Chereads / Separated Of Sera / Chapter 7 - Episode 7

Chapter 7 - Episode 7

"Dia tidak hilang, dia sedang menunggumu didataran level pertama. Kau akan menemuinya disana, dan akan mengikuti pembelajaran, latihan, dan ujian yang akan membuat mu naik ke tingkat dataran yang lebih tinggi dari dirinya.  Ikuti terus tanda hijau tersebut sampai kau menemukan der didataran yang berbeda. Kini dia sudah menjadi gurumu, meski aku khawatir tentang itu. Kau mengerti?" Tanya sang wanita.

Sera mengangguk faham.

"Baguslah kalau begitu. tugas ku sudah selesai disini" ujar wanita cantik tersebut seraya menghilang.

Bagi mereka yang tak kenal putus asa, kelahiran adalah kemenangan baginya. Dan, sukses adalah hal bonus yang tak mereka akan gubris terlalu manis. Mereka hanya menepi saat lelah dan berjalan kembali tanpa susah.

Kau tergantung pada apa yang kau buat. Tubuhmu tergantung pada apa yang kau makan. Otakmu tergantung pada apa yang kau baca. Tapi hati mu tidak bergantung pada hal hal semacam itu. Hatimu bergantung pada apa seluruh jalan kebaikan, meski otakmu menghitamkan.

Kau akan terus menyalahkan sesuatu hal, jika terjadi sesuatu yang buruk pada dirimu. Dan kau akan memaki, menghina, segala jalan yang telah tuhan beri. Padahal, itu merupakan jalan tuhan yang harus kau tempuh agar kau semakin didepan. Namun, pun setelah kau sadar, kau tidak kunjung berterima kasih pada tuhan. Kau terlalu egois pada tubuh dengan akal yang selalu sadis.

Sera kini tengah memandang tanda hijau dibawah kakinya dengan mata berbinar lega. Dia terpaku pada satu garis panjang vertikal berwarna hijau yang berpendar lembut dibawah kakinya. Hatinya tak lagi gundah dan dia rasanya sangat bahagia.

Setelah wanita cantik yang berbicara padanya tadi menghilang, sera masih saja ditempat dia semula melihat tanda tersebut dan masih saja terpaku disana. Padahal, perintah pada wanita itu jelas jelas menyuruhnya untuk mengikuti tanda hingga ia menemukan der didataran yang berbeda.

Omong-omong tentang der. Sera merasa orang tua tersebut benar benar menyembunyikan sesuatu darinya. Sebab, dari kalimat terkahir yang diucapkan oleh wanita cantik itu benar benar ganjil diteling sera.

Namun, sera tidak tahu itu apa. Maksud wanita itu mengenai kalimatnya. Ataupun kalimat kalimat dia yang sengaja diputus oleh der ketika berbicara. Membuat semua yang dia bicarakan terdengar

mencurigakan.

"...Ikuti terus tanda hijau tersebut sampai kau menemukan der didataran yang berbeda. Kini dia sudah menjadi gurumu, meski aku khawatir tentang itu..." sera mengulang ucapan wanita tersebut dalam benaknya.

Sera memikirkan dataran berbeda yang dimaksud oleh wanita tersebut. Dia merasa heran, karena sebelum dia ditemukan oleh der, sejauh dia memandang semua dataran terlihat sama. Oh, kecuali tanah ilusi tersebut. Jadi, dataran mana yang wanita itu maksud?

Lanjut kepada der, wanita itu juga bilang bahwa der sudah menjadi guru sera. Dia benar benar menjadi guru? Guru yang mengajar seorang murid? Dan tentunya wanita itu juga bilang bahwa sera-lah murid dari der yang konyol itu.

Dan hal terakhir,adalah. Wanita itu berkata bahwa dia ragu tentang itu. Tentang apa? Tentang der yang menjadi guru sera atau sera yang menjadi murid der?

Sera menggeleng mengusir segala pemikiran yang tak kunjung ia dapatkan jawabanya. Dia tidak ingin bersusah payah memikirkan hal hal rumit yang akan melelehkan kepalanya. Dia tidak ingin diberatkan dengan hal hal semacam itu. Lagi pula, dia toh juga sudah mati.

Sera akhirnya menegakkan kepalanya. Sudah puas matanya melihat tanda hijau yang berpendar dibawah kaki. Dia benar benar merasa sudah tenang sebab dia sudah tahu akan kemana dibawa tubuhnya itu.

"Okeh.. sekarang, aku siap!" Ujar nya bersemangat seraya mengepalkan tangan. "Aku tidak akan tersesat. Dan aku aka selamat" lanjutnya optimis.

Dia mulai kembali berjalan, menempuh jarak yang teramat sangat jauh jika diukur dari satuan dunia. Dia berjalan dengan senyum, dan sesekali melihat kearah bawah kakinya. Agar ia tidak salah dalam langkah.

Sera menengadah keatas, lagi lagi merasa heran dengan matahari yang bersinar sama dengan pertama kali ia sampai didataran aneh ini. Sera menggelengkan kepalanya takjub pada dataran yang kini tak lagi membuatnya takut.

Jika matahari matahari ini didunia bersinar terus seperti itu sepanjang waktu, mungkin banyak manusia yang kehilangan akal, kekacauan metebolisme, dan kebakaran serta kekeringan hebat yang parah. Matahari matahari ini benar menyinari terik tanpa ampun.

"Mungkin, banyak yang akan membangun kubah kubah pelindung panas dengan sistem canggih.." gumam sera.

"Tidak akan ada yang menjemur badan dipinggir pantai. Oh, minuman segar akan laku keras. Ikan kering mungkin jadi makanan pokok. Tapi laut akan bertambah asin ikan ikan pasti banyak yang mati.." lanjut sera lagi dalam khayalannya.

Sudah cukup lama sera berjalan dengan mata yang terus menyipit menghalau silau dimatanya. Dia, memutuskan berhenti sejenak karena terik yang ia rasakan benar benar membuat tubuhnya merasa kering.

"Der mungkin bercanda jika aku akan terbiasa. Matahari ini benar benar tidak pandang peduli.." ujar sera menengadah.

Sera menghela nafas lelah. Tempat yang sunyi memang menjadi favorite nya. Tapi, jika sudah sunyi tidak ada orang selain dirinya seperti saat ini membuat ia merasa risih.

"Kira kira sekarang pukul berapa ya di dunia? Apakah pagi? Atau malam?"

Gumam sera.

"Ibu sedang apa ya di dunia?.."

"Apa ayah sudah pulang kerja..?"

"Bagaimana kabar mereka mengetahui aku sudah mati.."

"Apa mereka menguburkan jasatku dengan baik.."

Sera merasa ingin menangis lagi. Kali ini, hatinya benar benar sedih.

"Apa ibu dan ayah baik baik saja tanpa aku?.."

"Bagaimana ibu nanti ke pasar jika aku tidak menemani..?"

"Sudah berapa lama aku mati..?"

"Apa mereka masih ingat dan mendoakan ku..?"

Sera akhirnya benar benar menangis. Kini suara tangisanya tidak terdengar sebab hatinya yang perih bergejolak untuk keluar. Dia menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Ibu.. aku menyesal tidak membantumu saat memasak.. aku malah sering pura pura tidak mendengarmu jika kau memanggil.. aku.." sera menangis tersedu sedan. Bahunya berguncang.

"Aku benar benar pantas mati karena aku tidak pernah berguna untukmu.."

"Aku bahkan tidak sempat memohon maaf kepada ayah dan ibu.. aku.. mungkin terlampau berdosa..."

"Ibu.. disini panas sekali.. kau pastilah akan berteriak menyuruhku untuk berteduh kan, bu?.."

Dan sera masih meracau dengan segala sedihnya. Cukup lama ia menangisi perihal kematianya hingga tangisnya kini sedikit mereda. Diusapnya matanya perih, bibirnya masih melengkung sedih. Dia kembali berjalan terseok seok mengikuti tanda dibawah kakinya.

Sera tak lagi bergumam gumam sepanjang jalan yang tersisa. ia hanya berjalan cepat dan sesekali menyapu pandangan untuk melihat sudahkah ia sampai didataran yang dikatakan oleh wanita cantik tersebut.

Hingga akhirnya sayup sayup sera mendengar suara aliran air sungai yang menyejukkan. Sera semakin mempercepat langkahnya. Dan dia akhirnya tiba diujung dataran, dengan sungai sedang yang memisahkan antara dataran yang ia pijak dengan dataran yang berada diujung sana.

namun, meski jarak sera dengan dataran diseberang sana tidak terlalu jauh. Sera tidak bisa benar benar melihat bagaimana keadaan dataran yang ada disana. Karena, tepat setelah dinding sungai. Dataran tersebut benar benar diselimuti kabut yang mampu mengaburkan apapun dibaliknya.

"Wanita itu tidak berbohong ternyata.." ujar sera.

Matanya terpaku pada objek yang tengah dipandanginya. Setelah menghabiskan waktu yang teramat sangat lama menembus dataran gersang yang menyilaukan mata. Sera akhirnya menemukan pemandangan selain tanah kering tersebut.

Dihadapanya kini mengalir sebuah sungai yang panjang dan cukup lebar dengan air jernih yang mengalir pelan. Air nya tampak segar dan dingin karena bewarna bening. Sera dapat melihat batu batu sungai berbagai macam ukuran didasarnya. Dan, beberapa tumbuhan rambat yang menopang dinding dinding sungai.

Sera baru saja hendak memasukkan kakinya kedalam sungai tersebut. Berniat untuk merendam kakinya atau sekedar membasuh wajahnya.  Namun tanda dibawah kakinya berubah menjadi warna merah dengan bentuk menyilang. Sera jelas jelas dilarang untuk melakukan hal itu.

"Baiklah baiklah aku tidak akan menyentuh sungai itu" ujar sera seraya menunduk.

Sera kembali berjalan mengikuti tanda yang menyuruhnya untuk mengikuti aliran sungai. Dan, pada akhirnya tiba lah dia disebuah jembatan kayu asing. Jembatan tersebut terlihat seperti dipasang tanpa menggunakan alat seperti palu, gergaji atau pun paku. Jembatan tersebut tidak besar dan tidak pula kecil. Tidak dibangun dengan teknologi canggih karena bentuknya yang tidak menggambarkan itu. Namun, hal yang unik dari jembatan ini adalah, pada bagian ujungnya yang ditutupi kabut berwarna hijau dan menutupi pemandangan dibaliknya.

Kabut tersebut benar benar menyelimuti bagian ujung pada jembatan . Sehingga orang yang melihat itu akan merasa itu adalah sebuah portal waktu yang persis seperti serial film fantasi didunia.

Sera melihat kebawah, kearah tanda dibawah kakinya.

"Jadi, aku harus masuk kedalam kabut itu?" Ujarnya masih menunduk.

Sera mengangkat kepalanya, dan melihat kearah kabut.

"Baiklah, kali ini tidak akan terjadi apa apa . Kali ini akan baik baik saja"

Ujarnya lagi.

Sera mulai menyentuhkan kakinya keatas jembatan kayu tersebut. Namun, segera ditariknya kembali kakinya sebab dia terkejut dengan sengatan kecil yang menyengat kulitnya.

"Astaga, jembatan ini ada listriknya!" Ujar sera terkejut.

Dia mengusap usap telapak kaki telanjangnya.

"Wanita itu tidak mengatakan apa apa tentang jembatan. Tapi tandanya merujuk kesana. Apa benar tanda ini benar benar menuntunku?" Ujarnya lagi.

dilihatnya tanda yang kini semakin bersinar terang kearah jembatan . Sera sedikit ragu, namun hatinya menyuruhnya untuk masuk dan menyebarangi jembatan itu.

"Astaga, harus ada acara sentram sentrum segala ya.?" Ujar sera sembari meringis.

Sera menimang, untuk berjalan diatas jembatan. Terbesit dibenaknya untuk menyabrang melewati sungai saja. namun dia tidak ingin mengambil resiko lagi.

Sera akhirnya memutuskan untuk menyebarngi jembatan itu. Dia mengambil ancang ancang. Dan kini tengah berjalan cepat diatas jembatan . Wajahnya meringis pedih manahan sengatan sengatan yang ada ditelapak kakinya.

Namun, lebih dari itu. Lebih dari semua rasa sakit yang ia rasakan dibawah telapak kakinya. Hal yang paling membuat ia merasa tidak enak adalah seluruh tubuhnya yang mendadak berdenyut dan melemah. Dan, kepalanya yang pusing serta terasa kosong tiap tiap sera melangkah.

Kini dirinya hanya sebatas satu lengan pria dewasa dengan kabut tebal pembatas. Dia menghirup nafas dalam dalam dan memasukkan seluruh tubuhnya kedalam kabut.

"Selamat datang, didataran pertama. Sera!" Seseorang diujung sana berujar antusias.

Sera belum bisa melihat suara yang menyambutnya tersebut. Matanya kunang kunang. Kepalanya terasa amat sakit dan kosong secara bersamaan. Tubuhnya benar benar merasa sangat lemah dan gemetaran. Sera masih mecoba menahan rasa tidak enak yang ada ditububnya.

Saat tiba tiba suatu hal muncul mendadak dalam kepala sera. Sera tidak tahu itu ingatan yang mana sebab dirinya merasa asing. Dia merasa melihat ibunya sedang menangisi dirinya dengan wajah lelah yang tampak amat kurus. Dia juga melihat ayahnya yang juga menatap iba kearahnya.

"Seraa.. seraa.. anak ku..."

****

ikuti terus jalan cerita dari sera ya..

jangan lupa vote dan comment!

selamat membaca ;)

salam, Alfa.