David merasa menyesal dengan perbuatanya tadi. Dia kini begitu panik dan khawatir. Saat melihat hujan yang turun begitu lebatnya. Cuaca bahkan semakin buruk hujan semakin lebat, membuat dirjnyabtetingat dengan Slasa yang sengaja dia tinggalkan sendiri di tengah jelan tadi. Hanya kerena emosi dengannya. David selalu main turunkan Salsa begitu saja.
Petir menayambar-nyambar, jalanan bahkan seakan sudah tertutup.dengan derasnya air hujan. David yang masih mengemudi, ia memutar balik mobilnya memelankan laju mobilnya. Mencoba melirik ke kanan dan ke kiri mencoba melihat Salsa.
"Salsa kamu di mana?" gumam David.
Hingga laju mobilnya berhenti mendadak saat melihat seseorang duduk memeluk ke dua kakinya di seberang jalan tubuhnya sudah terlihat basah di guyur air hujan.
"Salsa!!" ucap David yang langsung berlari turun. Memeriksa keadaan Selsa.
"Tubuhnya mengigil tapi kenapa seluruh badannya panas"ucap David. Melihat kondisi Salsa yang terlihat sudah tak berdaya untuk berdiri. Bahkan celana yang ia pakai juga sudah robek di bagian lututnya.
"Tolong bawa aku pergi aku takut." suara lemas Salsa tak behenti memohon pada David. Seolah ia tidak sadar jika di depannya itu adalah David.
Glurr... glur...
Suara guntur itu seketika membuat Salsa memeluk tubuh David.
"Aku takut!"
David membalas pelukan Salsa.
"Dia takut petir?" gumam David.
Davis mengangkat tubuh Salsa, duduk di halte. Ia meletakkan Salsa duduk di sampingnya, menutup tubuhnya yang dengan jas hitam miliknya. "Maafkan aku." ucap David mengusap lembut wajah Salsa.
"Ia segera membawa Salsa menuju ke sebuah hotel. Melihat tubuhnya yang semakin mengigil ia bingung harus bawa dia kemana lagi. "Hotel atau ke rumah?" gumam David nampak menimang nimang lagi rencananya. Ia berpikir Sejenak, ia lupa jika punya rumah yang dekat dengan tempat ia berhenti sekarang. Pikirannya terlalu khawatir membuat ia lupa jika rumahnya dekat dengan tempat dia sekarang.
David mengangakt tubuh Salsa, ala bridal style masuk ke dalam mobilnya. Dengan segera David melaju dengan kecepatan sedang, hujan lebat tak bisa membuat ia mengemudi dengan kecepatan tinggi. Devid gak behenti mengusap lembut rambut basah Salsa. Rasa bersalah terus menghantuinya membuat ia tak behenti terus menatap wajah Salsa yang sudah tak sadarkan diri.
Tak butuh waktu lama David berhenti tepat di depan rumahnya yang terlihat sangat mewah. Hujan masih belum berhenti ada satu pembantu menghampirinya dan membawakan payung. Baru satu bulan dia tidak tinggal di rumah para pelayan masih ingat dengan suara mobil tuanya.
"Kenapa aku terlalu kejam padanya, kenapa aku jadi seperti ini." ucap David, mengusap pipi Salsa lembut. "Dia yang begitu polos apa aku yang terlalu jahat dengannya."
"Tok.. tok"
"Tuan." Sapa pembantu yang memberikan sebuah payung untuknya. Ia bergegas turun. Namun langsung berlari mengangkat tubuh Salsa masuk ke dalam rumahnya. David menghentikan langkahnya di ruang tamu.
"Aku bawa dia tidur di mana sekarang?" gumam David.
"Apa aku bawa ke kamar tamu saja. ucapnya lagi. Ia terlihat sangat bingung dan panik.
"Apa aku bawa ke kamar mamaku dulu, tapi pasti mamaku marah kamarnya di pakai orang lain saat dia ijin darinya nantinya"
"Banyak kamar di sini kenapa aku bingung mau bawa dia kemana?" gumam David. yang masih mondar mandir gak jelas.
"Tuan apa perlu saya bantu?" tanya Bi inah pembantu David yang sudah lama bekerja dengannya.
"Iya, Bi! Siapkan kamar sekarang cepetan ya, kamar khusus yang penah aku siapkan untuk calon istriku. Dan sekarang bereskan kamar itu." pinta David.
"Dan kamu bi cepat buatkan sup jahe sekarang, dan bawa ke kamar dan sekalian bawa air hangat untuk ngompres tubuhnya. Sekaligus membersihkan tubuhnya." Pinta Devid pada bi ratih yang masih 2 tahun bekerja dengannya. 2 pembantu David sudah berusia lebih dari 50 tahun. Dea memang yang meminta pembantu yang sudah tua agar Devid tidak tergoda. Dan beberapa pembantu lainnya juga sama umurnya.
"Haduh kenapa bibi lama sekali, tubuhnya semakin mengigil lagi." ucap David, ia terlihat sangat panik. Tak sabar David berjalan dengan langkah cepat menaiki anak tangga menuju kamar yang tak jauh dari kamarnya.
"Sudah, tuan!" ucap bi Inah.
"Baik, Bi! Tolong carikan baju yang ada di sini untuk dia." ucap David.
"Baik, tuan!" bi Inah segera pergi menuruti perintah David.
Bi inah berhenti tepat luar kamar itu.
"Nah apa aku gak salah lihat, tuan David membawa seorang wanita ke rumah." Ucap Bi Ratih pada bi Inah.
"Bukannya dia istri baru tuan David." ucap Bi Inah.
"Tapi kan tuan David, pacaran dengan, non Dea. Lagian juga sudah lama. Dan rencananya juga akan menikah. Lagian bukannya tuan David hanya pura-pura menikah dengannya." ucap bi Ratih menjelaskan.
"Huss... Jangan bicara sembarangan, kalau tuan David tahu pasti dia marah. Dan lihat sepertinya tuan David sangat khawatir dengannya. Aku yakin meskipun nikah sementara lama-lama juga suka. Udah aku mau ambil baju di kamar nyonya mama tuan David di bekas kamarnya dulu." ucap bi Inah segera pergi.
"Udah cepat, kasih jahenya sana." ucap bi Inah pada bi Ratih. Sikunya menyentuh siku Bi Ratih memberi kode padanya.
"Permisi, tuan!"
"Taruh saja di situ, bi." ucap David.
"Bi bantu dia ganti pakaian dulu." Ucap David beranjak pergi menuju kamar mandi.
"Shitt... Apa yang aku lakukan." Gumam David memukul wastafel. Ia kesal karena kesalahan yang ia perbuwat, ia harus mengubur semua janji yang ia katakan pada Dea. Janji yang tidak akan pernah membawa wanita lain ke rumah itu. Dan kamar yang ditujukan untuk Dea calon istrinya nanti kini harus di tepati orang lain. Meski dia juga istrinya. Tapi bukan orang yang ia cintai.
"Lebih baik aku berendam air hangat sekarang menenangkan pikiran." gumam David. ia merendamkan tubuhnya dalam bathup hingga hampir 10 menit.
Ia teringat dengan Salsa memutuskan untuk segera keluar dari dalam bathup, dan segera menghampirinya. Bajunya sudah di ganti dan para pembantu itu juga sudah pergi. Devid duduk di samping ranjangnya, dan mulai mengompres dahi Salsa.
"Tubuhnya masih mengigil"gumam David, mencoba menyentuh tangannya yang terasa sangat dingin. "Tadi tubuhnya panas sekali, kenapa berubah jadi dingin pucat gini, dalam sekejab. Namun Dahi dan pipinya masih panas." gumam David.
Salsa meraih tangan David memegenggamnya erat. "Jangan pergi."Ucap Salsa yang masih menutup matanya. "Dia ngigau atau atau beneran ya" batin David.
"Tenang aku disini bersamamu"ucap David mengusap rambut Salsa. Sebuah kecupan menempel di bibir Salsa sangat lembut.
"Maafkan aku"ucap David, ia tak berhenti minta maaf, karena terus bersalah dengan apa yang sudah ia perbuat dengan Salsa.
Drrrtttt... Drrtttt
Ponsel David bergetar, di atas meja. Ia segera meriah ponselnya, matanya terbelalak saat melihat nama di layar ponselnya "Dea?" Ia bingung harus angkat telfonnya atau tidak.
"Angkat saja-lah.." ucap David segera mengangkat telfon dari Dea, ia mencoba melepaskan tangan Salsa yang terus memegangnya erat. Dan beranjak berdiri menjauh dadi Salsa.
"Ada apa syang" Tanya David.
"Kamu dimana? kenapa sudah sampai rumah gak ngabari aku." tanya Dea dengan nada kesal.
"Em.. em.. Aku ketiduran tadi syang. capek banget sehari meeting, setelah itu jalan sama kamu." ucap David beralasan.
"Benaran gak bohong? Gak lagi keluar kan?" tanya Dea yang sudah mulai curiga dengannya.
"Gak-lah syang ngapain juga aku bohong denganmu." Ucap David.
"Ya, sudah! Di lanjut lagi tidurnya." ucap Dea.
"Jangan pergi" saut Salsa yang masih menginggau. "Jangan tinggalkan aku?" Lanjutnya.
"Syang itu siapa kok ada suara perempuan," Dea terlihat semakin curiga.
"Suara tv sayang lupa belum aku matikan, udah dulu ya, aku ngantuk mau tidur lagi." gumam David mencari alasan.