"Kalo setiap sarapan menunya kayak gini, bisa tambah bulat aku." Kata Vio sembari duduk bermalas-malasan di sofa.
Mama, papa dan Xaxa pun mengikuti Vio duduk di sofa juga. Ia membuka laci meja dan mengambil buku sketsa nya serta peralatan melukis nya. Ia mulai membuat sketsa dari Vio yang bermalas-malasan di sofa di depannya. Tidak sia-sia ia mengambil jurusan seni rupa di Institut Seni Indonesia Surakarta. Dan ia pun lulus dengan IPK yang sangat memuaskan.
"Xa... sebenarnya sudah lama papa mau menanyakan sesuatu sama kamu. Juga kamu Vio... Kapan kalian berdua bisa bantu papa di perusahaan? Sudah saatnya kalian berdua terjun di perusahaan. Perusahaan ini papa bangun dari nol. Papa punya harapan besar buat kalian berdua. Vio, Xaxa... Bagaimana menurut kalian?" kata papanya serius.
Vio yang tadinya berbaring malas-malasan di sofa langsung duduk. Ia melihat Xaxa dengan tatapan serius.
"Kakak ku yang paling caem... Menurut kakak gimana??" tanya Vio manja.
Dengan tanpa melepaskan pensil dan buku sketsa nya dari tangannya, Xaxa menjawab dengan datar.
"Kamu saja dulu, waktuku belum tiba."
Vio manyun dan kembali berbaring di sofa.
Mamanya yang melihat hanya diam. Masih berusaha memahami maksud perkataan Xaxa barusan.
Tapi, papanya tau. Anak pertama mereka ini tidak akan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan apapun. Jika saatnya tiba nanti, Xaxa pasti bergabung dengan perusahaan.
"Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan. Awal bulan depan Vio akan bergabung dengan team manajemen perusahaan. Jadi, Vio kamu persiapkan dirimu dengan baik." papanya menegaskan.
"Xaxa, bagaimana dengan pameran?? Sampai dimana persiapannya??" lanjut papanya.
"Sudah 90% Pah, tinggal urusan promosi dan kirim undangan ke beberapa pengamat seni saja. Yang lain sudah semua. Jangan terlalu dipikirkan." jawab Xaxa santai.
"Kamu yakin ga perlu bantuan mama sama papa?" tanya mamanya sedikit khawatir.
"Cukup datang saja nanti pas open house. Sisanya sudah Xaxa urus." lanjut Xaxa.
Tidak lama Xaxa merobek pinggiran buku sketsa nya dan menyerahkan hasil sketsa nya pada sang model, kemudian duduk kembali.
"Wow.... kakak ku memang yang terbaik! Lihat Mah... Pah... cantik kan?" ucapan bahagia Vio sambil menunjukkan hasil sketsa kakaknya sama Mama dan Papanya.
Melihat hasil kerja anak sulungnya ini, terlukis kekaguman di wajah mereka. Rasanya kebahagiaan mereka saat ini benar-benar lengkap. Mereka begitu bahagia.
Vio beranjak dari sofa menuju meja di sebelah tempat duduk Xaxa kemudian duduk bersila. Ia membuka lemari bagian bawah dan mengambil sebuah bingkai kosong yang ada di dalamnya. Seperti biasa, Vio selalu memajang hasil sketsa kakaknya di ruangan tersendiri. Di ruangan itu terdapat etalase yang tersusun rapi. Seperti sebuah mall, ruangan itu begitu luas. Dan di dalamnya dipenuhi dengan sketsa Xaxa. Ada berbagai macam jenis sketsa dan semuanya berlabel. Label yang menandakan tanggal pembuatan sketsa itu. Bagi Vio itu adalah sebuah galeri pribadinya, kenangan yang indah yang dibuat kakaknya untuknya. Vio memajangnya di tempat yang masih kosong. Aula itu hampir penuh. Sudah harus bikin ruangan baru lagi pikirnya. Kemaren Vio pun keluar.
"Pah, Mah, keliatannya aku butuh ruangan lagi dech. Sudah ga cukup lagi... " bujuk Vio
"Ga perlu." jawab Xaxa datar
"Kenapa???" kata Vio ga terima.
"Masih bisa dipajang di dinding. Masih muat banyak." lanjut Xaxa.
Vio pun mendengus dan disambut senyum bahagia Mama dan Papanya.
Benar-benar sebuah pemandangan keluarga yang bahagia.
"Hmmm. Om sama Tante kelihatan sangat bahagia. Ada hal seru apa nich? Bagi dong..." Jack masuk ditemani Bi Umi.
Jack berjalan dan memberi salam sama kedua orangtua sebagai wujud penghormatan dan mengacak-acak rambut Vio lalu duduk di samping Xaxa.
"Vi... dah siap belum?" tanya Jack tiba-tiba.
"Belum. Aku aja belum mandi." jawab Vio tanpa perasaan bersalah.
Vio memang sengaja berlambat-lambat, karena menurutnya hari masih terlalu pagi.
"Mau kemana?" Mama pun bertanya.
"Mau jalan-jalan ke Tawangmangu Mah." lanjut Vio.
"Kebetulan, sudah lama kita ga jalan-jalan. Ke Villa aja sekalian. Dah lama ga liburan bareng. Ayo Pah, ganti suasana sesekali. Masak hari libur di rumah terus." pinta Mama sama Papa dengan bersemangat.
"Asyik. Kakak bawa mobil ya...?" pinta Vio sambil melihat Xaxa.
"Tidak mau. Apa gunanya Jack kalo gitu?" jawab Xaxa dingin.
"Sopir pribadi Nona besar siap melayani Anda." Jawab Jack dengan berdiri dan membungkukkan badannya mengarah ke Xaxa.
Seketika suasana pun semakin cerah. Segala persiapan dibawa dan dimasukkan dalam bagasi mobil.
Mereka pergi dengan membawa 2 mobil. Satu mobil dibawa sopir keluarga, Pak Burhan, Mobil ini adalah All-new BMW 520i Luxury Line. Dan tentu saja Mama sama Papa yang duduk di kursi belakang. Sedangkan yang satu lagi mobil Jack, Jaguar F-Type warna merah hati, Vio dan Xaxa ikut didalamnya.
Seperti biasa Vio memaksa Xaxa duduk di depan di samping Jack dan Vio sendiri memonopoli tempat duduk di belakang.
Dan tidak lama kemudian mereka siap untuk berangkat.
Sepanjang perjalanan Vio bercerita tanpa henti. Benar-benar seperti sebuah radio, tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Jack cukup kooperatif, ia menanggapi cerita-cerita Vio. Sedangkan, Xaxa, diam seribu bahasa. Bagaikan patung, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Bahkan ponselnya pun tidak ia pegang, ia meletakkannya di dalam dasbor mobil Jack. Bersandar dan menutup mata, menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Ia membuka kaca jendela mobil Jack dan menikmati udara segar yang berhembus. Raut wajahnya pun tidak sedingin gunung es lagi. Kini terlihat lebih lembut.
Jack melihat sekilas perubahan raut wajah Xaxa dan senyum muncul di wajahnya.
Sudah lama sekali ia tidak pernah melihat Xaxa yang seperti ini, yang santai, yang tanpa beban. Jack segera menyadarkan kembali dirinya dan fokus dengan kemudinya dan cerita Vio. Dalam hatinya, Jack merasa senang karena tujuan utamanya telah tercapai walaupun belum sampai di tempat tujuan.
Perjalanan dari rumah ke villa keluarga Sanjaya butuh waktu kurang lebih satu setengah jam, untuk kecepatan normal. Dan kali ini benar-benar normal karena mereka tidak bisa jauh-jauh dari mobil Papa nya.
Safety first, jadi nyantai banget.
Begitu sampai di villa, Vio langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ayunan di samping gazebo. Seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru ia terus menerus mengayun sampai semua barang bawaan dikeluarkan pelayan dari dalam mobil dan membawanya masuk ke rumah.
Xaxa mengambil tas selempang yang dia masukkan ke dashboard dan menuju ke kamarnya.
Seperti halnya kediaman utama keluarga Sanjaya. Villa ini pun memiliki banyak kamar.
Kamar utama ditempati Mama dan Papa. Kamar Vio, kamar Xaxa dan dua kamar tamu.
Xaxa seusai perjalanan jauh selalu seperti ini.
Jadi, mamanya pun segera ke dapur dan membuatkan minuman buat Xaxa. Air jeruk hangat, sekedar mengembalikan kondisi badan Xaxa agar kembali segar.
Pintu kamar Xaxa terbuka dan ia berbaring di pinggir ranjang, begitu melihat mamanya masuk dengan membawa minuman jeruk hangat, ia langsung duduk dan tersenyum.
Senyum khas, senyum ini menunjukkan betapa ia sangat berterima kasih. Tanpa banyak bicara, ia langsung mengambil gelas itu dan meminum setengah dari isi gelas itu. Lalu ia memeluk mamanya.
"Ayo cepat, kita cuci mata dulu sebentar. Tadi banyak penjual kulihat di sepanjang jalan menuju arah masuk villa. Ayo, jalan kaki. Ayo cepat." Xaxa ditarik Vio yang sudah tidak sabar ingin memuaskan mata dan hatinya.
Xaxa pun mengikuti Vio, yang sudah ditunggu Jack di gazebo.
Mereka pun keluar pergi jalan-jalan. Tak lupa mereka melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, menandakan bahwa mereka pamit keluar.