuk berkumpul bersamaku. Tidak, Adrian tidak tenggelam. Ia baru saja berenang tidak jauh dariku. Bagaimana mungkin ia bisa tenggelam. BAGAIMANA IA BISA TENGGELAM DAN HILANG BEGITU SAJA?"

Setelah berteriak untuk meluapkan emosiku yang tak terkendali, tiba-tiba wajah mungil Adrian Ma saat ia masih bayi melintas dalam pikiranku. Aku tersenyum sejenak mengingat wajah mungilnya yang lucu dan begitu tampan. Namun senyumanku seketika memudar saat teringat dengan senyuman dan lesung pipinya yang mirip dengan Albert Ma. Dalam waktu bersamaan aku merasa kembali ke suasana pantai yang cukup gaduh dimana saat itu Adrian Ma lepas dari pandanganku. Dengan sekuat tenaga aku berteriak, "ADRIAN... ADRIAN... ADRIAN...!"

Aku tidak tahu pasti berapa lama aku mengalami kekacauan yang sangat sulit aku mengerti. Saat suasana hatiku sudah mulai membaik, langit di luar sana sudah mulai menggelap pertanda matahari telah tenggelam. Selain itu aku juga tidak tahu pasti apa yang telah terjadi dalam waktu yang cukup lama itu. Hanya saja saat ini aku telah melihat kekacauan di kamarku dengan berbagai barang milikku yang berserakan di lantai. Melihat kekacauan yang ada di depan mata, membuat kepalaku terasa sakit dan bertanya pada diriku sendiri, "Apa yang telah terjadi. Kenapa kamar ini terlihat begitu berantakan?"

Saat aku menoleh ke sekitar dengan wajah kebingungan, tiba-tiba ponselku yang ada di atas meja samping tepat tidur berbunyi. Dengan spontan aku menoleh ke arah dimana ponselku berada. Terlihat nomor asing tengah menghubungiku. Membuatku yang baru pertama kali mendapatkan panggilan telepon dari nomor asing bertanya dalam hati, aku rasa hanya Joshua yang mengetahui nomor ponselku. Kenapa sekarang tiba-tiba ada nomor asing yang menghubungiku?

Aku menatap layar ponselku yang masih menyala cukup lama. Meski ponselku telah dihubungi oleh beberapa nomor asing secara bergantian, aku yang tengah duduk di atas tempat tidur hanya diam tanpa menjawabnya. Saat ini wajah Albert Ma dan juga keluargaku muncul dalam benakku. Membuatku yang teringat kepada mereka berpikir bahwa mereka lah yang telah menemukanku dan menghubungiku. Mungkin Albert Ma tidak akan mencari wanita yang telah membuat kesialan dalam hidupnya. Namun keluargaku yang sangat mencintaiku, pastinya sangat mengkhawatirkanku. Membuat rasa rindu kepada kedua orang tuaku dan juga kakakku kembali muncul dalam hatiku. Sambil meneteskan air mata aku berkata, "Maafkan aku. Aku sangat merindukan kalian."

Aku berdiam diri dengan tubuh mematung dalam waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya nama Joshua muncul pada layar ponselku sebagai kontak yang sedang menghubungiku. Membuatku yang baru sadar bahwa ia belum pulang, dengan segera meraih ponselku dan menjawab panggilan telepon darinya. Dengan suara serak aku berkata, "Hallo, Joshua."

"Maaf sebelumnya. Apakah saat ini aku bicara dengan istri atau kekasih Tuan Joshua?"

Mendengar suara yang tidak familiar dari seberang telepon membuatku mengerutkan dahi sembari menjawab, "Maaf, Tuan. Aku bukan istri ataupun kekasih dari Joshua. Kami berdua hanya berteman. Jadi aku rasa Tuan salah orang."

"Sepertinya aku tidak salah orang, Nona. Karena pada buku teleponnya, hanya kontak ini yang diberi simbol hati tanpa ada nama lainnya. Jadi aku rasa Nona adalah orang yang sangat penting baginya."

Aku tertegun sejenak mendengar ucapan pria yang ada di seberang telepon. Aku tertegun karena tidak menyangka bahwa Joshua akan memberi lambang hati pada nomor ponselku yang ada di kontak teleponnya. Dalam waktu bersamaan aku juga merasa penasaran dengan orang yang baru saja bicara padaku. Membuatku yang ingin mengetahuinya pun bertanya, "Jika aku boleh tahu, siapa Anda? Kenapa ponsel Joshua ada pada Tuan?"

"Perkenalkan, aku Jigme dari pihak kepolisian kota Thimphu. Aku dan beberapa orang rekanku telah mencoba menghubungi Nona dengan nomor ponsel kami beberapa saat yang lalu. Tapi sekalipun Nona tidak menjawabnya. Sehingga aku pun berinisiatif untuk menghubungi Nona menggunakan ponsel Tuan Joshua."

Seketika aku merasa kaget mendengar jawaban dari orang yang ada di seberang telepon. Aku tidak menyangka orang yang sedang bicara denganku saat ini adalah seorang polisi dan menggunakan ponsel Joshua untuk bicara denganku. Dalam waktu bersamaan firasat buruk tentang Joshua muncul dalam hatiku. Membuatku yang merasa semakin penasaran kembali bertanya, "Dimana Joshua, Tuan? Apa telah terjadi hal buruk kepadanya? Kenapa ponselnya ada pada Tuan?"

Orang yang ada di seberang telepon terdiam beberapa saat. Meski ia tidak berkata apa-apa, namun aku bisa mendengar helaan nafasnya yang cukup berat. Hingga akhirnya ia menjawab, "Sebelumnya aku minta maaf Nona. Tapi aku harus memberi tahu Nona bahwa Tuan Joshua telah tiada."

"Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Aku bertanya dengan nada kaget seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Kemudian tanpa sadar air mata pun mengalir di pipiku membayangkan bagaimana hidupku tanpa adanya Joshua di sisiku.

"Tuan Joshua mengalami kecelakaan, Nona. Tepatnya ia menjadi korban tabrak lari dari pengemudi yang tidak bertanggung jawab. Tim dokter telah berusaha untuk menyelamatkannya yang terluka parah. Namun sayangnya nyawa Tuan Joshua tidak tertolong karena benturan yang begitu hebat pada bagian kepalanya. Ia tidak hanya mengalami pendarahan otak, tapi juga mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuhnya. Dari rekaman CCTV rumah sakit yang kami dapatkan, terlihat Tuan Joshua ditabrak berulang kali oleh mobil tersebut di area parkir yang cukup sepi dari keramaian orang-orang."

Mendengar penjelasan dari sang polisi yang ada di seberang telepon, membuatku yang begitu kaget tidak sanggup berkata apa-apa. Rasanya baru beberapa saat yang lalu aku mengantar Joshua hingga ke depan rumah sebelum ia pergi bekerja. Kini tiba-tiba aku malah mendengar berita buruk tentangnya yang telah pergi untuk selamanya. Membuatku yang selama ini begitu dekat dengannya merasa sangat sedih. Bahkan saat ini aku merasa kehilangan cahaya dalam hidupku dan juga tempat untuk bersandar. Aku tidak hanya kehilangan seorang teman yang baik, tapi aku juga kehilangan seorang sahabat yang selama ini selalu ada untukku dalam keadaan suka maupun duka.

Joshua, kenapa kamu pergi begitu cepat? Apa yang harus aku lakukan tanpamu? Bukankah kamu telah berjanji padaku akan selalu ada untukku? Bagaimana hidupku di sini tanpamu? Apakah polisi yang bicara denganku sedang bercanda? Aku masih ingat bahwa kamu berjanji akan membawakan ice cream strawberry untukku. Apakah kamu melupakan itu? ucapku membatin.

"Nona... Nona... Apa Nona masih di sana? Apa Nona baik-baik saja."

Belum sempat aku menanggapi ucapan sang polisi yang ada di seberang telepon, lidahku terasa kelu tidak sanggup untuk menjawab. Tubuhku juga terasa begitu lemah tak berdaya, dan pandanganku pun perlahan menggelap. Hingga akhirnya aku yang tak sadarkan diri tidak lagi mengetahui apa yang terjadi.