Chereads / Diego & Irene / Chapter 61 - Chapter 61 : Perfect Way

Chapter 61 - Chapter 61 : Perfect Way

At ALVAROS Mansion. Berlin--Germany.

Masih di ruang bawah tanah.

Mi Lover berusaha mengerakkan kepalanya untuk menatap wajah Diego. "A-aku...." suara Mi Lover tersendat, matanya berpendar--memancarkan kesedihan dan sakit yang begitu dalam di manik birunya, tapi ada sedikit harapan di dalam sana. "Aku ingin kita tidur bersama, lalu setelah itu... kau bisa membunuhku." pinta Mi Lover, tatapannya memohon.

Diego hanya diam.

"Bi-bisakah... kau lakukan i-itu?" suara Mi Lover tersendat lagi. Dia makin melemah, pandangan juga sedikit buram.

Tapi, sekuat tenaga Mi Lover berusaha untuk tetap sadar. Dia tidak boleh pingsan atau mati sebelum mendengar jawaban Diego. Tidak boleh...

"Diego, aku mohon... ini yang terkahir kali." Mi Lover menatap Diego dengan tatapan memohon.

Diego juga menatapnya, masih diam, tapi kali ini rahangnya mengeras.

"Please.... sekali saja kita-"

"Diamlah. Kau bukan Irene."

Debar jantung Mi Lover berpacu cepat. Dia melayangkan tatapan marahnya ke arah Diego, sembari mengepalkan tangan. "A-apa? Kau bilang ini permintaan terakhirku! Tandanya kau harus mau!"

"Sampai aku mati pun aku tidak mau."

Amarah Mi Lover langsung naik, entah kekuatan darimana tali yang mengikat lengannya ke belakang tiba-tiba terlepas saat ia menggerakkan tangannya. Mi Lover melirik pisau yang tergeletak di bawahnya, dengan cepat ia mengambilnya dan langsung melemparkan benda tajam itu ke arah kepala Diego.

Sett...

Ternyata meleset!

Seperti bisa membaca pergerakan Mi Lover, Diego dengan cekatan menggeser tubuhnya. Lantas pisau yang di layangkan Mi Lover malah tertancap di tembok yang berada di belakang Diego. Kuat sekali. Diego bisa melihat separuh pisau itu terbenam ke dalam tembok.

Mi Lover benar-benar kalah telak. Karena tak lama dari itu Diego sedang mendekat ke arahnya dengan mata tajam dengan gigi yang bergemelatuk. Urat-urat hijau di tangan pria itu mencuat meminta di lepaskan, sementara dada pria itu naik turun yang menandakan dia sangat marah kali ini. Diego terlihat seperti iblis.

Diego berdiri di depan Mi Lover. Kilatan di matanya makin tajam seiring dengan bibirnya yang kian menipis.

Plak!

Sekali lagi Diego menampar Mi Lover dengan sangat keras. Mi Lover meringis kesakitan, tamparan itu ia dapati di pipinya yang masih terluka karena tusukan Diego. Rasanya sakit sekali, karena itu Mi Lover langsung jatuh. Tubuhnya ambruk. Dia memegangi wajahnya yang berdarah-darah.

"Hiks...hiks..." Mi Lover menangis, rasa marahnya meluap begitu saja.

Diego berjongkok di depan Mi Lover. Kedua mata tajamnya menatap nyalang ke arah wanita itu. "Kau ingin aku tidur denganmu?"

Mi Lover mengangguk pelan. Berharap Diego mempunyai rasa belas kasihan padanya dengan mau menurutinya. "Iya, Diego...."

Diego terkekeh namun bagi Mi Lover itu tidak terdengar seperti kekehan tapi sebuah nyanyian iblis yang siap membunuhnya.

"Ah, baiklah. Aku mau." Diego membelai wajah Mi Lover yang masih terlihat cantik meski penuh luka sambil tersenyum miring. "Kau pasti langsung senang 'kan, Mi Lover?"

Wajah ketakutan Mi Lover perlahan menghilang. Dia tersenyum menggoda. Akhirnya apa yang dia ingini akan segera terkabul. Mi Lover sangat ingin merasakan milik Diego memasukinya. "Tentu saja. Dengan senang hati aku akan melayani dan memuaskanmu."

Diego tertawa sinis lalu berdiri. Pria itu menggeleng kecil dan memundurkan langkahnya. "Bukan dengan ku. Tapi dengan ketiga bodyguard ku." ucap Diego dengan seringai iblisnya.

"A-apa?" Mi Lover kehilangan kata-kata.

•••

06:00 AM.

Irene membuka mata, merasa pegal di seluruh tubuhnya. Matanya berusaha beradaptasi dengan temaramnya kamar. Lampu utama dimatikan--hanya lampu tidur yang dinyalakan. Irene langsung terduduk, melihat ke sampingnya. Tidak ada Diego.

"Akhh..." Irene meringis ketika menggerakkan kakinya. Kepalanya juga mendadak pening ketika memori pan--Haish! Dasar Diego! Tadi malam lelaki itu melakukannya sampai lima kali! Dan sekarang lihatlah! Intinya benar-benar sakit! Rasanya berjalan pun Irene tidak sanggup.

Baiklah, setelah ini Irene jamin Diego akan mendapat hukuman darinya.

Irene pun berjalan ke kamar mandi sambil menarik selimutnya erat-erat untuk menutupi tubuh telanjangnya dengan langkah pelan. Mulutnya tidak berhenti merutuki Diego, apalagi ketidak hadiran pria itu saat ia bangun makin membuat Irene meluncurkan kalimat sumpah serapahnya.

Tiga jam kemudian...

"Siapkan tempat tinggal sementara untuk di Indonesia, Christian." ucap Diego sembari melepas kaca matanya. Pilot pribadi yang telah bekerja padanya selama bertahun-tahun baru saja mengabarinya jika pesawatnya sudah siap. Baiklah, bisa di bilang pesawat pribadi milik Diego sudah berada di landasan pacu bandara Internasional Berlin--siap untuk terbang ke Indonesia. Dan sekarang, Diego terlihat tengah berjalan masuk ke dalam lift mansion untuk menemui Irene dengan Christian yang mengikuti di belakangnya.

Btw, sedang apa dia sekarang? Diego jadi berpikir-pikir. Lima jam tidak bertemu dengan Irene nyatanya membuat Diego begitu merindukannya. Ah, biar Diego tebak. Irene pasti sedang marah padanya. Bagaimana bisa? Jelas-jelas Diego menyadari jika dirinya seperti maling sekarang. Dia seperti maling yang kabur setelah mencuri kenikmatan dari tubuh wanita itu semalaman. Well... Diego tidak peduli. Yang penting Diego tahu kalau Irene juga mencintainya. Tidak apa-apa kan?

"Apa Glen dan istrinya juga ikut, Sir?"

"Nanti saja. Setelah Irene tahu semuanya. Kau tunggu saja perintah dariku." jawab Diego tenang sementara pandangannya terus terarah ke ponselnya--memandangi wajah Irene yang sengaja ia pasang sebagai wallpaper ponselnya.

Irene.... Kenapa kau terus menabur rindu di hatiku? Batin Diego sambil tersenyum.

•••

Akhirnya Diego sampai di ruang makan keluarga besarnya. Dia juga sudah menemukan kedua orangtunya, Dilan, dan Irene yang tengah duduk bersama mengelilingi meja makan. Dengan langkah tenang dan elegan, Diego menghampiri mereka dan langsung duduk di salah satu bangku kosong tepat di samping Irene.

"Diego? Kau darimana saja?" tanya Jasmine dengan heran sembari menuangkan teh hijau ke cangkir milik Sean.

"Aku?" Diego malah balik bertanya dengan tatapan mata tak percayanya. "Oh, ayolah Mom... kau pasti lupa jika aku baru saja menyiapkan kepergian ku dengan Irene. Pesawat ku sudah siap, Mom. Tapi sepertinya wanita di sampingku ini tidak mau pulang kerumahnya." Diego melirik Irene yang-

Oh Lord....

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Diego yang juga menatap Irene dengan raut wajah tak berdosa, terutama ketika dia melihat mata coklat keemasan wanita itu sudah memberikan tatapan tajam kepadanya.

"Wah, saking senangnya dirimu pagi itu, calon suamiku ini jadi suka menghindariku ya?" geram Irene masih dengan pandangan kesalnya. "Memangnya sejak kapan kau menjadi takut kepadaku, hm?"

Sialan. Ucapan Irene benar-benar membuat perhatian semua orang tertuju ke arahnya. Bahkan Sean sudah memberikan tatapan mengintimidasinya secara terang-terangan.

"Apa yang Diego lakukan padamu, Irene?" tanya Sean setelah mengalihkan pandangannya pada Irene.

Mendengar pertanyaan itu langsung membuat Irene terdiam, sementara semburat merah di pipinya tiba-tiba muncul dengan gigitan kecil di bibirnya. Haish... Irene jadi malu. Karena itu Irene memejamkan matanya sembari menggelengkan kepalanya.

"Bu-bukan... Daddy salah paham. Maksudku-"

"Irene marah karena tadi malam aku--Ah, habis bagaimana ya... aku paling tidak bisa menahan diri saat Irene sangat seksi malam itu." potong Diego cepat sembari bergerak merangkul Irene.

What? Seksi? Kau sendiri yang melucutiku! Batin Irene kesal.

Karangan Diego membuat Irene menggeram, berbeda dengan Sean, Jasmine dan Dilan yang langsung tertawa geli melihat kelakuan Diego. Ah, apalagi saat itu mereka menyaksikan sendiri bagaimana Irene membuat Diego berlari hanya karena dia melepas sepatu yang dia pakai.

"Aku pastikan sepatu ini akan melayang ke arah kepalamu, Diego!" teriak Irene kesal.

Sungguh, itu membuat semua orang tertawa lepas.

•••

Berlin's International Airport, Berlin--Germany. 13:00 PM.

Iringan-iringan Limousine mewah berwarna hitam berhenti di landasan pacu bandara, tepat di sebelah pesawat Boeing 747-8 berbadan besar dengan logo A L V A R O. Belasan bodyguard bersetelan hitam keluar lebih dulu, lalu seorang di antaranya membukakan pintu mobil Diego.

"Welcome, Mr. Alvaro."

Itu sapaan dari beberapa awak pesawat dan pramugari yang berbaris, mereka membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan.

Namun Diego mengabaikan mereka karena sejak tadi matanya tidak lepas dari Irene. Well, entah kenapa saat ini Irene begitu cantik. Di bandingkan para pramugari bertubuh proposional yang kini tampil maksimal didepannya, Diego lebih menyukai tubuh Irene yang membesar. Apalagi perutnya, membuat rasa cinta dan kekaguman Diego padanya semakin bertambah.

Irene seperti bidadari. Dengan gaun putih bercorak bunga membungkus kulitnya yang sehalus sutra, rambut hitamnya yang panjang dan harum di biarkan tergerai, serta bedak tipis dan bibir pink alaminya--membuat kedua mata Diego tidak henti-hentinya memandanginya.

Cantik sekali.

"Diego? Itu pesawatmu?" tanya Irene sembari menatap rakitan besi raksasa yang menjulang di atasnya. Menatapnya penuh kekaguman. Baru kali ini Irene melihat pesawat sebesar ini.

"Hey! Diego! Kau mendengarku?" tanya Irene heran sembari mengayunkan telapak tangannya tepat di depan wajah Diego, pasalnya lelaki itu tidak menjawab dan malah menatapinya.

"Diego!" erang Irene kesal.

"Eh?" Diego mengerjabkan matanya, langsung tersadar. Tersenyum. "Ada apa?"

Irene menggelengkan kepalanya tidak percaya. Baru menyadari jika pesawat itu benar-benar milik Diego melihat dari logo A L V A R O yang terpampang jelas di badan pesawat. Diego gila! Bisa-bisanya dia memakai pesawat sebesar ini hanya untuk mereka berdua saja.

Irene menatap Diego. Ketus. "Ini berlebihan untuk kita."

Irene jadi dongkol. Sudah tahu Sean dan Jasmine menaiki pesawat yang berbeda dengan mereka tapi Diego masih tetap menggunakan pesawat yang besarnya nauzubillah ini.

Diego mengangkat alis. "Aku yang tahu pasti mana ukuran berlebihan dan tidak."

"Yeah... kau memang yang paling tahu." Irene berkata sarkas. Diego memang tahu; dalam standard Alvaro, bukan orang normal!

Irene berjalan mendekati pesawat--hendak masuk, dengan menghentak-hentakkan kakinya. Melihat itu Diego malah terkekeh geli.

Tapi Diego segera menyusulnya. Ikut berjalan di samping Irene dan naik ke pesawat bersama. Beberapa pramugari langsung menyambut mereka dengan ramah--tersenyum, mengajak Irene tour pesawat.

"Biar aku saja." Diego langsung menyahut begitu melihat seorang pramugari hendak mengajak Irene berkeliling.

Pramugari itu tersenyum, lalu undur diri.

Seketika bayangan yang terus muncul di kepala Irene jika pesawat ini muat untuk ratusan orang menghilang. Pesawat ini sudah di tata dengan kemewahan, interior kelas dunia dengan seni dan teknologi terbaru serta sistem keamanan yang tidak biasa. Tidak ada bangku-bangku penumpang, terganti oleh ruang tamu pribadi, kantor pribadi, ruang rapat besar, kabin tamu dengan kamar mandi pribadi, hingga ruang makan berkapasitas lima belas orang. Di kabin atas, terdapat ruang karaoke dan mini bar, serta kamar utama dengan design luar biasa terlihat, ada kaca besar disana--bisa Irene tebak, akan memberikan pemandangan yang menakjubkan ketika pesawat mengudara.

Irene masuk, mengikuti langkah Diego yang sudah masuk lebih dulu. Irene menganga, mengedarkan pandangan--masih terperangah. Hingga pantulannya di cermin membuat ekspresi Irene berubah. Kesal. Hickey Diego di lehernya kelihatan! Pantas saja Irene sempat mendengar para pramugari itu terkikik di belakangnya--ternyata ini. Dia benar-benar terlihat seperti wanita simpanan Diego Alvaro.

Wanita simpanan? Mungkin sebutan itu ada benarnya. Kenapa? Irene tidak ingin mengatakannya, hanya saja... jika dia tinggal di sebuah rumah milik pria yang sudah bertunangan dan tak lama kemudian pria itu malah memutuskan hubungan pertunangannya... orang-orang pasti mengira bahwa si pria tidak lagi mencintai tunangannya karena keberadaan wanita lain di rumahnya 'kan?

Cukup. Irene tidak mau melanjutkan.

Tuhan.... Padahal Irene sudah memakai gaun yang bagian lehernya cukup panjang hingga bisa menutupi leher bagian bawahnya. Tapi nyatanya? Memar-memar merah panas itu memenuhi seluruh lehernya! Bahkan sampai atas! Tidak aneh jika mereka bisa melihatnya.

"Kau bisa istirahat disini, aku ada urusan di bawah." itu kata Diego, Irene melihat lelaki itu lewat cermin di depannya yang sudah pergi begitu saja.

Irene menatap ke arah menghilangnya Diego. Tatapannya tak terbaca. Dia lalu memejamkan mata, menyadari jika faktanya memang begitu. Lagipula tidak hanya di leher; dada, punggung, perut, bahkan di antara kedua pahanya juga ada. Diego memberinya tanda dimana-mana.

Well, Irene harus sabar. Karena tidak lama lagi statusnya akan berubah menjadi istri sah Diego Alvaro. Lagipula alasan mereka menaiki pesawat ini sudah jelas hanya untuk pernikahannya. Pernikahan Diego dan Irene.

Dalam lubuk hati yang terdalam, Irene ingin menikah dengan pria yang ia cintai. Dan orang itu adalah Diego. Diego yang dulu pernah memperkosanya, bahkan pria pertama yang memperkosanya. Tapi Irene tidak pernah menyesal, dia hanya perlu bersyukur. Memiliki pria sempurna disisinya, apalagi yang Irene butuhkan?

To be continued.

YEAYYY AKHIRNYA DIEGO UP!WKWKWK

Jangan lupa Like, komen + share ke temen ya!!!

More info go follow :

@nainaarc

@diego.alvaro01

@bae.irene01

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

Salam manis dari Ina♥️