EMPAT
Dia hanya merasakan datangnya sambaran angin dari arah belakang. Lalu cepat-cepat menggeser kaki ke muka, bergerak ke samping dan sambil bungkukkan diri balikkan badan!
Golok panjang Bergola Wungu lewat satu setengah jengkal di atas kepalanya, mengibarkan rambutnya yang gondrong!
"Dasar pengecut! Sudah main keroyok menyerang dari belakang!," bentak Wiro Sableng. Kedua tangannya bergerak ke muka untuk merampas golok lawan. Namun hampir hal itu terlaksana, tahu-tahu dua belas ujung tongkat menderu menyerang kedua lengannya.
"Sialan!" maki Pendekar 212 dan terpaksa tarik pulang tangannya sambil hantamkan kaki membabat ke arah beberapa orang pengeroyok dari barisan sebelah muka. Mereka yang diserang tendangan kaki anehnya tidak melakukan sesuatu apa, tapi tiba-tiba dari belakang menyeruak kawan-kawan mereka dari barisan kedua, dan menangkis tendangan Wiro Sableng.
Sejurus kemudian barisan muka kembali menyerang dengan dua belas tongkat biru mengarah pada dua belas bagian tubuh Wiro Sableng! Sementara itu dari atas laksana alap-alap golok Bergola Wungu kembali membabat! Inilah kehebatannya lingkaran pasang surut! Ciptaan Bladra Wikuyana! Dua tahun dia melatih murid-muridnya untuk betul-betul memahami jurus tersebut. Meski belum begitu sempurna tapi hasilnya tidak mengecewakan! Sambil senyum-senyum dia berdiri menunggu saat di mana matanya akan menyaksikan tubuh Wiro Sableng terpancung belasan senjata muridnya, telinganya bakal mendengar pekik kematian pemuda itu!
Tapi tiada kelihatan, Pendekar 212 terpancung meregang nyawa di tengah pelataran itu!
Tiada terdengar pekik kematian Wiro Sableng! Dengan kecepatan luar biasa yang tiada terlihat oleh mata Bladra Wikuyana maka tahu-tahu Wiro Sableng sudah berada di luar serangan anak-anak muridnya, berdiri dengan tenang dan kembali bersiul-siul!
Sebenamya pemuda bermata tajam ini sudah dapat melihat di mana letak kelemahan barisan lingkaran pasang surut yang mengeroyoknya saat itu. Dengan merobohkan dua atau tiga orang pengeroyok dari salah satu barisan maka pastilah lingkaran pasang surut itu akan menjadi kacau balau! Bisa juga sebagian atau seluruh pengeroyoknya ditumpasnya dengan hantaman pukulan angin puyuh atau dinding angin berhembus tindih menindih! Tapi ini pemuda inginkan cara lain yang lebih disukainya sendiri.
Maka berserulah Pendekar 212.
"Angin Topan Dari Barat! Apakah kau pernah lihat manusia dipakai jadi senjata untuk menyerang manusia...?!"
"Bocah gila! Jangan banyak bacot! Nyawamu sudah di depan hidung! Anak-anak ciutkan lingkaran dalam sepertiga jurus!," teriak Bladra Wikuyana dengan penasaran sekali.
Siulan Pendekar 212 tiba-tiba lenyap berganti dengan suara tertawa aneh yang menegakkan bulu tengkuk. Tubuhnya berkelebat tak kelihatan. Dan tiba-tiba pula Bergola Wungu merasakan kedua pergelangan kakinya dicengkram erat sekali. Dicobanya untuk meronta dan menendang tapi cengkraman itu laksana japitan besi tak mungkin untuk dilepaskan. Sementara itu tubuhnya menjadi limbung dan terasa terangkat ke atas!
Dicobanya membabatkan goloknya! Terdengar satu pekikan! Pekikan kawannya sendiri yang, kemudian roboh mandi darah! Sesudah itu Bergola Wungu tak tahu apa-apa lagi!
Wiro Sableng dengan tertawanya yang aneh memegang erat-erat kedua pergelangan kaki Bergola Wungu lalu memutar tubuh manusia itu laksana kitiran! Pekik jerit serta seruan-seruan tertahan terdengar di mana-mana! Barisan lingkaran pasang surut hancur berantakan. Beberapa orang yang masih tak mau menyingkir dan terpukau oleh kedahsyatan itu terpaksa dihantam kitiran dari tubuh Bergola Wungu! Belasan anak murid Perguruan Gua Sanggreng bergeletakan di pelataran batu karang dalam keadaan tubuh luka-luka parah tanpa nyawa. Suara erangan terdengar tiada hentinya. Yang masih hidup yaitu sekira sembilan orang menyingkir jauh-jauh ke dinding batu karang.
Suara tertawa Pendekar 212 berhenti.
"Angin Topan Dari Barat! Ini terima bangkai muridmu!". Tubuh Bergola Wungu yang tadi dibuat menjadi kitiran untuk melabrak kawan-kawannya sendiri melesat ke arah Bladra Wikuyana. Orang tua ini lambaikan tangan kirinya dan tubuh Bergola Wungu terpelanting ke dinding samping. Tentu saja sudah tanpa nyawa lagi karena sudah sejak tadi kepalanya nyenyar macam pepaya busuk!
Bau anyirnya darah yang mengantarkan regangan-regangan nyawa manusia menyesak lobang hidung. Wiro Sableng meludah ke tanah. Dan memandang pada Angin Topan Dari Barat.
"Angin Topan Dari Barat! Murid-muridmu menemui kematian dengan cara yang tentu kau tidak senangi! Dan mereka mati tanpa ada sangkut-paut kesalahan apa-apa terhadapku! Kau yang tanggung-jawab semuanya kalau malaikat maut bertanya di liang kubur!"
"Pemuda iblis!" bentak Bladra Wikuyana. "Tak usah banyak bacot! Terimalah kematianmu dalam tiga jurus!". Tampang manusia ini kelihatan membesi dan tambah angker. Dia melangkah ringan ke hadapan Wiro Sableng dan cabut tongkat birunya!
Tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan selarik sinar biru melanda Pendekar 212. Pemuda ini egoskan diri ke samping dengan cepat. Tapi dari samping menderu tangan kanan Bladra Wikuyana yang disambung - dengan kayu dan ujungnya mempunyai senjata berbentuk Arit!
"Heyyaaa!".
Pendekar 212 membentak keras. Empat dinding jurang tergetar hebat. Tubuhnya lenyap dan sambil jatuhkan diri berjongkok pemuda ini hantamkan tangannya ke muka lancarkan pukulan Kunyuk Melempar Buah!
Tapi tongkat biru Bladra Wikuyana sungguh hebat! Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang dilancarkan Pendekar 212 mempergunakan sebahagian tenaga dalamnya namun sambaran angin tongkat biru membuat angin pukulan Pendekar 212 tersibak ke samping dan menghantam dinding karang! Dinding karang itu retak-retak pecah!
Kepingan-kepingan karang menghambur ke udara berpelantingan!
Wiro Sableng penasaran sekali. Tenaga dalamnya dilipat-gandakan sampai tangannya tergetar hebat namun tetap pukulan Kunyuk Melempar Buah yang dilancarkannya masih sanggup disapu oleh angin tongkat biru lawan!
"Edan!" maki pemuda ini dalam hati. Dia menjerit setinggi langit dan berkelebat lagi. Kini Pendekar 212 keluarkan jurus Orang Gila Mengebut Lalat! Kedua tangannya kiri kanan memukul kian kemari dan mengeluarkan angin keras laksana badai!
Untuk dua jurus lamanya Bladra Wikuyana terdesak hebat bahkan kepepet ke dinding jurang sebelah Timur. Anak-anak murid Perguruan Gua Sanggreng yang ada di jurusan ini terpaksa menyingkir kecuali kalau mau mampus terkena sambaran-sambaran angin dahsyat kedua manusia sakti yang bertempur itu!
Angin Topan Dari Barat mengeluh dalam hati! Puluhan tahun hidup di dunia persilatan baru hari ini menghadapi lawan yang tangguhnya bukan olah-olah! Dan gilanya lawan itu adalah anak muda hijau yang baru berumur tujuh belas tahun!
Orang tua ini kertakkan gerahamnya. Dari tenggorokkannya keluar suitan kencang.
Dengan serta merta permainan tongkat dan jurus-jurus silatnya berubah. Tongkat biru di tangan kirinya menderu dan mencurah laksana hujan badai, laksana menjadi ratusan banyaknya!
Wiro Sableng terkejut sekali melihat keganasan serangan tawon ini! Cepat dia lompat tiga tombak ke udara.
"Ho-ho! Mau kabur hah?!" bentak Bladra Wikuyana. Dan segera manusia ini susul melompat.
"Angin Topan Dari Barat!," seru Pendekar 212. "Antara kita sebenarnya tak ada permusuhan yang berarti...".
Bladra Wikuyana tertawa buruk. "Ketika nyawa sudah di tenggorokan kau baru ribut-ribut segala permusuhan yang tak berarti! Sudah kepepet-mulai bicara rendah diri!
Sebaiknya sebut nama Tuhanmu sebentar lagi roh busuk manusia yang mengaku bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 akan minggat ke neraka!" Bladra Wikuyana menyerang lagi dengan ganas membuat Wiro Sableng kembali terpaksa lompatkan diri tiga tombak ke belakang.
"Kalau kau yang tua tetap berkeras kepala maka sambutlah pukulanku ini!"
Bladra Wikuyana terbeliak kaget ketika melihat tangan kanan Wiro Sableng berwarna sangat putih sedang kuku-kuku jarinya memerah menyilaukan!
"Pukulan Sinar Matahari!" teriaknya dengan keras. Sekaligus dia menyerukan pada murid-muridnya untuk mencari perlindungan sedang seluruh tenaga dalamnya dialirkannya ke tongkat biru!
Selarik sinar putih yang menyilaukan mata melesat ke depan. Bladra Wikuyana lompat ke udara sampai tujuh tombak dan sapukan tongkatnya ke bawah! Dua angin keras beradu hebat. Bladra Wikuyana berseru keras. Tongkatnya hampir terlepas mental sedang tangan kirinya tergetar hebat! Tiada nyana tenaga dalam lawan yang muda belia itu lebih tinggi beberapa tingkat dari padanya. Dengan jungkir balik di udara jago tua ini jauhkan diri untuk atur jalan nafas serta darahnya dengan cepat! Ketika bola matanya berputar memandang berkeliling terkejutlah ia!
Seluruh sisa anak muridnya yang tadi masih hidup menggeletak bergelimpangan di pelataran batu karang itu. Tubuh mereka semuanya termasuk yang sudah menemui ajal lebih dahulu di tangan Wiro Sableng mengepulkan asap dan udara dalam jurang itu kini pengap bau daging manusia yang hangus!
Ketika Pendekar 212 lepaskan pukulan sinar matahari tadi. Bladra Wikuyana berhasil mengelakkannya. Angin pukulan menghantam dinding karang di sebelah tenggara. Bukan saja dinding karang itu menjadi pecah tapi juga hancur berantakan.
Bagian atasnya longsor ke bawah sedang pukulan Sinar Matahari memantul dua kali berturut-turut di dinding karang. Hawa panas angin pukulan ini telah melabrak sisa-sisa anak murid Bladra Wikuyana sehingga tubuh mereka tersambar hangus dan menggeletak mati di situ juga!
Dan sementara itu di tepi jurang sebelah atas, sesosok tubuh berpakaian ungu menyaksikan apa yang terjadi di dalam jurang batu karang itu dengan mulut menganga dan mata terbeliak sedang bulu kuduk merinding....
Kembali ke dalam jurang.
Air muka Bladra Wikuyana kelihatan kelam membeku. Tubuhnya laksana patung berdiri di tengah pelataran. Cambang bawuk atau berewoknya kelihatan meranggas kaku sedang sepasang matanya menjadi merah angker.
"Pendekar 212!" desis Bladra Wikuyana. "Detik ini jangan harap nyawamu akan selamat...!" Tongkat birunya diacungkan ke muka lurus-lurus dan kini tongkat itu berubah menjadi hitam legam. Sinar hitam yang memancar dari senjata ampuh Itu menggidikkan sekali...
"Bersiaplah untuk minggat ke neraka!" teriak Bladra Wikuyana. Serentak dengan itu menyerbulah dia ke muka. Seluruh bagian tenaga dalamnya telah mengalir ke dalam tongkat dan serangannya kini luar biasa ganasnya! Sambil menyerang itu Bladra Wikuyana tiada hentinya bersuit-suit aneh, menggetarkan telinga dan raga!
Wiro Sableng begitu merasakan tekanan serangan yang hebat luar biasa segera percepat gerakannya. Namun ilmu mengentengi tubuhnya yang sudah sangat tinggi itu masih sangat terasa lamban ditindih oleh sinar pukulan Angin Hitam yang ke luar dari tongkat lawan.
"Breet"!
Tersirap darah Pendekar 212. Nyawanya serasa lepas! Ujung tongkat lawan telah merobek pakaiannya di bagian dada. Angin tongkat membuat tulang-tulang dadanya seperti melesak! Pendekar ini berteriak nyaring dan jungkir balik ke belakang ke luar dari kalangan pertempuran!