Zio tidak tahu harus berkata apa lagi, pergi pun dia tidak merasa enak, berada di sana pun dia tidak merasa nyaman. Serba salah memang.
Akhirnya Zio memutuskan untuk mengikuti Asya dan keluarganya ke ruang perawatan, yang sudah dipesan. Tiba-tiba saja seseorang datang menghadang.
"Halo Om, Tante," kata Reyvan menyapa kedua orangtua Asya.
"Oh iya halo, maaf dengan siapa ya?" Ibu Aida tersenyum manis kepada Reyvan.
"Perkenalkan Tante, Om. Saya Reyvan, saya tadi yang membawa Asya ke Rumah Sakit," kata Reyvan tersenyum dengan manis.
"Jadi Revan yang sudah membayar semua biaya pengobatan Asya?" tukas papa Hendrik kepada Reyvan.
"Iya Om, saya tadi hanya membantu agar Asya cepat di tangani oleh Dokter," kata Reyvan dengan bangga.
"Terima kasih banyak Reyvan, tidak tahu apa yang harus kami lakukan untuk berterima kasih, atas semua kebaikan nak Reyvan," kata Ibu Aida kepada Reyvan.
"Jadi kamu sudah membayar semua administrasinya Asya. Tenang saja aku akan mengganti semua itu biaya administrasinya, aku akan menggantinya sekarang juga, berapa yang harus aku bayar?" tangkis Zio dengan wajah yang memerah, pria itu tidak suka sikap Reyvan yang sok seperti itu.
"Kecil ko, aku sudah membayar semuanya, biaya operasi pun sudah aku bayar, padahal operasinya belum kan, semuanya sekitar 39 juta," kata Reyvan dengan senyuman manisnya.
"Apa? Mahal sekali?" Asya begitu terkejut ternyata biaya operasi semahal itu.
"Apakah semua itu benar Papa, bukankah Papa tadi sudah datang ke ruangan administrasi untuk membayar semuanya?" kata mama Aida kepada papa Hendrik.
"Benar sekali, biaya administrasinya dari mulai perawatan sampai operasi dan sesudah operasi jumlah total keseluruhan 39 juta Rp 200.000 rupiah. Saat Papa mau membayar semua yang biaya administrasi tersebut, ternyata Nak Reyvan sudah membayarnya terlebih dahulu," ucap papa Hendrik sambil menatap kearah sang istri.
"Tunggu sebentar aku akan segera membayar semua tagihannya Om dan Tante, tidak perlu khawatir, kamu juga Asya jangan cemas ya." Zio dengan segera menelepon seseorang.
Ternyata Zio menelepon Abang Vano yang kini sedang bersantai di rumah bersama dengan keluarga.
Telepon itupun bersambung.
"Ada apa Zio, kamu mengganggu waktu istirahat Abang, huh?" tanya Abang Vano di balik telepon.
"Abang bisakah Abang keluar sebentar, Zio membutuhkan sesuatu yang sangat penting," kata Zio kepada sang kakak.
"Penting, apa itu?" Abang Fano mengerutkan dahinya, pasti adiknya berbuat ulah kembali, itulah yang abang Vano pikirkan saat ini.
"Begini Bang, temanku kecelakaan dan masuk Rumah Sakit, keluarganya bukan orang kaya dan mereka membutuhkan uang untuk biaya operasi. Bisakah Abang meminjamkan uang abang sekitar 25 juta ya," kata Zio dengan suara yang rendah dan penuh harap.
"25 juta, memangnya biaya operasi itu berapa?" tanya abang Vano.
"Biayanya 39 juta Rp200.000 rupiah. Dan uangku kurang, Zio hanya punya uang di ATM sekitar 15 juta, diharap Abang mau mentransferkan uang 25 juta itu sekarang, agar Zio bisa membantu biaya operasi teman Zio," kata Zio berharap sang kakak bisa secepatnya mengiyakan keinginannya.
"Kamu tidak bohong?" Abang Vano kembali mengerutkan keningnya, dia takut adiknya itu berbohong kepadanya karena uang 25 juta itu bukan hal yang kecil.
"Untuk apa Zio berbohong. Abang datang saja ke Rumah Sakit Harapan sekarang juga, teman Zio yang bernama Asya kecelakaan, motornya hancur kakinya patah. Abang tidak punya perasaan masih mempertanyakan apakah dia berbohong atau tidak?" Zio merasa kesal dengan ucapan sang kakak.
"Baiklah akan Abang transfer saat ini juga, 25 juta, lalu Abang akan mengecek sendiri ke Rumah Sakit, jika sampai teman kamu itu tidak kecelakaan dan kamu ternyata kembali membohongi Abang, maka tidak segan-segan Abang akan menarik motor kamu sehingga kamu tidak akan bisa kemana-mana dengan motor tersebut," ungkap Abang Vano kepada sang adik.
"Baiklah kalau memang Zio berbohong kepada Abang, jangan kan motor Abang boleh mengatakan semua kenakalan Zio kepada Mommy dan Daddy," kata Zio dengan penuh penekanan lalu abang Vano pun terkekeh.
"Baiklah-baiklah, janji adalah janji, Abang pegang janjimu dan kamu tidak bisa berkutik lagi." Abang Vano lalu menutup saluran telepon tersebut, dan langsung mentransfer uang 20 juta itu ke rekeningnya Zio, sehingga adiknya bisa secepatnya membayar uang yang telah dipakai oleh Reyvan untuk biaya operasi Asya.
Zio terlihat senang saat ada pesan masuk yang mengatakan bahwa sudah ada uang sebesar 25 juta masuk ke rekeningnya.
Pria itu langsung menghampiri Reyvan Asya dan kedua orangtua Asya.
"Reyvan mana nomor rekeningmu, akan aku transfer sekarang juga uangnya," kata Zio sambil menatap Reyvan penuh dengan rasa kesal.
Reyvan dengan Arogan tersenyum kearah Zio, dan memperlihatkan nomor rekeningnya yang tertera pada ponselnya tersebut.
"Ini nomer rekeningku." Pria itu menyodorkan ponselnya.
Dengan segera Zio mentransfer uang sebanyak 39 juta 200.000 rupiah ke rekening Reyvan.
"Sudah lunas semuanya. Uangnya sudah aku transfer, silakan kalau kamu mau pergi karena kita sudah tidak ada urusan lagi," ucap Zio dengan wajah yang datar, pria itu malas sekali berbicara dengan Reyvan.
"Oke baiklah, untuk hal yang tadi kita bahas. Apakah kamu sudah memilih opsi satu atau opsi dua?" tanya Reyvan kepada Asya.
Asya terlihat begitu gugup, pasalnya di sana ada kedua orang tuanya, dan Asya tidak mau kedua orangtuanya tahu bahwa ia sebenarnya jatuh karena telah mengikuti balapan liar.
"Reyvan, masalahnya sudah bukan dengan Asya lagi, tapi kamu berhadapan denganku. Aku akan menyelesaikan semuanya dan tunggu saja ya, sekarang kami mau masuk dulu ke dalam kamar rawat inap, permisi. Ayo Om, tante kita masuk, bawa Asya ke dalam," ungkap Zio dengan rasa kesal yang kini telah mendera seluruh hatinya.
Reyvan tersenyum devil, dia mengepalkan tangannya merasa kesal dengan sikap Zio yang selalu membela Asya, semakin besar Reyvan ingin memiliki Asya, ketika Zio bahkan membela Asya seperti itu.
"Kamu tidak tahu saja, apa yang akan terjadi nanti. Asya pasti akan menjadi milikku," kata Reyvan dengan suara yang rendah, sambil mengepalkan tangannya dengan penuh kekesalan.
Sedangkan Zio, Asya dan keluarganya segera masuk ke dalam ruangan rawat inap yang sudah dipesan. Kini Asya sudah digendong oleh sang papa untuk ditidurkan di atas ranjang kesakitannya.
"Menantu, terima kasih banyak atas semuanya. Papa sangat bersyukur ada kamu yang selalu mendampingi Asya, sekarang Papa akan lebih tenang," ucap tuan Hendrik kepada Zio, sambil menepuk pundak Zio dengan wajah yang sangat berbinar, merasa bahagia karena memiliki calon menantu sebaik Zio.
"Om, maaf aku bukan kekasih Asya." Sekali lagi Zio mengelak.
"Iya-iya Papa tahu, kamu masih malu-malu kan, tidak usah sungkan kami selaku orangtua Asya mendukung hubungan kalian?" kata Papa Hendrik kepada Zio.
"Siapa yang pacaran?" ucap seseorang sambil berdiri di depan pintu dengan kening yang mengerut.
___________
Halo kak, aku akan up sebentar lagi ya, kakak sabar menunggu satu bab lagi oke. jadi berikan batu kuasa kakak semuanya untuk Zio.
Jangan lupa folow Instagram Evangelin Harvey ya. untuk mendapatkan informasi setiap novelku.
Terima kasih.