Zavier melangkah ke ruang kerjanya. Ia duduk di kursi kebesarannya. Matanya memperhatikan tangannya yang telah dibalut kain perban. Ternyata Bryssa mau juga merawat lukanya. Karena hal manis yang Bryssa lakukan pada tangannya, Zavier tersenyum. Sudah lama ia tak tersenyum seperti ini, jika Gea ataupun 3 sahabat Zavier melihat senyuman ini maka mereka akan sangat yakin jika Zavier benar-benar menyukai Bryssa.
Dia kekasihku..
Kata-kata Bryssa tadi tengiang di telinga Zavier. Meski tahu itu hanya kata-kata asal yang Bryssa ucapkan tapi Zavier menyukai dua kata itu. Dia sangat menyukainya.
Tak ada perubahan sikap yang Zavier lakukan pada Bryssa meski Bryssa sudah menyerahkan dirinya di atas ranjang. Ia tetap dingin dan cuek pada Bryssa. Hal yang sangat berbeda dengan yang pernah ia lakukan pada Qween. Zavier untuk Qween adalah Zavier yang lembut, hangat, penyayang dan sangat perhatian. Sementara Zavier bagi Bryssa, hanya pria mesum yang terus menikmati tubuh Bryssa, dingin dan cuek meski ia terus mengatakan Bryssa adalah miliknya. Meski terkadang Zavier suka memujikecantikan Bryssa, tapi tetap saja itu terjadi ketika mereka di atas ranjang. Pujian di atas ranjang hanyalah bumbu di tengah bercinta.
**
Bryssa terjaga dari tidurnya. Ia membalik tubuhnya, melihat si pria yang memeluknya. Tidak biasanya pria ini masih terlelap ketika ia membuka matanya. Sejak beberapa hari lalu Zavier memang selalu tidur dengan Bryssa, tapi setahu Bryssa Zavier selalu bangun lebih dulu darinya. Ah, apa mungkin karena aktivitas semalam sangat melelahkan?
"Apa yang kau lihat, Bryssa?"
"Kau pura-pura tidur?!"
Zavier memeluk Bryssa lebih kencang, seperti biasa ia tidak mengatakan apapun lagi setelah bertanya. Bryssa menghela nafasnya, pagi-pagi dirinya sudah dibuat kesal saja.
"Jangan menggodaku."
Nah, otak Zavier pasti lebih cepat bergerak jika tentang hal mesum, Bryssa yang hanya menghela nafas ia katakan sedang menggodanya.
"Aku lapar."
Zavier membuka matanya.
"Malam kelaparan, pagi kelaparan, apa sebenarnya isi dalam perutmu itu." Zavier melepaskan pelukannya pada tubuh Bryssa, ia menjauh dan membuka selimut. Bangkit dari ranjang dengan tubuhnya yang tak memakai apapun.
"Jaga matamu baik-baik, Nona Bryssa!"
Suara tajam Zavier membuat Bryssa yang memperhatikan tubuh Zavier dan berhenti di selangkangan Zavier segera mengalihkan wajahnya ke tempat lain. Sial! Dia tertangkap basah melihat ke tubuh Zavier.
"Ah, Bryssa bodoh. Memangnya tadi apa salahmu? Dia yang tidak pakai pakaian. Kau punya mata yang bebas melihat apa saja." Bryssa mengomeli dirinya sendiri setelah Zavier keluar dari kamarnya. Ia harusnya tak membuang muka seperti tadi, itu membuatnya semakin jelas jika yang ia lakukan tadi adalah salah.
"Arrghh!" Bryssa mengacak rambutnya gemas. Ia segera turun dari ranjang, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. "Misi tidak ada. Pekerjaan juga tidak ada. Bryssa kini benar-benar pengangguran." Bryssa mengoceh dengan helaan nafas berat. Ia benci tidak melakukan apapun.
Setelah cukup lama berendam dalam bathtub, Bryssa meraih bathrobenya dan keluar dari bathtub.
"Aku pikir kau tenggelam."
Bryssa mengangkat wajahnya, ia menemukan Zavier tengah duduk di sofa.
"Apa kau pikir aku akan bunuh diri hanya karena manusia seperti kau?!" Bryssa berdecih, "Tidak akan!" Jawabnya pasti. Ia segera melangkah menuju ke tempat pakaian.
Zavier bangkit dari sofa, "Keluarlah setelah memakai pakaianmu."
"Ya." Balas Bryssa yang tengah mengenakan dalamannya.
Zavier keluar dari kamar Bryssa. Ia melangkah ke kamarnya. Masuk ke dalam sana dan segera mandi.
Setelah selesai Zavier ke meja makan. Ia melihat wanita cantiknya duduk di salah satu kursi.
"Kau lama sekali!" Sebal Bryssa.
Zavier duduk di tempatnya, tanpa rasa bersalah ia memakan makanannya.
"Bagaimana bisa kau tidak mengatakan apapun, Zavier!" Bryssa kenyang sekarang.
Zavier berhenti mengunyah, "Apa aku menyuruhmu menungguku?"
"Sialan!" Bryssa tak bisa menahan makiannya lagi.
"Kau mau kemana, Bryssa!" Zavier menghentikan langkah Bryssa, "Kembali atau kau akan menyesal!"
Bryssa mengabaikan Zavier, ia masih melangkah.
Prang! Prang! Semua yang ada di meja makan sekarang berada di lantai.
Kali ini langkah Bryssa benar-benar berhenti. Ia membalik tubuhnya dan melihat ke Zavier yang beranjak pergi.
"Ah, tempramennya benar-benar buruk!" Bryssa menghela nafasnya dan memutar tubuhnya kembali dan segera melangkah.
Akhirnya sarapanpun tak terlaksana.
Satu jam berikutnya, perut Bryssa mulai keroncongan. Marahnya lenyap dan kini keroncongannya datang.
Akhirnya Bryssa keluar dari kamarnya dan melangkah ke dapur.
"Ada yang Nona butuhkan?" Tanya pelayan.
"Aku ingin masak."
"Anda lapar?"
Bryssa mengangguk.
"Biar koki yang memasak. Anda tunggu saja di meja makan."
"Aku ingin memasak sendiri." Bryssa melewati pelayan tadi.
"Nona, saya akan dimarahi Tuan jika membiarkan anda masak."
"Dia tidak akan peduli. Dia saja mengabaikanku tadi." Terbalik, Bryssa yang mengabaikan Zavier tadi. Makanan yang ada di meja makan, itu Zavier yang membuatnya. Hanya saja Zavier tak memerintahkan Bryssa untuk menunggunya makanya Zavier hanya diam saja.
"Tapi, Nona-"
"Tidak apa-apa. Dia tidak akan marah." Bryssa meyakinkan.
Ragu, jelas pelayan itu ragu.
"Jika kau tidak pergi, aku tidak akan makan!" Bryssa kini mengancam.
"Baiklah, Nona." Pelayan itu kalah.
Bryssa tersenyum, ia segera melangkah ke bagian tengah dapur. Kompor masa kini berada di bagian tengah dapur.
Bryssa melihat ke sekelilingnya, ia mencari tempat penyimpanan bahan memasak. Setelah matanya menangkap tempat itu, Bryssa segera kesana. Ia mengambil beberapa makanan lalu segera pergi ke bak cuci.
Bryssa masih tidak cukup pandai memasak tapi setidaknya dia mengetahui apa saja nama bahan yang dia pakai untuk memasak, tentu saja tahu. Bahan yang dia ambil hanyalah telur, kentang, wortel dan mie instant.
Bryssa hendak membuat omellet. Itu saja kepandaiannya memasak. Ia bersyukur sekali di kediaman Zavier ada makanan instant itu. Dia jadi tidak sulit memasak.
"Makanan sampah apa yang sedang kau masak, Bryssa?!"
"Kau selalu saja mengagetkan! Kalau datang bisa beritahu dulu, tidak?!" Ini kesekian kalinya Bryssa terkejut karena kedatangan Zavier.
Zavier segera mematikan kompor. Ia membuang omellet setengah matang yang dibuat Bryssa.
"Apa yang kau lakukan??" Bryssa menatap ke kotak sampah sedih.
"Siapa yang memasukan makanan seperti ini ke dalam rumahku!" Zavier mengoceh. Ia penganut makanan sehat. Kenapa juga ada makanan seperti itu di rumahnya.
"Zavier, aku lapar. Kau membuang makananku. Astaga, kau benar-benar tidak suka padaku, ya! Kau mau membuatku kelaparan hingga mati?!" Seru Bryssa jengah.
"Makanan yang kau masak tadi yang akan membuat kau mati!" Seru Zavier tajam.
"Apa yang salah? Telur, kentang dan wortel adalah makanan sehat."
"Makanan cepat saji itu yang akan membuatmu mati lebih cepat."
"Ayolah, Zavier. Bahaya mie instant itu sudah dikalahkan dengan vitamin yang ada di bahan pendampingnya."
Zavier mendengus, pikiran dari mana itu, Bryssa? Entahlah.
"Pergi ke meja makan. Koki disini bisa membuatkan kau makanan."
"Aku mau memasak sendiri."
"Keras kepala!" Zavier melangkah ke tempat penyimpanan tadi.
Bryssa melirik Zavier tak mengerti ketika pria itu kembali dengan ikat tuna dan beberapa sayuran.
"Masak ini. Ini sehat!" Zavier memberikan bahan tadi ke Bryssa.
"Aku tidak bisa memasaknya."
"Lantas kenapa kau keras kepala ingin memasak?!"
"Aku hanya ingin membuat telur mata sapi."
"Apa yang kau bisa, Bryssa?" Zavier meremehkan Bryssa.
"Aku bisa menembakmu."
Zavier tersenyum meremehkan, "Kemampuanmu menjelaskan sekali jika seharusnya kau lahir sebagai laki-laki." Zavier meraih kembali bahan masakan tadi.
Ia segera mencuci dan memotong bahan tersebut.
Bryssa tidak percaya apa yang ia lihat. Zavier mahir sekali memainkan pisau.
Tampan.
Tangguh.
Pintar masak.
Itu adalah tipe pria idaman Bryssa sejak ia masih remaja.
Sialan! Kenapa nilai minusnya berkurang karena kemampuan dan wajahnya yang bersinar tapi tak menyilaukan itu?
Bryssa terpana. Laki-laki jantan yang pandai di dapur, itu adalah paket komplit yang Bryssa sukai. Ia bisa dijaga oleh prianya dan bisa dimanjakan lidahnya. Ia tak pandai memasak jadi dia sangat ingin punya pria yang bisa memasak.
Zavier memasak untuk Bryssa. Sementara Bryssa hanya memperhatikan.
Masakan selesai. Baunya sudah sangat menggoda lidah Bryssa.
Zavier membawa masakannya ke meja makan.
"Habiskan ini."
"Kau tidak makan?"
"Aku sudah kehilangan selera untuk makan."
Bryssa tahu, itu pasti karena satu jam lalu.
"Aku heran dengan tingkahmu, kau tidak suka bicara denganku tapi kau mau memasak untukku. Kau mengatakan aku milikmu tapi kau cuek padaku. Sebenarnya kau ini membenciku, menyukaiku atau apa?"
"Kau hanya milikku. Entah itu benci, suka atau cinta. Kau akan tetap jadi milikku. Hingga kau jadi mayat kau tetap milikku. Jadi, makanlah sekarang! Tubuhmu itu milikku dan jangan menyiksanya!"
Bryssa tak tahu ini manis atau kejam, tapi dia suka. Dia duduk dan segera makan.
Benci? Tidak, sejak awal tak ada kebencian yang Zavier utarakan pada Bryssa. Jika ia membenci maka sudah pasti Bryssa sudah mati saat ini.
tbc