Chereads / Lady in Red (21+) / Chapter 5 - I Wanna Sex You Up (21+)

Chapter 5 - I Wanna Sex You Up (21+)

I Wanna Sex You Up

- Color Me Badd -

=============

Ruby menggeliat. Rasanya tulang remuk di sana-sini. Vince menggila hingga menjelang jam 6.

Baru saja Ruby membuka mata, ia sudah diperangkap tatapan Vin di atasnya. "V-Vin?" Wajah seketika merona. Apalagi tubuh telanjangnya dikungkungi Vince.

Tanpa berkata apapun, Vince menyeringai, kemudian merosot ke selatan.

"Ha-aanghh... Viinnhh..." Ruby tak sanggup berbuat apapun saat dua kakinya dibuka dan lidah Vince sudah menari Salsa di klitoris sang biduan.

Otot bokong menegang seketika ketika mulut nakal Vince menghisap di sana, disebut erangan Ruby. "V-Viinnh... di... sana kot—torrhh... anghh..."

Namun, Vince tak menyahut dan terus memoles klitoris basah Ruby menggunakan lidah agresifnya. Ruby sibuk kelojotan, gelisah sambil terus menyerang serta remas kuat seprei sekenanya.

Ini terlalu intens baginya. Terlalu kuat terjangan libido dari Vince. Begitu kuatnya hingga Ruby menyerah dan berikan muncratan cairan spesialnya.

Vince terkekeh. Sepertinya senang. Ruby terengah-engah, mengatur napas, hendak bangkit, namun apa daya, Vince kembali menjajah area intimnya. Bahkan kini menjejalkan dua jari ke liang hangat yang baru saja menyemprot.

"Gyakhh! Aarkh! Viinnhh..." Ruby nyaris kejang-kejang tak jelas karena lidah Vince meliuk beringas di klitoris sembari dua jarinya intens mengocok liang intim Ruby secara cepat.

Erangan Ruby kian menggila saat ujung jari Vince menyentuh sebuah titik yang berikan sensasi luar biasa bagi Ruby. Tak pelak, cairan bening kental itu pun memuncar deras diterima mulut Vince.

"Khehehe... kau memang wanita menakjubkan, Ru. Tak salah aku memilihmu."

"Hah? Arghh!"

Dan sang biduan harus terima ketika batang pusaka sang pria kembali ditenggelamkan ke vagina. Keduanya saling berpacu dalam berahi dan lenguhan. Memompa libido masing-masing agar meraih puncak ternikmat.

"Haaggkkhhh!"

Ruby ingin mengutuk dirinya sendiri yang begitu mudah jatuh dalam buaian lelaki seperti Vince. Padahal dia selalu menjadi pihak yang akan membentengi diri untuk tidak terperosok oleh hubungan apapun dengan para fans dia.

Ini sungguh diluar kebiasaan dia. Vince begitu gampangnya menggiring Ruby menyerah pada kemauan si lelaki hanya karena dirinya sudah distimulasi sedemikian rupa hingga dia melayang tak tertahankan ke langit kesepuluh.

Wanita cantik nan mempesona di usia pertengahan tiga puluhan itu membiarkan Vince memperlakukan tubuhnya semau sang pria.

Ia bahkan menggelinjang bagai jalang kesurupan ketika Vince makin giat memompa vaginanya tanpa jeda saat Vince memberikan kehormata pada Ruby untuk berada di atas tubuh sang pria tampan dan Ruby bebas bergerak mengeluarkan segala sisi liarnya.

Vince sangat terampil menggiring birahi Ruby melalui jalur yang dia inginkan. Pria itu tetap bertindak sebagai dominan meski berlagak menyerahkan kendali pada Ruby.

Nyatanya, Vince lah yang selalu bergerak agresif menyodokkan penisnya kuat-kuat menghentak-hentak tubuh Ruby.

Bahkan, dia masih saja 'menghajar' tubuh pasrah Ruby dengan beberapa gaya vulgar yang takkan pernah ada dibayangan Ruby seumur dia berkenalan dengan seks.

Vince memperkenalkan nuansa baru, dunia baru, aroma baru akan kehidupan seks yang menggairahkan dan tanpa batas.

Ruby sangat bersedia menerimanya meski ia harus lekas menyerap segala pelajaran intim dari Vince yang tak kenal lelah membimbingnya bagai seorang tutor berpengalaman.

Pada kenyataannya, pria itu, Vince Hong, memang lelaki yang sudah sangat berpengalaman jika itu mengenai memperlakukan wanita, terutama tubuh mereka.

Setelah keduanya puas mereguk semua kenikmatan dunia di bawah kendali penuh Vince, keduanya mencapai puncak pelepasan nyaris bersamaan. Ruby terlebih dahulu, lalu disusul Vince tak lama kemudian.

Dua insan tergolek di ranjang dengan nafas terengah-engah bermandi peluh.

Ruby terpaksa bangkit. Tak mungkin dia tidak menyiapkan sarapan. Eh, atau ini harus dikatakan... makan siang? Matanya melirik jam meja, sudah 12:46.

Hampir saja Vince berhasil menggapai jika Ruby tidak gesit melesat ke kamar mandi dan lekas mengunci saat Vince mengejarnya.

"Astaga... apa yang aku sudah lakukan?" Ruby sandarkan punggung ke dinding kamar mandi. "Gila sekali. Ough... sungguh gila. Ini... nyata-nyata gila!" Ia terus mengulang kata 'gila' setelah memikirkan ulang apa saja yang sudah dia lakukan semenjak semalam hingga ini.

Terkekeh sendiri akibat perbuatan yang menurut dia gila, Ruby menyisir rambutnya menggunakan tangan, bersiap untuk membersihkan diri, mandi dengan sepuas-puasnya. Begitu banyak aroma Vince yang melekat di tubuhnya saat ini.

Tangan memutar keran shower, mulai membilas tubuh. Sesekali terpekik kecil jika menyentuh area bawah karena terasa perih bila terkena air. Dia seolah kembali jadi perawan. Bedanya, tidak ada darah. Hanya perih akibat gempuran penis Vince yang menggila bertubi-tubi.

Sudah berapa tahun dia tidak disentuh lelaki?

Ruby memijit keningnya sambil terus tersenyum konyol merenungi perbuatan dia sendiri. Betapa dia tak bisa mengendalikan diri, bergerak liar hanya karena rangsangan dari Vince. Ah, itu sungguh edan!

Sang biduan tersenyum kecil. Tak percaya di usia menjelang 40 dia mengalami seks luar biasa. Seluruh sendi dan syaraf miliknya seakan terbangkitkan akibat sentuhan-sentuhan ajaib Vince. Seolah... membangkitkan sesuatu yang tertidur lama di jiwa Ruby.

Usai membersihkan badan dan memakai mantel mandi, Ruby melangkah menuju dapur, bermaksud membuat makan siang. Untunglah Vince tak ada di kamar. Kesempatan itu digunakan untuk memakai baju.

Tiba di dapur, ternyata mendapati Vince sudah di sana terlebih dahulu. Dan memakai celemek. Yang membuat Ruby nyaris menjatuhkan dua bola matanya adalah... Vince benar-benar hanya memakai celemek saja! Alias telanjang.

Wanita itu hanya mendesahkan napas sambil tak tau harus berbuat apa untuk tingkah Vince yang demikian.

"Halo, cantik. Kau pasti sudah lapar," sapa Vince begitu Ruby muncul. Harum wangi pancake sudah memenuhi ruangan.

Ruby tergelak kecil. Lalu hempas ringan pantat di salah satu kursi. Menghirup sekejap bau pancake yang baru matang, lalu tersenyum. "Hangat dan wangi vanilla. Ternyata kau pandai memasak."

Vince sodorkan garpu dan pisau ke Ruby. "Jangan buru-buru memuji dulu sebelum kau mencobanya."

Ruby tergelak lagi lalu memotong pancake kecil-kecil kemudian masukkan ke mulut, kunyah sebentar, lantas matanya membelalak.

"Kenapa?" Vince jadi kuatir. "Apa terlalu asin? Pahit? Kurang apa?"

Ruby terus membelalak sambil menggeleng berulang-ulang.

"Hei, katakan, bagaimana rasanya? Kurang apa?" Vince terus menampakkan wajah kuatir dan bertanya-tanya. Ia tak berharap masakan pertamanya untuk Ruby ternyata buruk bagi si biduan.

"Iya, kurang."

"Kurang apa?"

"Kurang banyak, hahaha!"

Vince melongo, lantas sadar dirinya dikerjai Ruby. Ia gemas, hampiri Ruby dan balikkan tubuh Ruby membelakanginya.

"Vin!"

"Ya. Aku di sini, Ru sayank..." Vince sudah berbisik seduktif di belakang telinganya.

Ruby bisa melihat alarm tanda bahaya menjerit-jerit di batinnya atas kelakuan Vince ini. Namun, apa daya yang dipunyai Ruby? Ia hanya tak habis pikir, apakah Vince tak punya rasa lelah dan bosan padanya?