SEPULUH
"Kalau Rara Murni adalah adiknya Raja Pajajaran..." kata pemuda itu sambil terus juga menyusuri jalan di bawah panas teriknya matahari musim kemarau, "Pasti peristiwa penculikannya mempunyai latar belakang yang besar dan buntut panjang!"
Dia menengadah ke langit.
"Ah, cepat benar bergesernya matahari...." katanya lagi. Dan ketika dia berpapasan dengan seorang penjual sayur mayur maka bertanyalah dia, "Bapak, manakah jalan yang menuju ke lembah Limanaluk?"
Penjual sayur mayur itu menyeka peluh di keningnya terlebih dahulu. Diputarnya badannya sedikit dan dia menunjuk ke ujung jalan.
"Ikuti saja terus jalan ini, jangan mengkol. Limanaluk sekira setengah hari perjalanan dari sini."
Pemuda yang bertanya mengucapkan terima kasih lalu metanjutkan perjalanannya kembali....
Kereta itu bagus dan mungil potongannya. Dua ekor kuda coklat yang menariknya berlari kencang. Empat prajurit terpercaya mengawal kereta ini. Dua orang di depan, dua lainnya di belakang. Debu menggebubu sepanjang jalan yang mereka lalui.
Setelah dua jam perjalanan meninggalkan Kotapraja jalan yang ditempuh mulai banyak lobang-lobang dan batu-batunya. Kusir memperlambat jalan kereta terutama ketika melewati satu pengkolan tajam. Selewatnya sebuah penurunan jalan yang mereka lalui baik kembali dan menyusuri tepi sebuah kali kecil berair jernih.
Prajurit di depan sebelah kanan melambaikan tangan memberi tanda berhenti. Ketika kereta itu berhenti maka tersibaklah tirai jendela dan sebuah kepala berparas jelita remaja munculkan diri ke luar.
"Ada apa berhenti?" Suara gadis ini bertanya begitu merdu.
Kepala pengawal menjura sedikit dan menjawab: "Kuda-kuda kita perlu diberi minum, Tuan Puteri..."
Rara Murni menutupkan tirai jendela kembali. Kusir turun dari kereta dan membawa kedua ekor kuda coklat ke tepi kali. Enam ekor binatang itu kemudian seperti berebutan memasukkan mulutnya ke datam air kali yang bening sejuk. Beberapa ketika berlalu maka rombongan bersiap-siap untuk melanjutkan kembati. Namun belum lagi kusir naik ke atas kereta empat orang penunggang kuda muncul di tempat itu. Badan tegap-tegap dan muka mereka tak dapat dikenali karena kepala masing-masing tertutup dengan kerudung kain hitam yang dilubangi di bagian matanya.
"Perjalanan kalian hanya sampai di sini!" kata penunggang kuda paling depan. Suaranya berat dan parau, disertai dengan tenaga dalam sehingga tak mungkin untuk mengenali suaranya yang asli.
Empat pengawal kereta yang tahu bahwa manusia-manusia berkerudung kain hitam itu datang bukan dengan membawa maksud baik segera cabut pedang! Melihat ini orang yang tadi bicara tertawa mengekeh.
"Kalian kunyuk-kunyuk Pajajaran kalau masih ingin selamatkan batang leher segeralah tinggalkan tempat ini!"
"Bangsat rendah! Berani menghina prajurit kerajaan! Terima pedangku!" bentak kepala pengawal. Dia melompat ke muka dan pedangnya berkelebat, berkilauan ditimpa sinar matahari!
Manusia berkerudung sentakkan tali kekang kuda dan miringkan badan. Berbarengan dengan itu kaki kanannya meluncur dengan sangat cepat. Kepala pengawal kereta terpekik.
Pedangnya lepas dan mental sedang sambungan sikunya yang dimakan tendangan tanggal dari persendian! Dia mengeluh kesakitan, terbungkuk-bungkuk sambil memegangi sambungan sikunya yang copot!
Tiga pengawa! yang lain tanpa banyak bicara segera menyerbu dan disambuti oleh tiga laki-laki lainnya yang memakai kerudung. Setelah terlibat dalam dua jurus pertempuran maka terdesaklah ketiga pengawal kereta.
Sementara itu di dalam kereta, mendengar suara ribut-ribut dan disusul dengan suara beradunya senjata dengan hati cemas Rara Mumi singkapkan tirai jendela. Dia terkejut sekali melihat ada sesosok tubuh berkerudung melangkah mendekati kereta. dan mengulurkan tangan untuk membuka pintu kereta!
"Rara Murni... kau tak usah cemas! Apa yang terjadi di,sini hanya pertunjukan biasa saja.
Silahkan turun...!"
"Kalian siapa...?!"
"Siapa kami itu tidak penting. Turunlah...."
"Rampok-rampok biadab! Kalau kalian tahu siapa aku segeralah tinggalkan tempat ini sebelum pasukan kerajaan datang menumpas kalian!" Laki-laki berkerudung tertawa bergelak.
Dibukanya pintu kereta dan diulurkannya tangan kanan untuk menarik Rara Murni keluar dari kereta.
Kusir kereta yang sejak tadi seperti terpukau melihat pertempuran yang berkecamuk di depan matanya, ketika mengetahui bahwa Rara Murni hendak diperlakukan secara kasar segera mengambil cambuk kereta dan menderu punggung laki-laki berkerudung.
"Rampok laknat! Berani mengganggu adik Sang Prabu!" Dan cambuk itu mendera lagi beberapa kali.
Laki-laki berkerudung memutar tubuh. Sekali dia gerakan tangan maka berhasillah dia merampas cambuk itu. Dan kini cambuk itu dipakainya untuk melecuti muka kusir kereta.
Kusir ini menjerit-jerit. Kemudian dengan kalap mencabut golok pendeknya dan menyerang si muka berkerudung. Namun hanya dengan mengelak dan sekali tendang saja maka kusir kereta itu terpelanting ke tebing kali, masuk ke dalam kali. Tubuhnya segera hanyut terbawa air, tenggelam timbul karena sebelum jatuh ke dalam kali tendangan laki-laki berkerudung telah membuatnya pingsan terlebih dulu!
Pertempuran antara tiga prajurit pengawal dan tiga laki-laki berkerudung lainnya tak berjalan lama. Ketiga pengawal itu menggeletak di tanah bermandikan darah. Sementara itu di atas kereta Rara Murni berusaha melawan dan meronta-ronta, menerjang dan meninju laki-laki yang hendak menyeretnya turun secara paksa. Namun apalah kekuatan seorang perempuan.
Dalam waktu sebentar saja segera laki-laki berkerudung itu dapat membekuknya. Rara Murni dinaikkan ke atas kuda.
"Lemparkan ketiga mayat itu ke dalam kali!" perintah laki-laki berkerudung yang sudah naik ke atas punggung kudanya. "Juga kereta itu!"
Tiga mayat pengawal dilemparkan ke dalam kali. Kuda penarik kereta melonjak-lonjak dan meringkik keras ketika tiga manusia berkerudung itu mendorong kereta ke dalam kali!
Dalam waktu yang singkat keempat orang itu segera berlalu. Yang tinggal kini di tempat itu hanya bekas-bekas pertempuran, darah, mayat, kereta dan kuda yang masih terus meringkik-ringkik sementara tubuhnya dengan perlahan tapi pasti tenggelam ke dalam kali!