JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA
"Kau membuatku pingsan kemarin. Dan hari ini, kau seenaknya meninggalkanku saat aku dilanda gairah. Apa menurutmu, aku se-sabar itu?"
Valerie menghentikan langkahnya, dan menelan ludah susah payah. Ia mati-matian mempertahankan wajah tenangnya saat menatap punggung Alarick yang menjauhi dirinya. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan kembali dari rapat pemegang saham. Mood Alarick benar-benar jelek saat rapat. Dia mengomentari semua hal dengan komentar negatif, dan berakhir dengan dia yang berteriak marah jika mereka yang berada di ruangan itu sangat tidak penting dan juga tidak berguna.
Dan Valerie baru tahu jika hal itu dikarenakan gairah Alarick yang ditahannya.
"Dan kau bahkan berani menghentikan langkah di saat seharusnya kau berada tepat di belakangku."
Valerie terperanjat saat tubuh Alarick berada di depannya. Dia mempertahankan wajah tenangnya saat menatap balik pada Alarick. "Maafkan saya, Sir."
Alarick mendengus sinis. "Kau selalu mengungkapkan kata maaf yang mana tidak berguna untukku." katanya, dan Valerie diam. Namun, saat Alarick kembali mendengus sinis dan berbalik, Valerie mulai bersuara.
"Jangan lakukan itu lagi, Sir." katanya, membuat Alarick kembali menatap Valerie. "Jangan menyentuh saya seenaknya lagi."
Alarick memberikan senyum meremehkan pada Valerie. "Kau masih berpikir jika kau bukan wanita seperti itu? Bukan wanita yang bisa aku tiduri seenaknya?"
Valerie manganggukkan kepalanya. "Ya. Dan akan selalu berpikir seperti itu."
Alarick tertawa kencang saat mendengarnya, dan Valerie diam dengan wajah tenang tanpa senyum itu. "Jangan bilang kau adalah penganut no sex before marriage? Di zaman ini?"
"Ya. Di zaman ini, saya adalah salah satu wanita penganut no sex before marriage."
Lagi, Alarick mendengus sinis. "Kau bercanda?"
"Dan apakah saya tipe orang yang suka bercanda?"
Alarick mengerutkan alisnya dengan heran. "Apa kau masih perawan?"
Valerie terdiam sejenak, lalu menggelengkan keoalanya oelan. "Saya tidak tahu." Jawabnya.
"Tidak tahu? Apa kau tidak pernah melakukan sex?"
"Saya tidak tahu."
Kerutan bingung dari Alarick berubah menjadi kerutan kesal. "Kau mempermainkanku!"
"Tidak, Sir."
"Lalu apa maksud jawabanmu hah!"
"Saya benar-benar tidak tahu."
"Terserahlah!" seru Alarick geram, kemudian berbalik dan berjalan cepat. Kali ini, Valerie ikut berjalan cepat di belakangnya. "Ada jadwal apa saja hari ini?" tanyanya pada Valerie.
"Anda memiliki pertemuan di Indonesia—"
"Negara macet itu lagi??? Aku tidak sudi ke sana!" potong Alarick dengan marah. Lagi-lagi menatap pada Valerie dengan raut wajah kesal. "Negara itu benar-benar membuatku kesal. Sudah berapa kali aku menyuruhmu untuk jangan menerima pertemuan di negara itu??? Kau tahu betapa tidak menyenangkannya menunggu??? Aku bahkan tak bisa menggunakan helikopter saat pertemuan di kafe negara macet itu!"
Valerie menundukkan kepalanya setengah. "Maaf, Sir. Kali ini, Anda maupun saya tidak dapat menolak karena yang ingin melakukan pertemuan di negara Indonesia adalah Kakek Anda sendiri."
"Grandpa? Kenapa dia menginginkan pertemuan di sana??"
"Pertemuan bisnis, Sir. Memangnya apa lagi?"
Alarick mendengus kesal, lalu berdecak. "Yasudah. Apa helikopternya sudah di siapkan?"
"Yes, Sir."
"Good job. Kau naik denganku."
Valerie menatap Alarick dengan bingung, namun wajahnya tetap datar dan tenang. "Lalu, bagaimana dengan Ketua Tim yang akan ikut dengan kita kesana?"
"Dia bisa naik pesawat perusahaan."
"Maaf, Sir. Sepertinya saya lebih suka naik peswat milik perusahaan bersama anggota tim yang lain."
"Valerie! Kau pikir siapa yang kau tolak ini, hah??? Kau ingin kupecat???"
Valerie menundukkan kepalanya sedikit. "Tidak, Sir. Maafkan kelancangan saya."
Alarick mendelik dan berdecak. "Maaf lagi, maaf lagi. Sekali lagi kau melakukan kesalahan, aku tidak akan menerima maafmu dan kau akan mendapat hukuman."
Di pikiran Valerie, hukuman yang Alarick maksud mungkin saja skorsing atau SP 1. Namun, dalam pikiran busuk Alarick, hukuman adalah tentang bagaimana Valerie harus memuaskannya tanpa penolakan apapaun.
***
"Cucuku!!"
Teriakan itu terdengar saat Alarick dan Valarie sudah turun dari atap hotel yang menyiapkan landasan helikopter itu. Alarick mendelik saat Kakeknya berjalan ke arahnya dengan tangan terentang ingin memeluk. Namun, bukannya memeluk Alarick, kakeknya malah memeluk Valerie dengan semangat.
"Aduh, cucu-mantuku, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu, Nak?" sapa Kakeknya hangat dengan bibir yang mengecup puncak kepala Valerie dengan sayang. Dan seperti biasanya, Valerie balas memeluk Kakeknya dengan senyum tipis.
"Kabar cucumu baik, Kek." Alarick menjawab pertanyaan Kakeknya, seolah pertanyaan itu di berikan padanya dan bukan pada Valerie. Dua orang yang berpelukan itu menoleh. Kakek manatapnya kesal, sedangkan Valerie kembali berekspresi datar. "Dan cucumu adalah pria yang berada di sini dengan gagahnya. Dia berwajah tampan, dan tentunya tidak mungkin menikahi seseorang yang kakek sebut cucu-mantu itu."
Kakeknya menggerutu. "Kau pikir, aku rela menikahkan cucu-mantuku padamu? Nehi, moal mungkin, teu hayang teuing. Aku akan menjodohkan dia dengan sepupu tampanmu, Abimayu."
Sempat mengernyit bingung karena tidak mengerti bahasa alien kakeknya, Alarick kali ini mengernyit tidak terima. "Si manusia Indonesia itu? Kenapa kakek menjodohkannya dengan lelaki perjaka itu??? Valerie akan tersiksa dengan lelaki yang tidak ahli itu!"
"Daripada denganmu? Ya lebih baik yang tidak ahli seperti Abi daripada dengan playboy sepertimu."
"Hati-hati dengan ucapanmu, Pak Tua. Aku sekarang mulai berpikir jika kau akan benar-benar menjodohkan kedua orang itu."
"Memang benar apa yang kukatakan! Valerie harus jadi cucu-mantuku. Titik. Dia harus menikah dengan salah satu cucuku. Dan kau tidak masuk daftar!"
"Sir." Panggil Valerie berusaha menenangkan Kekek Alarick.
"Sudah berapa kali aku menyuruhmu untuk tidak memanggilku seperti itu?"
"Maaf, Sir. Tapi jika Anda berkenan, bisakah kita mempercepat pecakapan ini? Karena sepertinya, 4 menit lagi kita akan memulai presentasi."
Generasi pertama keluarga Damian itu mengangguk semangat. "Oh! Ya, baik. Ayo kita pergi dari sini sekarang. Aku tidak sabar untuk mempertemukanmu dengan cucukku." Ucap Kakeknya, lalu mengamit tangan Valerie agar ikut berjalan dengannya.
"Kau pikir mau ke mana hah!" seru Alarick dengan kencang, dan sukses membuat orang-orang menatapnya, juga Valerie dan Kakek yang menghentikan langkahnya. "Kau sudah memesan hotel di gedung kumuh ini?" tanya Alarcik kemudian.
Valerie melepaskan tangan Kakek di pergelangan tangannya, lalu menghadap pada Alarick dan mengangguk. "Sudah, Sir."
"Cucu sialan!!" seru Kakek pada Alarick. "Berani-beraninya kau mengejek hotelku hah!"
Alarick mendelik dengan tangan yang terlipat di depan dada. "Aku berkata jujur. Harga kamar suit saja seharga kamar reguler hotelku. Benar-benar lebih murah dari harga kaos kakiku."
"Cucu sialan!!"
"Diam, Pak Tua."
"Beraninya kau!!"
Dan Valerie tahu jika 4 menit yang seharusnya menjadi tenggat waktu itu pasti akan terlewati jika saja Valerie tidak segera angkat suara. "Maaf, Sir. Kita sudah terlambat. Sebaiknya kita pergi ke ruang rapat sekarang." ucapnya pada Alarick.
"Kau meminta maaf padaku?" tanya Alarick pada Velerie.
Sempat mengernyit tidak mengerti, Valerie akhirnya menganggukan kepalanya pelan. "Ya, Sir."
"Bagus! Kalau begitu, batalkan reservasi kamar untukmu dan kau akan sekamar denganku malam ini. Jika tidak, kau akan kutendang ke luar hotel ini dengan beberapa pengawal yang akan membuatmu tersiksa karena tak dapat ke mana-mana."
Keterkejutan sempat terlihat di wajah Valerie. "Tapi, Sir—"
"Mau melawanku?" tanya Alarick dengan seringai yang bermain di bibirnya. "Hukumanmu akan lebih berat jika kau melakukannya."
Diam sejenak, Valerie akhirnya menudukkan kepalanya dengan pasrah. "Baik, Sir."
"Cucu brengsek!! Beraninya kau menghukum dan mengancam cucu-mantuku!!!"
"Diamlah, Pak Tua."
Dan Valerie hanya menghela napas dengan sangat amat berat. Beban dunia akhirat kini ada di bahunya.
TBC