Kau terlalu melihat kedepan sedang yang dihadapan kau enyahkan.
***
Orang orang sering kali bilang bahwa dunia dan seisinya adalah fana. Namun, bebalnya manusia yang harfiah menyulut satu kehidupan dalam pengertian yang tak mereka fahami namun mereka yakini.
Mereka juga sering kali menyebutkan kalimat doa yang tuhan tidak suka. Andaikan, jika saja, mislanya. Apa mereka tahu makna doa? Mereka hanya mengumpati diri sendiri dalam dilema.
Bodohnya mereka tak kunjung sadar pada dasar dasar hak dan kewajiban. Mereka menuntut tanpa tahu maksud. Mereka mendusta dalam rangkaian kata usaha. Sampai tuhan kesal dan sesal pada apa yang dibuatnya. Dan kau tahu tahu dimasukkan dalam neraka.
Sera, benar benar menyasali kehidupan yang ia jalani. Perihal dia yang tidak menurut, perihal dia yang tak banyak bertindak, perihal dirinya terhadap orang tuanya, perihal dirinya terhadap teman temanya.
Dia masih menangis dalam lengking yang tak kunjung habis. Dia benar benar ingin mengenyahkan dirinya kemana saja, asal jangan ditempat ini. Ditempat yang membuat dirinya ingin mati dua kali. Dia tidak kelelahan sama sekali meski yang ia tangisi adalah dirinya sendiri.
Dia terlampau bingung dan kalut sampai dia tidak tahu kebenaran tentang hal yang dianggapnya salah. Dia terlalu merutuki apa yang hanya sekedar dia lihat tanpa dia tahu itu adalah sebuah petunjuk yang akan membawanya kedalam harapan.
"Aku.. apa aku benar benar melakukan kesalahan? Sampai aku ingin mati lagi rasanya" ujarnya parau.
Sadar bahwa tangis yang ia suarakan tak ada gunanya. Sera kemudian bangkit dari duduknya. Dia sudah tak lagi menangis, namun masih sesenggukkan beberapa kali. Panik, tentu saja jika kita menjadi sera. Namun apa daya, pastilah tau sebab akibat dalam melakukan sesuatu.
Diusap wajah basahnya putus asa. Disapunya pandangan keseluruh bagian yang terlihat selalu sama. Gersang, tandus, dan terik. Dia masih didepan gerbang emas nan agung itu. Namun, emas emas itu tidak memperbaiki kepanikanya.
Sera akhirnya memutuskan berjalan saja dulu. Mana tau, dirinya menemukan seseorang dan dia akan selamat dalam ruang yang tidak ia ketahui itu. Sera berjalan tertatih tatih. Matanya tak henti bergulir awas. Kepalanya ia tolehkan kanan dan kiri waspada. Dia merapalkan doa tak henti henti. Bibirnya berkomat kamit menyeruakan isi hati.
"Tuhan, aku mohon. Aku tidak minta banyak banyak kali ini karena aku tahu diri. Tolong, pertemukan aku dengan seseorang saja. Agar aku tidak tersesat lagi" rapalnya dalam hati.
Matahari masih saja bersinar terik seperti saat pukul dua belas tengah hari tepat didunia. Sera merasa panas dan gerah, namun tidak ada peluh yang mengalir didahinya. Dia membayangkan, bagaimana enaknya disuhu yang kering ini dirinya bernaung dibalik payung besar atau berada diruangan yang memiliki mesin pendingin.
Namun, khayalan itu ia tepis kuat kuat karena dia tak lagi berada dunia. Dia bahkan sudah terlalu jauh dari hidup sampai tak ada jalan kembali.
Sera bertanya tanya pada dirinya. Apakah, untuk ukuran manusia yang baru mati memang akan diazab seperti ini? Apa mereka mereka yang terlihat lancar dan aman aman saja itu telah mati jauh sebelum dia lahir? Penilaian terhadap kematian memang tidak terdefenisikan. Sebab itulah semasa hidupnya manusia harus berpedoman pada kebaikan.
Lagi lagi sera mengumpati dirinya yang memang tak berarti. Bukan tuhan yang membuat dia seperti itu. Tapi dirinya. Saat dia dihadapkan pada pilihan untuk tidur siang atau membantu ibunya memasak didapur. Dengan bodohnya dia memelih tidur siang. Padahal tuhan jelas jelas berfirman, bahwa akan ada imbalan disetiap kebajikan. Namun nafsu yang menutup akal dan hatinya membuat ia tersisih dalam kebodohan yang ia ciptakan sendiri.
Sera merasa sudah sangat jauh sekali berjalan. Namun ketika dia berbalik kebelakang, masih didapatinya gerbang emas berkilauan. Sera mendesah pasrah terhadap dirinya yang mulai lelah. Bukan kah dia juga telah mati diumur dini? Apa yang akan lebih buruk dari itu?
Dan lagi lagi juga. Sera memang tidak menggunakan akalnya. Dia benar benar pasrah saat dirinya bahkan sudah mati. Apa dia ingin mati lagi?
"Hahhh.. daratan ini tidak habis habis!!" Teriaknya.
Dia ingin berhenti, namun kakinya terus memaksa berjalan. Lubuk hatinya yang lemah terus berkata akan ada seseorang diujung sana. Namun akal jahatnya mengusik mencoba mengelabui. Dia membalas kalimat hati bahwa semua orang telah mati. Tidak akan ada seseorang diujung sana menanti.
Sera teringat pada pustakawati yang menawarinya tumpangan payung tepat beberapa jam sebelum ia kecelakaan. Ia mendengus keras keras merasa tidak adil bahwa dirinya yang masih muda kenapa lebih dulu mati dari pustakawati yang umurnya bahkan sudah kelihatan hampir habis.Dia tidak terima.
Kakinya mendadak berhenti. Jantungnya berdegup keras. Matanya mengerjap ngerjap tidak yakin. Diujung sana, dalam bayang bayang yang samar. Dia melihat seseorang yang tengah berdiri memunggunginya. Ditepuk tepuknya pipinya pelan, digosok gosoknya kedua kelopak mata. Sosok itu tidak juga hilang. Dia masih disana.
Tak peduli tentang siapapun yang ada diujung sana. Sera berlari sekencang kencangnya. Bibirnya megucap syukur, lupa terhadap umpatan umpatan yang ia layangkan sesaat lalu. Matanya tak beralih pada satu titik tempat seseorang tersebut berada. Dia merasa sedikit lega, bahwa dirinya setidaknya akan baik baik saja. Seseorang itu pastilah mau menolong ia yang tersesat.
"Siapapun disana, tolong aku!!"
Teriak sera seraya berlari.
Jarak sera dengan seseorang tersebut semakin dekat. Sera benar benar yakin bahwa dia tidak delusi saat ini karena orang tersebut juga tidak menghilang, malah semakin jelas.
Dia akhirnya tiba diseberang tempat seseorang tersebut berada. Sera mengambil nafas dalam dalam lalu menyentuh pundak orang tersebut.
"Permisi, aku.." kalimat sera mendadak berhenti ketika seseorang tersebut membalikkan badanya kearah sera.
Sera menelan ludahnya gugup. Dia hampir hampir ingin lari dari hadapan seseorang yang kini menatapnya menyeringai.
Seseorang itu adalah perempuan tua yang mukanya sangat jelek. Wajahnya mirip sekali dengan tokoh hantu yang diperankan oleh seorang wanita tua. Kedua Matanya putih anggur menonjol hendak keluar. Hidungnya pesek pendek dengan kutil yang memenuhinya. Mukanya cekung tirus dengan lubang yang memenuhi pipinya. Bibirnya pecah pecah. Giginya hitam, rambutnya aut autan berserakan kemana mana.
"Ya?" Balas wanita tua seraya mebalikkan badannya.
ada yang aneh dari wanita ini. Lari sera! Hati sera berkata.
"Ummm.." sera tak dapat melanjutkan kata katanya. Langkahnya tanpa sadar bergerak mundur teratur saat tangan kurus keriput tersebut menyentuh sisi wajahnya.
"Kau tersesat nak?" Balasnya.
Astaga bahkan suaranya mengerikan. Bulu kudukku pasti merinding jika aku masih hidup. Ujarnya dalam hati.
"Aku..ah tidak.. akuu" ujar sera ragu ragu.
Dia tidak bisa mempercayai wanita ini memang. Karena wanita tua didepanya ini benar benar aneh, karena sepanjang ia melihat lautan manusia yang berjalan kearah gerbang tadi. Tidak ada yang memiliki wajah seperti dia. Semuanya hampir terlihat sama meski dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Tapi lihatlah, wanita tua tersebut kini berekspresi berlebihan hingga air liurnya menetes netes menjijikan. Jika sera masih hidup, dia pasti akan diteriaki ibunya agar tak mendekat kepada orang asing. Namun, mengingat hanya wanita tua ini satu satunya orang yang tersisa, sera mengurunkan niatnya untuk kabur.
"kau takut melihatku nak? Hihihi.." dia tertawa mengerikkan. Mendengarnya, bulu kuduk sera semakin merinding.
"Ti..tidak.. aku tidak takut.. aku hanya..ya,.. sedikit terkejut" balas sera
"Hihihi.. kau tidak bisa berbohong pada ku .. tidak ditanah ini.. hihihi.." lanjutnya.
"Aku tidak berbohong.. umm kau tersesat juga?" Tanya sera mengalihkan.
"Aku?? Mana mungkin aku tersesat..,"dia memiringkan kepalanya hingga hampir terlihat patah. Matanya ia pelototkan sehingga benar benar hampir lepas. Sera mati matian menahan rasa takutnya. Dia berdeham gugup.
"Aku.. pemilik tanah ini nak.. tanah ini.. punya ku..hihihi.." lanjutnya.
Sera mengernyit kaget. Mana munkin tanah ini milik wanita menyeramkan itu. Dia tidak selayak penampilanya. Oh, apa jangan jangan ini seperti ujian untuk bisa mendapatkan tanda? Sera berfikir dalam diam.
"Ahh.. kalau begitu.. bisa kau bantu aku? Aku tidak tahu harus kemana. Semua orang telah pergi dengan tanda masing masing." Jelas sera.
"Hihihi.. wahh.. satu lagi yang tidak bertanda disini.. sepertinya aku benar benar beruntung bisa menemukanmu..hihihi" ujarnya berlebihan.
"Jadi, bisa kau tolong aku?" Tanya sera.
Aku ingin pergi dari tempat ini. Dari hadapanmu juga! Pekiknya dalam hati.
"Hihihi.. tentu aku bisa..tapi sepertinya kau benar benar takut dengan ku nak.. hihihi" balasnya semakin mengerikan.
"Aku tidak takut dengan mu. Nih," sera memberanikan diri mendekati wanita tua aneh yang masih terkikik geli didepanya.
Dan sera benar benar merasakan hal aneh pada dirinya. Dataran yang ia pijak juga berubah menjadi lebih.. lebih nyata. Seperti dataran yang ada dibumi. Tidak gersang dan tandus. Dan astaga-
Mata sera membelalak takjub. Dihadapanya terdapat bangunan aneh yang membuatnya terkagum kagum. Dia berjalan beberapa langkah kedepan untuk melihatnya
Bangunan bangunan tersebut terasa familiar untuk sera. Dia merasa pernah kenal dengan bangunan aneh tersebut. Terdapat menara menara tinggi dipenuh lampu pada tiang tiangnya. Ada juga bangunan berbentuk kubah dengan patung gajah terbang diatasnya. Atau bangunan piramida terbalik ditutupi oleh kaca spiral berwarna warni. Tempat itu benar benar spektakuler.
Sera akhirnya ingat, dan malah lebih terkejut. Bangunan tersebut sangatlah mirip dengan apa yang ia khayalkan didunia ketika berumur enam tahun. Dia sampai menggambar bangunan khayalannya didinding rumah dimana itu membuat ibunya marah.
"Kau benar, kau tidak takut dengan ku"
Sera berbalik dan terjungkir kaget. Seseorang dibelakangnya bukan wanita tua menjengkalkan tadi. Tapi seseorang wanita yang teramat sangat cantik dengan mahkota dikepalanyam dia benar benar memukau hingga sera merasa nyaman didekatnya.
"Kau,.. wanita tua yang tadi?" Tanya sera memastikan.
"Ya. Aku sengaja menampilkan wujudku seperti itu untuk menguji mu nak," dia menunduk. Mengulurkan tanganya membantu sera berdiri.
"Karena seperti kataku tadi. Aku pemilik tanah ini. Aku harus menjaganya dan mengizinkan seseorang yang ku anggap pantas" ujarnya anggun.
"Ahh.. maaf, aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya kaget saja melihat wujudmu seperti tadi" balas sera tidak enak.
"Tidak masalah," lanjutnya tersenyum. "Jadi, kau tidak menemukan tanda mu ya? Ini aneh sekali"
"Benar. Aku sampai panik ketika semua orang pergi. Untunglah aku bertemu dengan mu" jelas sera.
"Aku bisa menolongmu. Tapi, kau harus ikut dengan ku dulu ke tempat bangunan itu" sahutnya seraya menunjuk menara yang terang tersebut.
Sera menelan ludah. Entah alasan apa hatinya mendadak cemas sekali. Dan disaat seperti ini otaknya tidak mendebat prasangka hati sama sekali. Apa tidak apa apa jika aku ikut dengan dia? Tanya sera dalam hati.
"Bagaimana nak? Kita tidak punya banyak waktu. Kau akan tertinggal jauh dari mereka. Dan jika itu terjadi, kau akan benar benar terkurung ditempat ini sampai entah untuk berapa lama" jelas wanita tersebut.
Mendengar itu, sera seakan hilang akal. Dia mengidahkan jeritan hatinya yang meraung menyuruh nya pergi. Dia menatap wanita tersebut penuh dan mengangguk.
"Kalau begitu ayo" ujarnya mantap.