IM.12 PANGGIL AKU LULA
LUCAS
"Lucas, bagaimana keadaan Allura? Apa ia sudah bangun?" Felicia yang baru saja memasuki apartemen bertanya kepadaku.
Aku yang dari semalam berbaring di atas sofa sambil menonton televisi menoleh ke arah pintu utama apartemen. Terlihat Felicia yang mengenakan mini dress berwarna hitam tengah melepaskan sepatu hak tingginya dengan tubuh membungkuk menghadapku. Aku tertegun sejenak melihat beberapa bagian tubuhnya yang seharusnya tidak aku lihat. Kemudian dengan segera aku memalingkan wajahku ke arah lain sembari berkata, "Apakah tidak ada pakaian lain yang bisa kamu pakai saat keluar rumah, Felicia?"
"Tentu saja ada. Aku memiliki banyak pakaian untuk dipakai."
"Jika kamu memiliki banyak pakaian, kenapa kamu mengenakan baju seperti itu?" Aku kembali bertanya tanpa menoleh ke arahnya.
Sambil melangkah ke arahku setelah melepaskan sepatu hak tingginya, Felicia berbalik bertanya, "Apa maksudmu, Lucas? Aku rasa tidak ada salahnya jika aku memakai dress ini saat keluar rumah."
"Itu menurutmu. Menurutku, pakaianmu itu sangat tidak pantas untuk dipakai keluar apalagi bertemu dengan orang banyak. Itu terlalu sexy."
"Tidak masalah, karena aku hanya mengenakannya di acara ulang tahun Robert. Aku tidak mengenakannya di acara formal dimana aku harus mengenakan pakaian yang lebih sopan dan tertutup. Ini adalah dress pestaku yang paling keren. Robert sangat menyukainya."
"Hmmm... Benar-benar pria..."
Belum selesai aku berkata, Felicia yang baru saja duduk di sampingku mengambil sebuah bantal yang ada di dekatnya. Ia memukul tubuhku dengan bantal tersebut beberapa kali sembari berteriak, "Apa katamu? Apa kamu ingin mengejek Robert kekasihku?"
"Tidak. Bukan begitu maksudku."
"Lalu?" Felicia kembali berteriak sambil terus memukuliku.
Aku yang sedang menangkis pukulan bantalnya dengan salah tahu tanganku menjawab, "Berhentilah memukuliku. Pukulan dan teriakanmu akan membangunkan Allura yang sedang tidur nyenyak."
Seketika Felicia menghentikan gerakannya setelah mendengar ucapanku. Kemudian ia memperbaiki posisi duduknya dan bertanya dengan suara rendah, "Lucas, bagaimana keadaannya? Apakah ia baik-baik saja?"
Aku terdiam sejenak sambil bangkit dari pembaringan. Kemudian aku bergerak menutupi tubuh Felicia dengan selimut yang dari semalam membalut tubuhku. Setelah aku memastikan bahwa tubuhnya tertutup penuh oleh selimut, aku yang duduk di sampingnya pun menjawab, "Ia baik-baik saja, Felicia. Saat kami bertemu di bandara tadi, ia sempat menangis cukup lama tanpa berkata apa-apa. Aku sudah bertanya padanya apa alasannya menangis, tapi ia tidak menjawabnya. Setelah kami sampai di apartemen ini, ia juga tidak berkata apa-apa selain berterima kasih padaku yang telah menjemputnya. Apa menurutmu ia baik-baik saja?"
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Tentu saja. Karena kamu adalah temannya. Apakah menurutmu ada hal yang aneh pada dirinya?"
"Ya. Ia terlihat murung dengan penampilannya yang kacau. Bukankah selama ini kita sangat mengenalnya? Ia selalu tampil elegan dan sangat menawan. Namun sepulang dari luar negeri, ia seperti seseorang yang mengalami depresi berat."
Felicia tertegun sejenak dan menatapku dengan mata membola. Dengan wajah penasaran ia bertanya, "Benarkah?"
"Ya. Aku tidak mungkin berbohong padamu. Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat saat menjemputnya dan selama kamu tidak ada di sini. Apakah kamu tahu apa yang terjadi padanya?"
Felicia menarik nafas dalam lalu menjawab, "Aku tidak tahu pasti, Lucas. Tapi dari suaranya saat menghubungiku waktu itu, ia seperti sedang mengalami masalah atau kesulitan. Aku sempat menanyakan apa yang terjadi padanya. Tapi Allura tidak mau menjelaskannya kepadaku. Ia juga tidak banyak bicara padaku saat di telepon. Sehingga sulit bagiku untuk bertanya banyak. Ia hanya mengatakan bahwa ia ingin kembali ke Singapore dan menumpang tinggal di sini hingga ia mendapatkan tempat tinggal baru. Selain itu ia juga berkata bahwa akan menceritakan semua kepadaku setelah sampai di Singapore. Jadi hingga kini aku tidak tahu pasti apa yang terjadi padanya selama ia berada di luar negeri."
Aku yang sudah lama tidak bertemu dengan Allura Gibson dan tidak tahu apa-apa tentang dirinya kembali bertanya, "Apakah selama ini ia berada di luar negeri?"
"Setahuku hanya beberapa bulan terakhir."
"Apakah di luar negeri ia bersama Albert? Setahuku Albert masih ada di Singapore ini. Bahkan aku pernah melihatnya sedang menghadiri jamuan makan malam beberapa minggu yang lalu."
"Aku tidak tahu pasti akan hal itu, Lucas. Setahun terakhir ini aku sering bepergian ke luar negeri dan sangat jarang berkomunikasi dengan Allura. Jadi aku tidak tahu banyak tentangnya. Aku tahu bahwa ia telah berada di luar negeri beberapa bulan terakhir juga dari ceritanya."
"Hmmm..." Aku bersuara sambil menganggukan kepala memahami apa yang dikatakan oleh Felicia.
Setelah aku menganggukan kepala, aku dan Felicia saling diam dalam waktu yang cukup lama. Kami berdua sama-sama menoleh ke arah tempat tidur dimana Allura Gibson berbaring dan larut dalam pemikiran kami masing-masing. Hingga akhirnya Felicia yang masih duduk di sampingku bertanya, "Apa Allura sudah makan, Lucas?"
"Aku tidak tahu."
"Bagaimana bisa kamu tidak tahu? Bukankah dari semalam ia bersamamu?"
Dengan wajah acuh tak acuk aku menjawab, "Ya, ia memang bersamaku. Tapi aku tidak melihatnya memakan atau meminum sesuatu. Setelah kami sampai di apartemen, ia yang terlihat lelah langsung tertidur di sofa. Dan aku memindahkannya ke atas tempat tidur setelah ia tertidur lelap."
Seketika Felicia mengerutkan dahinya saat menatapku yang duduk di sampingnya. Dengan wajah curiga ia bertanya, "Apa kamu telah melakukan sesuatu padanya?"
"Tidak." jawabku dengan nada yang lebih tinggi.
"Apa kamu yakin? Aku tahu kamu adalah seorang penjahat wanita dengan kekasih yang ada dimana-mana. Aku merasa curiga bahwa kamu telah melakukan sesuatu pada Allura saat ia tertidur. Bukankah dulu kamu sangat tertarik padanya? Kamu bahkan pernah ditahan karena pikiran dan tindakan mesummu."
Dengan spontan aku mengetuk dahi Felicia dengan salah satu jari telunjukku. Kemudian dengan perasaan kesal aku menjawab, "Ya, aku memang memiliki banyak wanita di luar sana seperti yang kamu katakan. Aku juga tertarik padanya dari dulu hingga sekarang. Tapi bukan berarti aku tidak berpikir sebelum bertindak. Bagaimana mungkin aku mencelakai seorang wanita hamil? Lagi pula ia telah bersuami, itu sangat tidak menarik. Ia juga tidak cocok untuk dipermainkan."
Melihat wajahku yang begitu kesal, membuat Felicia tertawa terbahak-bahak. Ia melepeskan selimut yang dari tadi membalut tubuhnya lalu memelukku dari samping. Dengan nada menggoda ia berkata, "Meski kita sering bertengkar dan kamu memiliki banyak kekasih, kamu tetaplah saudaraku."
Aku merasa tidak nyaman dengan pelukan Felicia yang saat ini mengenakana pakaian sexy. Dengan segera aku melepaskan pelukannya dari tubuhku sembari berkata, "Menjauhlah dariku! Kamu membuatku merasa tidak nyaman."
"Hahaha..." Felicia kembali tertawa terbahak-bahak setelah pelukannya aku lepas. Ia bangkit dari duduknya lalu berkata, "Baiklah. Kalau begitu aku akan mengganti pakaian dulu. Semalaman berpesta bena-benar membuatku merasa lelah."
Aku tidak lagi berkata apa-apa kepada Felicia dan memfokuskan pandanganku pada televisi yang ada di hadapanku. Sedangkan Felicia yang hendak mengganti pakaiannya melangkah dengan santai menuju kamar mandi di sisi lain ruangan. Saat ini masih ada banyak tanda tanya dalam benakku tentang Allura Gibson yang dari semalam bersamaku. Kenapa ia pergi keluar negeri dalam waktu yang cukup lama? Kenapa ia pulang dari Bhutan dalam kondisi yang cukup menyedihkan? Kenapa tidak ada Albert Ma yang posesive itu di sampingnya? Apa mereka sedang bertengkar? Apakah mungkin ia tidak lagi bersama Albert Ma? Jika mereka bukan lagi suami istri, bagaimana kehamilannya? Siapa ayah dari bayi yang ada dalam kendungannya?
Saat aku menatap layar televisi tanpa mengedipkan mata dan larut dalam permikiranku sendiri, tiba-tiba aku mendengar suara dari arah tempat tidur yang tidak jauh dari posisiku saat ini, "Aaaakh... Kenapa kepalaku sangat sakit?"
Dengan spontan aku menoleh ke arah tempat tidur. Terlihat Allura Gibson tengah bergerak bangikt dari pembaringan dengan perlahan. Membuatku yang melihatnya dengan segera berdiri dan melangkah menghampirinya. Saat aku telah berada di sampingnya, aku membantunya untuk duduk dengan baik di atas tempat tidur sembari berkata, "Allura, hati-hati. Jika kamu masih merasa tidak sehat, berbaring saja."
"Tidak, Lucas. Rasanya aku sudah tidur dalam waktu yang cukup lama." Allura Gibson menjawab sambil memegang kepalanya.
Melihatnya yang terlihat seperti sedang sakit kepala, membuatku merasa iba. Dengan suara rendah aku bertanya, "Allura, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merasa sakit kepala?"
"Ya. Kepalaku terasa sangat sakit, Lucas."
"Apa aku perlu memanggilkan dokter untukmu? Atau aku akan mencarikan obat sakit kepala untukmu."
Allura Gibson menggelengkan kepalanya dengan perlahan sembari menjawab, "Tidak usah, Lucas. Aku memiliki obat sendiri yang aku bawa dari Thimphu. Bisakah kamu membantuku untuk mengambilkannya dari dalam tasku?"
"Oke. Aku akan mengambilkannya untukmu. Dimana kamu menaruh obatmu itu, Allura?" Aku kembali bertanya sembari melangkah menghampiri tumpukan tas yang ada di sudut ruangan.
"Di dalam handbag ku yang berwarna hitam. Aku menyimpan obat-obatanku disana."
"Baiklah."
Dengan segera aku mencari obat milik Allura Gibson di dalam tas hitam miliknya. Setelah aku menemukannya, aku kembali melangkah menghampirinya sembari berkata, "Allura, kenapa begitu banyak obat di dalam tasmu? Apa kamu ingin meminum semuanya sekaligus?"
"Tentu saja tidak, Lucas. Aku meminta pihak apotek untuk memberiku obat dan vitamin lebih agar aku tidak sering bolak-balik rumah sakit. Rumah sakit cukup jauh dari tempat tinggalku. Jadi aku harus menunggu Joshua untuk mengantarku ke rumah sakit." Ia menjawab sambil menerima sekantong obat yang aku berikan.
Belum sempat aku bersuara, tiba-tiba Felicia keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah kami sembari bertanya, "Joshua? Apakah Joshua yang kamu maksud itu adalah teman dekat suamimu? Apakah kamu di Bhutan tinggal satu atap dengannya?"
Allura Gibson menoleh ke arah Felicia yang telah berdiri di sampingnya. Kemudian ia menjawab, "Ya, di Bhutan aku tinggal bersama dengan Joshua."
"Apa kamu sudah gila, Allura? Apa kamu memulai perselingkuhan hingga Albert marah padamu? Apa kamu melarikan diri ke Bhutan bersama Joshua?" Felicia bertanya dengan nada yang lebih tinggi sebagai ungkapan rasa kagetnya.
Allura Gibson menggelengkan kepalanya sembari menjawab, "Jang berpikir buruk seperti itu, Felicia. Apa aku terlihat seperti seorang yang suka selingkuh?"
"A-a-aku tidak bermaksud menuduhmu. Hanya saja aku merasa kaget dengan jawabanmu. Aku tidak menyangkah bahwa kamu akan pergi ke Bhutan bersama Joshua. Apa kamu memiliki hubungan khusus dengannya?" Felcia bertanya dengan wajah penasaran.
"Tidak. Aku tidak memiliki hubungan khusus dengan Joshua selain sahabta. Bukankah kamu sendiri tahu bahwa ia telah banyak membantuku selama Albert koma?"
"Ya, aku tahu."
"Beberapa bulan yang lalu aku bertengkar hebat dengan Albert. Beberapa katanya yang begitu menyakitkan tidak bisa aku terima. Jadi aku memilih untuk pergi dari rumah tanpa sepengetahuannya. Saat itu aku tidak tahu kemana aku akan pergi. Pertengkaran dengan suamiku dan hilangnya Adrian membuatku begitu terpukul hingga pergi tak tahu arah. Hingga akhirnya tanpa sengaja aku bertemu dengan Joshua di bandara. Aku bercerita cukup banyak padanya. Lalu aku memutuskan untuk ikut dengannya pergi ke Bhutan untuk bisa hidup jauh dari Albert."
"Kenapa kamu melakukan hal itu? Apa kamu tidak ingat dengan keluargamu?"
"Tentu saja aku ingat. Tapi jika aku pulang ke rumah, itu akan membuat keluargaku sangat khawatir. Aku tidak ingin membebani keluargaku dengan masalah rumah tanggaku. Jadi aku memilih untuk pergi."
Felicia menarik nafas dalam dan membuangnya dengan kasar lalu berkata, "Hufffft... Kamu ini benar-benar membuatku pusing. Permasalahanmu selalu rumit dan sulit untuk ditolong. Lalu bagaimana dengan putramu? Apa ia sudah ditemukan? Apakah Albert tahu bahwa kamu pergi bersama Joshua?"
"Aku tidak tahu apakah Adrian sudah ditemukan atau belum. Terakhir Joshua memberi tahuku bahwa hingga kini Adrian belum ditemukan. Aku tidak tahu ia hilang kemana. Karena saat aku kehilangannya, ia yang sedang berenang di pinggir pantai Siloso."
Aku terdiam cukup lama mendengar pembicaraan Allura Gibson dan Felicia yang ada di dekatku. Beberapa pertanyaan yang ada dalam pikiranku pun membuatku tidak kuasa untuk bertanya, "Maaf jika aku memotong pembicaraan kalian. Tapi ada beberapa hal yang sangat mengganggu pikiranku."
"Apa itu, Lucas?" Allura Gibson bertanya padaku dengan wajah datar.
"Setahuku, Albert sangat mencintaimu. Aku bisa melihatnya dari sikapnya yang sangat posesif dan protektif padamu. Meski kalian bertengkar hebat, pastinya masih ada cinta di hatinya untukmu. Tidakkah ia berusaha mencarimu?"
"Aku tidak tahu, Lucas. Karena aku meminta Joshua untuk merahasiakan keberadaanku. Aku juga menutup semua akses yang bisa membuatnya menemukanku. Kata-katanya yang begitu menyakitkan membuatku ingin pergi darinya. Dan aku pergi darinya agar ia tidak mengalami kesialan seperti yang ia katakan padaku. Baginya aku adalah sumber sial dalam hidupnya."
Kedua bersaudara itu terdiam mendengar ucapanku. Begitu juga dengan diriku yang sedang duduk bersandar di atas tempat tidur. Kami bertiga saling diam cukup lama, hingga akhirnya aku kembali bersuara, "Hanya kalian berdua yang tahu aku di sini. Aku mohon, tolong rahasiakan keberadaanku. Dan jangan lagi panggil aku Allura. Aku ingin melupakan masa laluku. Panggil aku Lula. Karena aku telah mengganti identitasku sebelum pergi ke Bhutan. Aku ingin menjalani kehidupan yang baru meski tanpa keluarga terdekatku."
Felicia yang masih berdiri di samping tempat tidur memeluk Allura Gibson dari samping sembari berkata, "Baik. Kami akan merahasiakan semuanya, Lula. Aku hanya ingin kamu merasa senang dan nyaman. Rahasiamu aman di tangan kami."