"Mom, aku sangat mencintai Elise. Dan juga sangat menyayangi Mommy. Please, jangan buat Brian dilema. Bukankah Elise dan aku juga sudah berjanji dengan Mommy, aku akan menikah lagi jika Elise tak hamil juga."
"Kau harus berjanji akan menikah dengan Tiara jika Elise tak hamil dalam lima bulan lagi."
"Ya Mom."
"Mommy harus membicarakan ini dengan Tiara. Kami harus merancang pernikahan kalian. Karena Mommy tau Elise itu mandul."
"M—Mommy tau?"
"Tentu saja. Kau pikir bisa menyembunyikan fakta itu dari Mommy." Brian terkejut. Darimana ibunya tau hal rahasia itu?
"Ah, Mommy tak sabar menunggu lima bulan lagi," ucap Rena dengan wajah berseri-seri. Dia sangat menyukai Tiara dan ingin Brian, putranya menikah dengan gadis itu. Tiara adalah model juga sosialita yang pastinya akan sangat pas dengan Rena. Dia pasti akan bangga dan bahagia jika memiliki menantu seperti Tiara. Gadis cantik berpendidikan tinggi dan dari keluarga terpandang.
"Ya sudah. Mommy mau bertemu Tiara dulu." Dengan cepat Rena mencium pipi Brian untuk mengungkap kebahagiannya dan segera berlalu dari ruangan. itu.
Brian menghela napas panjang saat pintu ruangannya tertutup rapat. Menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Kepalanya langsung pusing seketika. Dia senang melihat ibunya kembali tersenyum padanya tapi dia tak ingin menikah dengan Tiara. Dia hanya menginginkan Elise untuk menjadi istrinya. Dan hanya dia yang Brian inginkan untuk berada di sisinya hingga ajal menjemput.
Lima bulan lagi. Brian harus kerja keras dan terus menyentuh Elena agar gadis itu segera hamil. Brian teringat kembali dengan apa yang terjadi semalam. Dan bayangan sprei yang ternoda sedikit darah kembali terbayang dan mengusik pemikirannya. Dia merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi Fredy, sahabat sekaligus asistennya di perusahaan ini.
"Fredy, tolong cari detektif handal dan suruh mereka menyelidiki seseorang."
"Wow, ada apa? Siapa yang ingin kau selidiki? Apa ada yang tak beres?"
"Aku ingin tau segala informasi mengenai kembaran Elise."
"Kembaran Elise?! Elise punya seorang kembaran?" tanya Fredy antusias.
"Ya, namanya Elena Wasley, dia bekerja di Wonderfull Cafe. Aku ingin tau semua informasi tentangnya."
"Baik, aku akan mencari detektif dan memintanya menyelidiki dan mencari informasi tentang kembaran Elise. Tapi ... untuk apa kau mencari info tentangnya?"
"Sudah, kau lakukan saja apa yang kuminta."
"Kau berhutang penjelasan padaku." Setelah itu Brian langsung menutup panggilan itu. Meletakkan ponselnya di atas meja lalu menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Matanya terpejam dengan lengan yang kini menutup mata. Brian sungguh lelah dengan drama perdebatan ini. Dia sudah sangat lelah dengan protes dan bujukan Rena yang memintanya bercerai dengan Elise. Tapi Brian sunguh tak bisa melepaskan Elise. God! Seandainya Rena menerima Elise apa adanya. Tak akan serumit ini kisahnya.
....
Elena sedang mengangkat cake dari oven. Tadi pagi dia terlambat datang. Tapi beruntung dia memiliki boss seperti Shelina. Gadis itu sangat baik dan pengertian. Elena tau perjalanan sulit Shelina hingga dia akhirnya bisa membuka Cafe ini. Walau setengah dana berasal dari uang tunangannya, tetap saja Elena salut dengan wanita itu. Shelina dulunya adalah seorang pelacur yang menjajakkan tubuhnya di club malam, hingga dia bertemu pria dewasa, seorang duda yang sangat matang. Yang kini menjadi tunangan Shelina dan sebentar lagi akan menikahinya. Sungguh beruntung nasib Shelina, mendapat calon suami yang baik, tampan dan pemilik perusahaan besar. Walau usia pria itu 48 tahun dan memiliki seorang anak yang sudah dewasa tapi setidaknya kehidupan gadis itu tak sesulit Elena saat ini.
Elena menghembuskan napasnya pelan. Membuang jauh kesedihan dan ratapan hidupnya. Hidup terus berjalan. Dia harus semangat dan kuat untuk menghadapi semuanya.
Elena melanjutkan pekerjaannya yang sedang menghias cake. Tiba-tiba Merina masuk dan memanggilnya. Merina adalah pelayan di Cafe. Seorang mahasiswi yang bekerja part time di Wonderfull Cafe.
"Kak Elena, ada kembaran kakak di depan." Elena mengerutkan kening mendengar ucapan Merina. Elise ada di Wonderfull Cafe. Ada perlu apa?
Dengan cepat Elena berjalan keluar. Dia berdiri di pintu penghubung. Matanya menyusuri Cafe mencari keberadaan Elise. Disana. Elise berada di sudut Cafe yang bersebelahan dengan kaca besar. Wajahnya membelakangi Elena. Wanita itu sedang menatap keluar kaca. Elena berjalan menghampiri meja Elise.
"Elise," panggil Elena. Dan seketika Elise menoleh, tersenyum simpul menatap Elena.
"Ada apa?" Elena duduk di hadapan Elise.
"Bagaimana keadaanmu?" Elena mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan Elise. Namun sedetik kemudian dia mengerti apa yang ditanyakan Elise. Wajahnya sedikit memanas karena Elise menanyakan keadaannya setelah semalam Brian menyentuhnya.
"Aku baik-baik saja. Ada perlu apa kau kemari?" Elena menatap Elise lekat. Dia sesungguhnya khawatir dengan keadaan adik kembarnya itu. Wajahnya sedikit pucat. Dengan mata yang sedikit bengkak dan bayangan hitam di bawah matanya.
"Elena, kau dan aku adalah saudara kembar. Walau kita sudah lama berpisah, tapi aku yakin kita masih memiliki ikatan batin." Elena hanya diam dan menanti kelanjutan ucapan Elise.
"Aku ingin kau tau jika Brian adalah segalanya untukku. Aku sangat mencintainya. Hanya dia satu-satunya orang yang memperlakukanku dengan baik dan penuh perhatian. Sungguh, aku sebenarnya tak rela dan tak ingin dia menyentuh wanita lain. Bahkan jika dia menyentuhmu, aku juga tak rela. Tapi ...." Elise menunduk tak bisa lagi membendung airmatanya. Dia tersiksa, sangat.
"Tapi aku terpaksa melakukan kesepakatan gila ini denganmu. Ibu mertua tak suka padaku dan dia menekan, menyudutkan dan selalu meminta Brian menceraikanku. Aku tak bisa Elena, tak bisa." Elise terdiam sebentar, mengontrol emosi kesedihannya. Lalu dia menggenggam jemari Elena.
"Aku akan memaafkan dan tak akan membencimu walau kau sudah meminta bayaran untuk kesepakatan ini tapi kumohon jangan pernah merebut Brian dariku." Nada suara Elise sangat putus asa. Dia takut Elena akan merebut Brian darinya.
Elena tak bisa berkata-kata. Dia ikut merasakan kesedihan yang tersirat jelas dimata Elise. Tangannya mengeratkan genggaman jemari Elise. Tangan kanannya mengusap pelan jemari Elise. Elena tersenyum dengan sorot mata teduhnya.
"Elise, kau tau sejak dulu aku tak pernah merebut apapun yang menjadi milikmu."
"Aku senang kau menemukan pria yang sangat mencintai dan kau cintai. Dan aku tak akan pernah merusak ataupun merebut kebahagiaanmu itu."
"Elise, aku tak akan merebut suamimu. Karena Brian hanya milikmu. Jadi, kau tenang saja." Elena tersenyum lebar menatap Elise.
"Elena." panggil Elise dengan mata berkaca-kaca. Dia bangkit dari tempat duduknya dan langsung memeluk tubuh Elena.
"Aku menyayangimu, kak." Elise berbisik membuat Elena semakin melebarkan senyumannya. Tangannya mengelus punggung Elise. Dia senang hubungannya dengan Elise kembali membaik. Lagipula permintaan Elise tak sulit, karena di hati Elena terukir jelas nama Diego. Elena hanya berharap dia bisa menyelesaikan kesepakatan gila ini secepatnya.