Darma menderita sakit jantung koroner dan satu-satunya cara menyembuhkannya saat ini adalah dengan operasi bypass*. Setelah menunggu selama kurang lebih enam jam, akhirnya operasi itu pun selesai dan sukses. Chandani bernapas lega kala mendengar kabar bahagia itu, dia bersujud syukur.
Jam di tangannya sudah menunjukan pukul tiga malam, dia bergegas menuju mushola dan mengambil wudhu lalu melaksanakan sholat malam.
Chandani menengadahkan kedua tangannya sambil melenggakan kepala. "Ya Allah, terima kasih Engkau masih memberikan napas untuk Papa. Terima kasih karena masih memberikan Papa kesempatan hidup, dan masih memberikanku dan Papa kesempatan untuk bisa bersama lebih lama lagi," ujarnya dengan airmata haru membasahi pipi. "Aku mohon ya Allah, tolong panjangkanlah umur Papa. Hanya kepadaMu hamba memohon dan hanya kepadaMu hamba menyembah, tiada Tuhan selain Engkau. Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Amin." Ia menelungkupkan kedua tangan pada wajah cantiknya.
***
Chandani duduk termenung di meja kerjanya. Pikirannya disibukan dengan keadaan ayahnya saat ini, dia sangat mengkhawatirkannya sekarang. Dia sungguh berharap ayahnya akan sembuh dan kembali sehat seperti sedia kala. Chandani teringat kembali ucapan dokter Ari tadi malam. Beliau mengatakan bahwa saluran arteri buatan itu hanya akan bertahan selama sepuluh sampai limabelas tahun dan setelah itu, ayahnya harus kembali menjalani operasi bypass jantung. Operasi ini bukan untuk menyembuhkan tetapi, hanya untuk memperpanjang usianya. Satu-satunya jalan untuk kesembuhan ayahnya ialah gaya hidup sehat dan ayahnya harus mengkonsumsi makanan-makanan sehat dan harus mau berolahraga.
"Canda," panggil Alicia sembari menepuk pundak gadis yang tengah melamun itu.
"Eh, Lis?" Chandani tersadar dari lamunannya. "Sorry... sorry... ada apa?" tanyanya sambil membuka beberapa map di atas meja.
"Loe kenapa sih? Gue perhatiin belakangan ini ngelamuuun mulu!" kata Alicia dengan kedua alisnya berkerut dan menatapnya dengan tatapan menyelidik. "Loe lagi ada masalah yah?"
"Eh? Em?" Chandani menghela napas lelah. Sudahlah, dia takkan bisa bohong, memang sudah jelas terlihat wajahnya kusut karena memang sedang banyak yang sedang dia pikirkan. "Papaku kambuh lagi, Lis. Semalam Papa masuk rumah sakit lagi," jelasnya. Tampak semburat kesedihan pada raut wajah Chandani.
"Masuk rumah sakit? Jadi, maksud loe, Pak Darma sakit lagi?" tanya Alicia dengan tatapan terkejut.
"Mm." Chandani mengangguk lemah lalu tertunduk.
"Kok bisa? Kemarin kata loe, bokap loe udah baik-baik saja. Kok bisa sekarang sakit lagi?" tanya Alicia sambil mengerutkan keningnya.
Chandani menghela nafas panjang. "Ini salahku," ujarnya pelan dengan masih menundukan kepala.
"Maksud loe? Kalian berantem?"
"Enggak."
"Terus?"
Chandani hanya diam. Dia tidak bisa meneruskan ceritanya, karena ini merupakan masalah internal keluarganya.
Alicia dengan penuh pengertian menghentikan berondongan pertanyaannya. Dia menarik napas. "Oke, gue ngerti kalo loe enggak mau cerita, itu masalah pribadi loe." Alicia menepuk pundaknya. "Tapi, gue sebagai teman loe pengen ngasih nasihat dikit. Jangan pernah kecewakan kedua orang tua loe, atau loe akan menyesalinya seperti gue. Kalo loe mau percaya sama orang, loe harus percaya sama kedua orang tua loe, enggak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya, semua orang tua pasti akan melakukan yang terbaik untuk membuat anak mereka bahagia," tuturnya lalu tersenyum menatap mata sendu Chandani.
Chandani melenggak menatap lelah mata temannya itu lalu tersenyum simpul. "Thanks, Lis."
"Mm." Mengangguk lalu tersenyum. "Oh iya, bokap loe di jagain siapa sekarang? Gue saranin mending loe pulang cepet deh, kasian Pak Darma, kali saja dia pengin ngumpul."
"Di jagain Mama dan Adikku. Tapi, ini aku juga udah mau pulang kok." Chandani mengemasi barang-barangnya dan memasukannya ke dalam tas selempang miliknya lalu dia berdiri. "Aku pulang duluan yah?"
"Yaa... bye, hati-hati yah," ucap Alicia seraya melambaikan tangannya.
"Mm." Chandani mengangguk.
***
Chandani berjalan kaki menuju rumah sakit. Kebetulan rumah sakit itu letaknya tak jauh dari kantor tempat dia bekerja. Dia berjalan sambil memainkan handphonenya. Chandani sangat suka membaca novel online, khususnya novel bergendre religi. Dengan membaca, dia dapat banyak belajar. Dengan membaca, wawasannya menjadi luas. Seperti kata pepatah, 'buku adalah gudangnya ilmu', semuanya bisa kita ketahui asalkan kita mau membaca. Membaca sudah menjadi kegemarannya dari sejak dia masih kecil, yang akan dia lakukan kapanpun dan dimanapun di kala waktunya senggang dan memungkinkan.
Brusuttt! Tas selempangnya jebol, semua barang-barang yang dia bawa amburadul berserakan di trotoar. "Ya Allah." Chandani menepuk jidatnya lalu berjongkok memunguti isi tasnya. Tanpa dia sadari mobil Mercedes hitam berhenti tepat di dekatnya. Sosok pria jangkung yang mengenakan jas lengkap dengan dasi khas orang kantoran keluar, lalu menghampirinya dan ikut membantu memunguti barang-barangnya.
Chandani yang baru menyadari kehadiran orang itu sontak mendongak. "Mas Yusuf," panggilnya dengan kedua alis yang bertautan dan mulut melengkung membentuk senyuman.
Yusuf tersenyum kepadanya. "Asallamu'alaikum," ucapnya.
"Wa'allaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," balas Chandani. "Ya Allah, kapan kamu pulang, Mas?" tanya Chandani sembari menumpuk lalu mendekap barang-barang yang sudah tersusun rapi itu.
Yusuf menepuk-nepuk tangannya membersihkan dari debu yang menempel. "Sudah seminggu sih," jawabnya sambil tersenyum. "Kamu mau ke mana? Biar aku antar."
Chandani dan Yusuf pun berdiri bersamaan.
"Eh? Eng...? Enggak usah deh, aku enggak mau ngererotin," ucapnya sambil tersenyum canggung.
"Aku enggak repot kok, yuk aku antar, kamu mau ke mana memangnya?"
"Bener nih enggak ngerepotin? Aku mau ke rumah sakit soalnya."
"Ya elah, tibang ke rumah sakit doang, deket kali. Ke Kairo pun aku jabanin kalo buat kamu," canda Yusuf seraya tersenyum ramah.
Chandani tersenyum kala mendengar ucapan konyol temannya itu. "Ya udah deh, aku mau ngerepotin kamu nih sekarang, tolong anterin aku ke rumah sakit Bakti Husada yah?"
"Dengan senang hati putri cantik." Lalu Yusuf membukakan pintu belakang mobilnya, sedangkan dia duduk di bangku depan di samping supir. "Ke Bakti Husada," ucapnya kepada sang supir dan mobil pun melaju.
***
"Makasih yah, Mas! Udah anterin aku." Chandani tersenyum manis.
"Sama-sama," balasnya seraya tersenyum ramah. "Memangnya siapa yang sakit?" tanya Yusuf sembari menautkan kedua alisnya.
"Papa, Mas."
"Om Darma? Memang Om sakit apa?" tanya Yusuf yang penasaran.
"Jantung, Papa baru selesai dioperasi tadi malam."
"Oh." Dia mengangguk. "Aku mau jenguk, boleh?"
"Boleh, Mas. Tapi, Papa masih di ICU, gapapa?"
"Gapapa, aku lihat dari luar saja."
"Oh ya udah, mari masuk, Mas."
Chandani dan Yusuf memasuki rumah sakit.
Adarald Yusuf Kamarastha, usianya satu tahun lebih tua dari Chandani. Ia seorang pengusaha muda di bidang property berbasis syari'ah. Dia juga merupakan pemilik Agung Property dan satu-satunya teman lelaki Chandani. Yusuf merupakan seorang pria sholeh, ramah dan baik hati menurut pandangan Chandani. Pria itu telah banyak membantunya dulu dan dia juga berjasa besar untuk hidup Chandani.
Chandani dan Yusuf berhenti di depan sebuah ruangan dengan jendela besar. Di sana mereka dapat melihat keadaan Darma yang terbaring lemah dengan berbagai alat terpasang di tubuhnya.
"Teteh!" seru Miranda.
Chandani dan Yusuf berbalik bersamaan.
"Asalamu'alaikum, Ma," ucap Chandani.
"Wa'allaikum'salam. Eh, Yusuf? Kamu udah pulang?" tanya Miranda dengan senyuman ramah mengembang di wajahnya.
"Tante." Yusuf meraih lalu mencium tangan Miranda dengan penuh rasa hormat. "Minggu lalu, Tan," jawabnya lalu tersenyum.
"Oh." Miranda mengangguk. "Gimana kabarmu di sana? Betah?"
Yusuf tersenyum simpul. "Ya gitulah, Tan, namanya juga dibetah-betahin."
"Oh jadi, enggak betah? Kirain Tante kamu udah nikah di sana, soalnya lama enggak pulang-pulang."
Yusuf tertawa kecil. "Tenta bisa saja."
Miranda ikut tertawa dengan ringan. "Pasti udah punya calon yah? Pemuda tampan dan mapan sepertimu, pasti banyak cewek yang kecantol."
Yusuf kembali tertawa. "Tante bercanda saja."___"Alhamdulillah udah ada sih. Rencananya bulan depan aku mau mengajak Ayah ke rumahnya."
"Wah, syukurlah, selamat yah." Miranda turut senang.
"Alhamdulillah, akhirnya laku juga," canda Chandani lalu tertawa. Ketiganya tertawa bersamaan menanggapi candaan Chandani. "Oh iya, Alia mana ya, Ma?" tanyanya dengan mata yang menjelajah ke sekeliling mencari keberadaan sang adik.
"Tadi sih bilangnya mau beli makan, bentar lagi juga balik kok."
"Oh."
Operasi Bypass Jantung=> tindakan untuk mengatasi penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah arteri koroner. Prosedur ini dilakukan bagi pasien penyakit jantung koroner,dengan cara memanfaatkan pembuluh darah dari organ-organ tubuh lain sebagai jalan pintas untuk mengalirkan darah ke otot jantung.