Chereads / Diego & Irene / Chapter 55 - Chapter 55 : The Party

Chapter 55 - Chapter 55 : The Party

"Ck! Pelankan jalanmu, Irene!" decak Diego.

"Kau ini! Apa kau tidak tau gaunku ini berat? Aku ingin cepat-cepat duduk, Diego! Belum lagi dengan rumahmu! Kenapa luas sekali?! Oh God... High heels ini membuat kakiku pegal!" gerutu Irene kesal, tapi nada suaranya terdengar manja.

Tanpa sadar Diego tersenyum melihat Irene. Haha, wanita di depannya ini lucu sekali.

"Yasudah. Kalau begitu..."

"Diego!" Well, tentu saja Irene memekik. Dia sangat terkejut. Diego tiba-tiba saja langsung menggendongnya ala bridal style dengan satu sentakan dan membopongnya keluar.

"Diego..." erang Irene, menatap Diego tajam. Baru sadar jika Diego melakukannya di hadapan semua orang. Astaga! Irene malu. Dan lelaki ini tampaknya masih santai-santai saja. Oh Lord... Apa Diego tidak mempunyai urat malu lagi?

Diego malah tersenyum geli.

"Aku suka kau bermanja padaku, Irene. Sering-seringlah." kekeh Diego geli.

"W-what?" Irene melongo. Tapi Diego diam saja ketika Irene meluncurkan kalimat protesnya. Lelaki itu hanya sesekali tersenyum, lalu mencium hidung Irene berkali-kali ketika dia berjalan menuju basement parkir mansion Alvaro.

"Daddy dan Mommy tidak ikut ke pesta?" tanya Irene heran ketika mereka sudah berada di basement. Diego masih menggendongnya sekalipun Irene sudah meminta di turunkan berkali-kali.

Diego menggeleng. "Besok Daddy harus pergi ke Indonesia. Mereka ingin istirahat saja malam ini."

"Indonesia?"

"Diego! Untuk apa Daddy kesana?" Irene mengeratkan pegangannya, menatap Diego penasaran. "Diego... katakan!"

"Itu kejutan. Kau tidak boleh tahu." ucap Diego final, bersamaan dengan kilat di matanya.

"Kau...." geram Irene, kehilangan kata-kata. Jika tatapan Diego sudah seperti itu tandanya dia tidak boleh bertanya lagi. Ugh! Dasar menyebalkan!

"Astaga.... Diego? Mobil-mobil ini..."

Banyak sekali mobil yang terparkir di basement megah ini, mungkin jumlahnya puluhan. Mulai dari mobil mewah sejenis Limousine dengan warna silver hingga mobil-mobil sport keluaran terbaru seperti Ferrary, Lamborghini, Bugatti, Audi R8, BMW, Porsche, Maybach Exelero, Lykan dan entah apa lagi dengan warna-warna yang mencolok. Well, dari jumlahnya bukankah seharusnya Irene mengira mobil-mobil tersebut ada yang milik Daddy, Mommy, Christian, Lucas dan Hans juga?

"Punya Daddy dan Mommy ada di garasi atas. Itu mobilku semua." ucap Diego santai.

Oh Tuhan! Lempar Irene sekarang juga! Jawabannya membuat Irene menatap Diego horor. Terlebih ketika Diego membuka salah satu mobil sport berwarna hitam bercampur putih tanpa kunci sama sekali, seakan hanya dengan sidik jarinya saja sudah cukup untuk membukanya. Damn! Jangan katakan jika semua mobil di tempat ini juga begitu. Please!

"Demi Jesus! Kau berniat membuka show room mobil, Diego?" Irene mengumpat pelan sembari menatap Diego horor. Diego sendiri malah terkekeh geli sembari bergerak mendudukkan Irene ke dalam mobil itu.

"Tenang, Irene. Mobilku tidak akan dijual. Akan menjadi milikmu semuanya jika kita sudah menikah." goda Diego geli ketika dia sudah menutup pintu. Erangan kesal Irene karena begitu menyebalkannya pria ini ternyata tertelan di tenggorokannya begitu Diego berjalan mendekati Christian.

"Tuan...." sapa Christian, membungkukkan tubuhnya.

Diego hanya balas tersenyum. Irene yang melihat mereka dari dalam mobil masih sibuk menggerutu.

"Mereka juga hadir?" tebak Diego.

"Benar, tuan. Keluarga Mikhailova sudah berada disana, Carlos dan ketiga anaknya."

"Mi Lover juga ada?"

"Benar tuan."

Lovelyn Mikhailova... wanita penjilat itu... apa dia masih berani menampakkan wajahnya di depan Diego? Memikirkannya saja sudah membuat Diego ingin menghancurkan sesuatu. Apapun alasannya, Diego sama sekali tidak ingin melihat wajahnya!

"Mengenai operasi wajah Lovelyn, saya-"

"Hentikan!" perintah Diego, merasa muak. "Aku sudah tahu, Chris. Kau hanya perlu mengawasinya. Aku tidak mau Irene-ku dalam bahaya."

"Baik, Sir...."

Setelahnya Diego langsung masuk ke dalam mobilnya. Rombongan bodyguard juga ikut menyusul di belakang. Membentuk sebuah garis panjang yang terdapat penjagaan, tidak ada yang berani mengalangi jalan mobil-mobil itu--mirip seperti mobil kenegaraan milik presiden ketika melintasi jalanan.

•••

At Hubertus von Baumbach Mansion. Hamburg--Germany. 08:00 PM.

Keluarga terdekat, kerabat, para petinggi negara, rekan bisnis, pejabat kota dan beberapa menteri dari berbagai negara kini sudah memenuhi lantai pesta pernikahan keluarga konglomerat tersebut, keluarga yang mengadakan pesta besar-besaran hanya untuk merayakan hari jadi pernikahan. Mereka adalah pasangan kaya raya di negara Jerman, Hubertus von Baumbach dan istrinya, Paula Vilhelmina. Keluarga Boehringer merupakan pendiri Boehringer Ingelheim yang mengayomi ketersediaan obat ke seluruh dunia, yaitu Industri Farmasi. Kekayaan mereka terus bertambah, bahkan hanya dalam hitungan menit saja. Kini kekayaan mereka tercatat sebanyak US$51,9 miliar atau setara Rp736,3 triliun. Selain memulai bisnisnya di dunia farmasi, Boehringer Ingelheim juga mendirikan agensi hiburan di negera Jerman, dua di Amerika, dan satu di Jepang. Ada juga pertelevisian, modelling, dan restoran.

Tapi melihat banyaknya aset dan saham milik keluarga Alvaro, apalagi industri pertambangan emas miliknya yang makin meningkat dan bahkan sudah menguasai 200 lahan tanah--yang satu lahannya bisa mencapai ribuan hektar, tanah penghasil emas dan berlian di berbagai negara telah dibeli oleh perusahaan itu--Gold Mining Alvaros Group, masih dapat di katakan mampu mengalahkan perusahaan giant itu--Boehringer Ingelheim. CEO Gold Mining Alvaros Group ialah sosok yang dingin, tak tersentuh, menakutkan sekaligus menarik. Dia adalah Diego Alvaro. Pria itu melanjutkan tahta ayahnya, Sean Morgan Alvaro. Jadi tak salah, sosok Diego pasti di undang dengan spesial oleh keluarga konglomerat itu.

"Lihat! Lihat! Siapa yang baru saja datang?!"

"Bukankah itu mobil asal Amerika yang baru saja keluar kemarin?! Gila! Langsung dibeli!"

"Mr. Alvaro! Mr. Alvaro! Astaga! Ternyata benar dia?!"

Roys Royce Cars hitam putih melaju lambat, memutari area air mancur berbentuk lingkaran raksasa, kemudian menunggu antrean mobil-mobil lain yang menurunkan penumpang sebelum berhenti di depan karpet merah yang di gelar di depan pintu masuk Hubertus von Baumbach Mansion. Wartawan sudah berkerumun, di batasi garis-garis pembatas yang berjarak agak jauh dari jalan masuk.

Mobil yang naiki Irene berhenti. Wanita itu mengintip dari jendela, menatap karpet merah yang menembus ke dalam pintu masuk. Seorang penyanyi wanita muda yang sedang naik daun akhir-akhir ini tampak di wawancarai di tembok sebelah kiri pintu masuk ketika Christian membuka pintu mobilnya.

Menarik napas panjang, Irene menarik ke atas gaunnya--agar tidak terlalu panjang dan menyeret lantai. Para wartawan itu sudah menunggu--bersiap dengan siapa yang akan keluar. Benar saja, ketika Lucas dan Hans keluar lebih dulu, kilatan blitz kamera langsung menghujani mereka.

"Aku tidak menyangka Lucas dan Hans cukup terkenal." ucap Irene kepada Diego.

Diego tersenyum tipis, mencium pelipis Irene kemudian menggenggam tangannya. "Tentu saja. Aku kan terkenal. Mana mungkin mereka tidak ikut terkenal?" kekeh Diego.

"Haish! Aku lupa betapa sombongnya dirimu, Diego." ucap Irene, dia terlihat terkekeh geli ketika menyebutkan kata terakhirnya. Ah, tapi jangankan Diego... malah dia juga ikut merasakan dirinya terlihat 'sombong' sekarang. Salahkan Diego! Memangnya siapa yang menyuruhnya memakai gaun yang super mewah ala princess seperti ini? Gaun pinky dengan taburan emas dan berlian. Ugh! Sekarang lihatlah! Dia jadi pusat perhatian orang-orang...

Irene belum sempat menanggapi ketika Diego berjalan keluar. Seketika itu Irene mendengar suara jepretan kamera bersahutan, belum lagi badai blitz yang menghujani Diego. Wartawan bahkan lebih riuh dibanding ketika Lucas dan Hans muncul.

"Mr. Diego Alvaro! Apakah wanita di samping Anda adalah Bae Irene?"

"Apa kalian sudah menikah?"

"Mr. Alvaro! Bisakah Anda menghadap kemari?"

"Mr. Bisakah Anda memberi beberapa keterangan pada-" dan lain-lain. Tidak jelas. Kalimat-kalimat itu saling tumpang tindih hingga nyaris tak terdengar.

"Diego... mereka seram sekali," bisik Irene tepat di telinga Diego di tengah jeritan pertanyaan wartawan. Tampak ketakutan. Terganggu. Satu tangannya bahkan sudah memeluk lengan Diego sembari menyembunyikan tubuhnya dari jepretan kamera.

Melihat Irene yang seperti ini membuat Diego ikut merasa terganggu. Karena itu dia menyuruh Christian mendekatinya.

"Chris, buat mereka tidak bisa mengikutiku." geram Diego, mata birunya berkilat. "Bilang pada mereka dalam lima hari lagi aku akan mengadakan konferensi pers tentang hubunganku dengan Irene." perintah Diego tak terbantahkan.

Christian mengangguk paham. "Baik, Sir..."

"Mr. Alvaro, apakah berita tentang pernikahan kalian yang akan dilaksanakan di Indonesia benar?"

"Mr. Diego, apa Bae Irene sedang mengandung?"

Sebelum keadaan makin kacau, bodyguard berlogo ALVARO yang berjumlah puluhan yang sudah berjaga langsung menyebar dan memburu wartawan--membuat mereka semua tidak lagi mengerubungi Diego dan Irene. Kemudian pasangan yang sedang booming itu segera masuk, dengan kawalan Christian dan Lucas. Mereka berdua juga sesekali terlihat berbicara melalui earphone.

"Indah sekali." gumam Irene ketika berhasil melewati pintu masuk, Diego yang menggandengnya tersenyum. "Diego, aku suka bunga sakura ini." ucap Irene.

"Akan ku buat kebun bunga sakura untukmu, Sweetheart." ucap Diego sebelum bergerak mengecup pelipis Irene.

Diego berjalan beriringan dengan Irene, sebelum menunjukkan undangan beserta kartu identitas mereka pada penerima tamu yang berjaga di depan ruangan. Penerima tamu itu langsung mengscane bar code pada undangan sekaligus kartu identitas mereka. Well, penjagaan pada pesta petinggi Jerman macam ini memang ketat. Tapi yang membuat Irene mengernyitkan kening adalah sepasang topeng masquerade yang penjaga itu ulurkan pasca dia memastikan nama Diego dan Irene sudah terdaftar.

"Topeng? Maksudmu ini pesta topeng?" Diego menyuarakan pertanyaannya lebih dulu. Itu karena memang tidak ada pesta topeng pada undangan mereka.

"Tema pesta malam ini memang berubah, Sir. Harap dimaklumi. Ini perubahan mendadak." ucap pegawai itu sembari mengangguk hormat. Bersamaan dengan itu, dia juga bergerak mengembalikan kartu identitas milik Diego dan Irene.

"Mendadak? Kenapa bisa?" tanya Diego heran.

Penjaga di depannya tersenyum.

"Ini karena putrinya, Nona Annastasia" jawab petugas itu masih dengan tersenyum. "Rencana pesta topeng seharusnya di adakan bulan depan untuk menyambut kedatangan putrinya, tapi Nona Annastasia mendadak pulang. Jadi Tuan Hubertus mengadakan pesta topeng untuk istrinya sekaligus putrinya." lanjut penjaga wanita itu lagi dengan selipan nada gembira.

Diego terus mendengarkan.

"Topeng ini di pakai saat acara dansa di mulai, Sir. Anda bisa menggunakannya saat jam sepuluh nanti." pelayan itu memberikan info penting pada Diego. "Untuk sekarang jangan di pakai dulu." ucapnya lagi.

"Baik. Aku mengerti."

"Chris. Simpan topeng ini, kami akan memakainya nanti." ucap Diego pada Christian yang berdiri di belakang. Sama seperti Diego, Christian juga mendapat topeng, tapi warna dan modelnya tidak sama. Diego juga melihat ke belakang lagi, tepat ke arah para bodyguardnya, ternyata mereka juga mendapat topeng--tapi topeng mereka sama persis. Hanya topeng milik Diego, Irene, Christian, Lucas dan Hans yang berbeda.

Kemudian Diego melanjutkan langkahnya melewati lorong. Irene menggandeng lengan Diego sembari berbincang ringan dengan Diego. Sementara Christian dan Lucas mengikuti dibelakang mereka--berjaga.

Seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun depan setelan rapi lantas menyambut mereka, menunduk, mengarahkan Diego dan Irene menaiki lift mansion menuju lantai pesta terselenggara. Tapi sebelum itu, Diego dan Irene terlebih dahulu berfoto di tempat yang sudah disediakan.

Beberapa saat kemudian mereka masuk ke ballroom besar yang sudah di sulap menjadi vanue pesta yang hebat. Didominasi warna hitam, emas dan ungu. Sedikit remang-remang dengan pencahayaan lampu gantung Chandelier dan lilin. Ratusan bucket bunga cantik menghiasi beberapa sudut ruangan dan meja. Sementara grup orkestra sudah memainkan alunan musik klasik--mengiringi kegiatan kumpulan para pria penguasa dan wanita cantik mereka.

Mata Irene terus menjelajah, menatap ke sekitar ketika Diego menuntunnya melewati beberapa kerumunan dan berhenti sebentar ketika beberapa orang menyapa. Irene hanya tersenyum ketika Diego bicara dengan orang-orang itu, membiarkan Diego merapatkan tubuh mereka. Tapi tiba-tiba saja Irene mengernyit ketika melihat Raka di kejauhan, mengenakan setelan hitam, tampak berbincang asik dengan sekumpulan pria.

Mendadak Irene tidak bisa mengatur napasnya. Apalagi ketika Irene menyadari jika ternyata Raka juga tengah melihat ke arahnya, menatapnya lekat. Seolah mata hijaunya mampu menembus tepat di bola mata Irene--membuat Irene tidak nyaman.

"Diego.... bukankah itu-"

"Hai, Diego!" seruan Sehun membuyarkan konsentrasi Irene.

Irene menoleh, menemukan seorang pria tengah berjalan ke arahnya. Diego yang tengah berbincang berhenti, ikut menoleh dan meninggalkan lawan bicaranya.

Sehun benar-benar tampan, mempesona sekaligus seksi dengan setelan jas warna navy nya yang memperlihatkan kemeja biru bercorak dadu.

"Kau tampan sekali, Diego! Ah, kau pasti wanitanya Diego. Kenalkan, aku Sehun." Sehun mengulurkan tangannya, tersenyum manis.

Irene tersenyum tipis, membalas uluran tangan Sehun. "Aku Irene." katanya, lalu melepaskannya lagi.

Diego melirik interaksi mereka, mengendus, menatap Sehun tajam. Tapi Sehun malah tersenyum penuh arti.

"Well... kau tenang saja, Diego. Kau tahu 'kan betapa aku mencintai Kath?" ucap Sehun, mengerlingkan mata.

"Ah, iya." ucap Diego, tersenyum miring. "Aku rasa dia sudah melupakanmu, Hun. Tapi kau masih saja berharap. Ck! Dasar budak cinta." ejek Diego.

"A-apa? Kau bilang aku ini bu-"

"Shut up! Itu kenyataan." ucap Diego lagi, lalu setelah itu dia bergegas pergi--membawa Irene di pelukannya, sementara Sehun yang di belakangnya berteriak kesal.

Irene terkekeh pelan. Sehun tidak mengoceh lagi, Diego juga tidak berkomentar lagi, langsung menuntunnya menuju sang bintang pesta--siapa lagi kalau bukan Hubertus dan istrinya, Paula--berbincang sebentar--sebelum Diego memperkenalkan Irene ke beberapa kenalan.

"Dia Bae Irene. Calon istri saya." ucap Diego sembari melingkarkan lengannya di pinggang Irene. Itu pertanyaan dari Hubertus von Baumbach.

"Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda, Mr. Presiden." sapa Irene.

Hubertus menatapnya lekat.

"Ah, jadi kau orangnya...." ucap Hubertus sembari tersenyum penuh arti.

Irene sendiri sebenarnya ingin segera melarikan diri. Sungguh, dia tidak nyaman melihat tatapan Hubertus. Apalagi senyumannya tadi. Apa maksudnya? Tapi dia harus tetap tersenyum demi menyelamatkan derajat Diego disini.

Tidak lama, Diego akhirnya berpamitan, membawa Irene ke meja paling depan yang bertuliskan nama mereka. Diego

kursi untuk Irene, mendorong masuk kursinya begitu Irene duduk, lalu duduk disampingnya.

"Kau ingin minum?" tanya Diego sebelum melihat ke arah makanan dan minuman yang tersaji di depan mereka.

Irene mengangguk. "Aku mau yang itu!" pinta Irene sembari menunjuk ke arah gelas yang berisi air berwarna merah.

Entah kenapa sikap Irene tadi begitu menggemaskan. Wajahnya... suaranya... membuat Diego terkekeh pelan.

Diego mengambil gelas itu. Irene yang sepertinya kehausan langsung merebut gelas itu, tapi gagal--Diego dengan cepat menghentikannya ketika lelaki itu menempelkan hidungnya di ujung gelas.

"Ck! Minuman ini beralkohol. Pelayan!" geram Diego setelah dia mencium aroma air di gelas itu. Ini memang selalu Diego lakukan, apapun yang dimakan Irene, Diego akan memeriksanya dulu--bahkan mencicipinya.

Kemudian di detik berikutnya seorang pelayan datang, meminta maaf, lalu segera datang kembali dengan segelas jus jeruk.

"Kau tidak menyapa yang lain?" tanya Irene setelah meneguk minumannya.

Diego menggeleng. "Nanti saja. Setelah ada yang bisa menemanimu. Aku takut kau lelah."

Irene tersenyum. Diego benar-benar perhatian, dia bahkan tadi meminta pelayan membawakan minuman tanpa alkohol untuk Irene.

Sementara di sisi lain... ada seseorang yang tidak suka melihat interaksi mereka. Seorang wanita berambut pirang berdiri tidak jauh dari mereka, mengamati, mengepalkan tangan. Tatapan mata birunya memandang Irene penuh kebencian.

"Irene...." gumam wanita berambut pirang itu, suaranya terdengar mengancam. "Malam ini, aku pastikan kau akan tamat."

To be continued.

HOLA! Akhirnya Ina update!!

Gais... maap ya klo kelamaan up nya:( Tapi biar kalian gak nunggu lama kalian harus sering DM author di Ig. Kalau perlu komen apapun di postingan Diego dan Irene di Ig tentang updatean story ini! Yah! Paham kan...

Follow dulu dong gais!

@diego.alvaro01

@bae.irene01

@nainaarc (akun author)

Berlanjut ke Chapter selanjutnya : Diego & Irene | Chapter 56 : Tetaplah Bernafas Untukku, Irene!

Jangan lupa LIKE , KOMEN + SHARE ke temen kalian yaaa!

Gais, kalian banyakin komen donggg biar inanya semangat ☹️

Yaudah ge...

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA YA!

SEMOGA SUKA!💕

See you next time! Byee!!!

With♥️, Ina.