Menikmati udara segar daerah pegunungan memang menyenangkan. Dengan berjalan kaki, ketiganya mulai menapaki langkah mereka dan sesekali melihat suasana yang jarang mereka dapati di perkotaan. Vio seperti seorang anak kecil yang mendapat mainan baru di tempat yang baru. Matanya berbinar-binar, kesana-kemari Vio melihat-lihat bahkan melompat kegirangan. Vio dan Xaxa sebenarnya hanya terpaut 3 tahun. Tapi itu tidak terlihat dari penampilannya. Xaxa yang berusia 23 tahun, terlihat seenaknya, tapi apapun yang dia kerjakan selalu berhasil, bahkan memberikan hasil yang melebihi yang diperkirakan. Salah satu contohnya adalah bisnis design grafis yang dia buka saat masih di bangku kuliah. Bisnis design grafis ini bahkan sudah berkembang dan bekerjasama dengan perusahaan ternama di Indonesia. Sekarang bisnis ini dia serahkan pada teman kuliahnya, dia sebagai pemilik dan penanam saham terbesar hanya tinggal duduk manis menerima transferan tiap bulan.
Pada semester keduanya dia mendapati sebuah keluarga yang tempat tinggalnya dihancurkan oleh satpol PP karena mereka mendirikan tempat di tempat yang dilarang untuk mendirikan sebuah bangunan. Saat itu sebenarnya ia tergerak untuk menolong, tapi ia hanya menatap dengan tatapan dingin pada keluarga tersebut. Saat ia kembali melanjutkan langkahnya, seorang anak laki-laki kecil lari keluar dari dekapan mereka. Anak itu memakai sebuah kaos bergambar bus kecil Tayo dan memakai celana pendek yang robek di bagian ujungnya. Umurnya antara 2-3 tahun. Matanya sangat jernih. Mukanya belepotan, dan ia berlari menuju Xaxa. Mengambil tangannya dan menariknya ke arah kedua orang tuanya berada. Tidak banyak yang bisa dilihat dari apa yang sudah ada. Mereka tidak terlihat sedih, menyesal, kecewa, ataupun marah. Mereka hanya menatap anak laki-laki itu dengan penuh kasih sayang dan ibunya membuka kedua tangannya. Lalu anak laki-laki itu pun menuju ke pelukannya.
Saat itu mereka tidak menyadari bahwa yang ditarik tangannya mendekat pada mereka adalah seorang gadis. Xaxa mengikat rambutnya dan menyembunyikannya dalam topinya. Kaos longgar dengan gambar tengkorak, sengaja dirobek di kedua sisinya, celana jeans dengan sobekan dimana-mana, dan sepatu kets warna biru. Dengan nada dingin dan datar, Xaxa membuka mulutnya dan berkata,
"Ikut aku." Sorot matanya yang dingin dan penuh ketegasan memaksa mereka untuk mengikutinya. Ia terus berjalan menuju ke sebuah pasar rakyat, terus berjalan ke sebuah toko pakaian. Ia berhenti dan berkata pada mereka. "Tunggu disini." Ia masuk ke dalam dan tidak lama ia keluar membawa 1 kantongan plastik besar. Kemudian ia berjalan ke sebuah rumah makan. Ia masuk dan begitu ia keluar ia membawa 1 kantongan plastik tembus pandang dengan 3 box makanan dan minuman di tangannya. Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas. Rumah bergaya minimalis modern dengan nuansa alam. Rumah yang hangat. Ini adalah rumah yang dibelikan orang tuanya. Hanya agar Xaxa tidak tinggal di rumah kos, makanya mereka membelikan rumah ini. Tidak ada seorang pun yang menemani Xaxa tinggal disini. Karena ia memaksa kedua orangtuanya untuk tidak memberikan seorang pelayan pun padanya. Dan mereka menurutinya, karena mereka tau seberapa keras kepala nya anak mereka ini.
"Masuklah." Xaxa menyuruh mereka masuk dan menutup pintunya. Meletakkan 2 kantongan di atas meja lalu duduk di kursi. Xaxa melihat mereka. Tatapan mata Xaxa begitu mengintimidasi mereka, mereka membeku, bahkan tidak berani bersuara.
"Bersihkan tubuh kalian." Ia berdiri dari tempat duduknya dan mengambil kantongan besar tadi dan menyerahkannya kepada laki-laki yang berdiri mematung di depannya. Lalu ia membuka kamar di belakang mereka, mengisyaratkan mereka untuk masuk dan segera membersihkan tubuh mereka.
Xaxa duduk kembali di kursi mengambil sebuah majalah fashion dari atas meja dan mulai membacanya. Saat membaca ia mendengar suara air mengalir, suara orang menyiram air, suara orang mandi terdengar sampai tempat dimana ia duduk. Dengan menyilangkan kakinya, ia lanjut membaca apa yang ada di tangannya. Tidak lama keluar seorang wanita dan seorang pria yang menggendong anak laki-laki. Mereka bertiga sudah mandi dan sudah bersih.
"Makanlah." ia menyodorkan kantongan yang lain pada mereka. Dan mereka pun menurut.
Mereka makan dengan lahap. Sepertinya mereka sudah beberapa hari tidak makan.
Selesai makan, sebenarnya mereka ingin menanyakan banyak hal. Tapi Xaxa tiba-tiba berdiri dan berkata.
"Tidurlah." lalu Xaxa pun masuk ke kamarnya dan menutup pintu tanpa melihat ke belakang.
Mereka pun hanya saling berpandangan, membersihkan sampah makanan mereka dan menyatukannya di dalam kantongan besar, yang di dalamnya ada baju kotor mereka sebelumnya. Dalam kantongan itu ada masing-masing 5 model pakaian, dan mereka sudah mengeluarkannya, lalu menyusunnya dalam lemari di kamar itu sebelumnya. Melihat tisu yang ada di atas meja, sang wanita itu pun mengambil beberapa, melap mulutnya, sang pria, dan anak kecil itu kemudian membuangnya ke kantong yang sama. Karena tidak berani kemana-mana, mereka pun membawa kantongan itu ke kamar yang sama tempat mereka mandi tadi, dan meletakkannya di bawah meja. Mereka bertiga tidur tak lama setelah mereka merebahkan diri di ranjang yang empuk itu.
Mentari mengintip dari celah-celah jendela kamar menandakan bahwa hari sudah pagi.
Seperti biasa, Xaxa sudah selesai masak nasi, sayur dan lauk. Ada juga satu teko air putih, juga susu kotak dan minuman sari buah segar. Keluarga kecil itu bangun karena mencium aroma yang sangat menggiurkan, mereka lalu membuka kamar dan menuju ke sumber aroma. Mereka terdiam, saling berpandangan, tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Xaxa melihat mereka, menutup buku yang ia baca dan meletakkannya di atas meja. Xaxa menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, lalu berkata;
"Cuci muka lalu makan." perintah Xaxa pada mereka.
Tanpa banyak bicara mereka pun menurut. Benar-benar tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Mereka makan dalam diam. Setelah selesai makan, sang wanita pun memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.
"Terimakasih banyak untuk kebaikan dan kemurahan hati Anda, tapi kami tidak bisa mengembalikan apa yang sudah Anda berikan pada kami. Kami tidak punya apa-apa." kata wanita itu.
"Tidak perlu." jawab Xaxa singkat.
"Kalian tidak meminta pertolonganku. Kalian tidak perlu mengembalikannya. Kalau kalian mau, kalian bisa tinggal di sini." lanjut Xaxa.
Mereka terkejut, orang yang tidak mereka kenal menolong mereka, memberikan pakaian, makanan, bahkan tempat tinggal. Mereka benar-benar tidak percaya. Mereka tidak habis pikir, mereka berusaha menyadarkan diri mereka. Dan ternyata mereka tidak bermimpi. Apa yang mereka alami benar-benar terjadi.
"Kami tidak bisa menerima kebaikan Anda secara cuma-cuma. Bagaimana kami bisa membalas budi baik Anda?" lanjut sang pria.
Xaxa diam kemudian berkata,
"Kalian bisa bekerja untukku. Rumah ini menjadi tanggung jawab kalian. Ini kuncinya." jawab Xaxa tanpa ekspresi, sambil menyerahkan 1 set kunci.
Xaxa berdiri dan meninggalkan meja makan. Ia duduk di sofa, sambil melihat anak laki-laki itu dengan lembut lalu menepuk tempat duduk di sebelahnya. Tak lama anak itu turun dari tempat duduknya dan berlari kecil menuju ke arahnya.
Raut muka penasaran sangat terlihat dari anak kecil itu. Ia terus memperhatikan Xaxa, kemudian tersenyum senang. Senyuman itu membawa kehangatan di hati Xaxa.
Xaxa membuka laci meja kecil di samping sofa, mengeluarkan sebuah buku gambar dan membuka lemari di bawahnya untuk mengambil 1 fullset krayon lalu meletakkannya di atas meja di depannya.
Begitu melihat anak laki-laki kecil itu mulai asyik dengan krayon dan buku gambarnya, Xaxa meninggalkannya. Kemudian ia menghampiri sepasang suami istri itu.
"Aku Xaxa, ini rumahku. Aku seorang mahasiswi. Kalian akan terbiasa denganku setelah 1 Minggu berlalu." Xaxa memperkenalkan dirinya.
"Mulai hari ini kalian akan bekerja bersamaku di rumah ini. Aku akan menjelaskan semuanya satu kali dan tidak akan mengulanginya." lanjut Xaxa.
Auranya benar-benar mengintimidasi, tetapi itu malah membuat mereka lebih fokus.
Dalam waktu sekitar 30 menitan ia menjelaskan semua detail tugas mereka. Dari raut wajah mereka hanya ada kekaguman. Mereka juga terlihat cukup cakap dan tanggap dengan semua penjelasan Xaxa. Tidak menunggu lama, akhirnya merekapun mulai memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.
"Saya Prabowo dan ini istri saya Susanti. Anak saya namanya Putra Wibowo. Terimakasih banyak atas kepercayaan Non Xaxa. Kami akan melakukan tugas dan tanggung jawab kami sebaik-baiknya." jelas sang pria.
"Pak Bowo dan Bu Santi jangan sungkan, kalau ada yang dibutuhkan bilang saja. Satu lagi, Pak Bowo dan Bu Santi akan tetap menerima upah hasil kerja kalian. Walaupun tidak banyak, tapi setidaknya bisa dipergunakan untuk keperluan kalian." Xaxa menambahkan masih dengan ekspresi dan nada bicara yang sama.