Keesokan harinya...
Jam 4 pagi.

Di lorong bawah tanah, dengan pencahayaan temaram, seorang pria berahang tegas dengan garis wajah tampannya, berjalan menuju sebuah penjara yang tersembunyi dengan hanya memakai celana panjangnya, dadanya yang bidang itu ia biarkan terlihat--alias shirtless, karena habis bergulat panas dengan Irene dan ia malas sekali memakai baju.
Well, para pelayan berjenis kelamin perempuan ketika melihatnya keluar dengan keadaan begini, mereka hanya bisa menelan ludahnya sembari tidak membiarkan mata mereka berkedip sedetikpun. Manusia sempurna! Bukan hanya fisiknya, tapi juga materinya. Dan Diego hanya memasang wajah datar andalannya ketika mengetahui tatapan lapar mereka. Haish! Mengerikan. Andai saja Diego tidak dilahirkan dengan wajah setampan ini, pasti Diego akan sangat senang. Tapi nyatanya, Tuhan ingin ia seperti ini. Mempesona, mengagumkan.

"Sudah lama aku tidak bermain pisau." bisiknya kejam.
•••
Kesialan dalam hidup Lovelyn Mikhailova bagai di sayap dengan sembilu--rasa hati yang sangat pedih. Begitulah keadaannya, hatinya hancur--seperti kaca yang pecah, batinnya tertekan, tubuhnya--ringkih tak berdaya. Tapi inilah ganjarannya, karena Mi Lover telah bermain dengan api.
Dan api itu adalah pria yang ia cintai, Diego Alvaro.
Mi Lover memejamkan matanya yang basah, sekuat tenaga ia tidak ingin menangis karena percuma semua tidak akan kembali seperti sedia kala, ia harus kuat demi hidupnya. Mi Lover tidak akan menyerah semudah itu!
Mi Lover meringis saat mencoba membuka ikatan yang membelit tubuhnya, ia memperhatikan sekeliling ruangan yang gelap, hanya cahaya temaram dari luar memasuki celah pintu. Mi Lover menempelkan punggungnya dikursi, membenturkan tubuhnya frustasi, ia bersandar lelah, dengan kantung mata yang menghitam karena tidak bisa tidur semalaman, dengan kerongkongan yang kering, dan ia perlu minum. Jujur saja, Mi Lover lupa caranya untuk tertidur disaat hatinya sudah tidak berbentuk lagi, Diego... pria keparat itu benar-benar membuatnya hancur! Hancur sehancur-hancurnya! Padahal Mi Lover mencintainya...
Klek...
Terdengar suara pintu dibuka, Mi Lover mengepalkan tangannya erat-erat sembari menoleh menatap ke arah cahaya yang berasal dari luar pintu, terlihat seorang pria melangkah dengan suara siulan menegangkan yang bergema mengisi keheningan.
Jantung Mi Lover berdetak tidak normal, ia meneguk salivanya. Mi Lover sangat kenal siulan itu, itu... khas seorang Diego. Disaat senang atau gembira, Diego selalu melakukan hal itu. Akh! Tidak! Seharusnya dia membenci Diego bukan malah ingat dengan kebiasaan pria itu!
"Diego..." geram Mi Lover lirih, ia benci suara mendayunya ini.
Mi Lover menatap ke atas, memandangi sosok Diego yang kini berdiri menjulang tinggi di hadapannya dengan benci.
Pria itu menyeringai, membungkuk dan merengkuh dagu Mi Lover.
"Apa kau puas melihat kami, Mi Lover?" bisiknya tega.
Mi Liver tertawa sinis, refleks ia meludahi wajah Diego hingga pria itu murka dan langsung menampar keras pipi Mi Lover.
Plak!
Tamparan membahana mengisi ruangan, membuat Mi Lover tersungkur ke lantai dengan kursi yang didudukinya. Dia meringis menyentuh pipinya yang perih akibat tamparan yang sangat kuat itu berhasil merobek sudut bibirnya, tatapannya hanya tertunduk ke bawah enggan menatap pada pria tampan berdiri dengan tatapan paling sinis di depannya.
"Bitch!" umpat Diego mengusap saliva di pipinya.
Dengan sisa keberaniannya, Mi Lover kembali menatap Diego dengan binar kebencian.
"Kau benar-benar sudah berubah, Diego. Kau berubah!" Mi Lover kembali menangis, sungguh, dia tidak bisa menahannya lagi.
"Aku sama sekali tidak peduli," desis Diego sembari berjongkok merenggut rambut Mi Lover.
Napas Mi Lover memburu, ia meringis menahan sakit di kulit kepalanya saat rambutnya semakin di jambak. Dan itu sangat menyakitkan.
"Baru kali ini aku melihat pria yang tumbuh besar bersamaku, pria yang dulu mengatakan dia sangat mencintaiku, sekarang dia telah bersama wanita lain dan mencintai wanita itu, pria yang dulu aku puja sekarang malah menyiksaku. Seharusnya aku marah padamu, tapi nyatanya aku tidak bisa. Aku benci karena mencintaimu, Diego Alvaro." sengit Mi Lover menatap tajam pada Diego yang tertawa meremehkan. "Kau datang tanpa baju, betapa menjijikan-nya dirimu." Mi Lover menatap hina.
"Kau terlalu tolol, Mi Lover." Diego mendorong kepala Mi Lover.
"Aku bukan pria baik hati yang tetap mencintai wanita serendah dirimu," geram Diego rendah. Dia menendang tubuh Mi Lover hingga kembali terjerembab ke lantai. "Aku juga bukan pria bodoh yang hanya diam saat mengetahui wanita yang sangat jelas hanya milikku masih saja membuka pahanya untuk para pria di klub. Mi Lover.... aku menyesal karena pernah mencintaimu." Diego memandang rendah pada Mi Lover.
Di detik selanjutnya, Mi Lover hanya bisa menggeleng sambil terus mengatakan 'tidak'. Karena begitu Diego berbalik, lelaki itu berjalan menuju meja yang di atasnya ada sebuah pisau. Diego mengambilnya. Itu milik Lucas, sedangkan milik Diego sudah ia bawa ketika kemari.
Sepertinya hidup Mi Lover tinggal tersisa beberapa menit lagi, karena saat ini Diego dengan langkah tenang namun mengancam tengah mendekatinya. Wajah tampan yang terkenal kebengisannya itu sudah berdiri tepat di hadapan Mi Lover. Mi Lover yang tertunduk langsung menaikkan kepalanya ketika melihat sepatu Digeo ada di depan matanya, mendongak, menatap Diego dengan melas di tengah air matanya yang terus mengalir.
"Ti-tidak, Diego... tidak!" lirihan penuh ketakutan Mi Lover yang sangat kentara di mata berairnya membuat Diego menaikkan sudut bibirnya. "Ampun, Digeo. Jangan siksa aku." lirih Mi Lover pilu.
"Aku tidak butuh ampunanmu. Aku hanya butuh balasan dari setiap luka yang kau berikan pada Irene." desis Diego rendah. Tajam. Mengerikan.
Tubuh Mi Lover merinding, dia tidak pernah setakut ini.
"Diego... ku mohon..." Mi Lover makin memelas.
Mendengar itu, justru membuat keinginan membunuh Diego semakin besar. Ingin rasanya ia mencabut mulut itu, dia ingin sekali mencongkel mata Mi Lover menggunakan linggis dan memotong tubuhnya hingga kecil-kecil.
Diego tidak henti-hentinya tersenyum. Akhirnya hari yang dia tunggu-tunggu sudah tiba--hari dimana dia bisa melenyapkan parasit yang mengganggu Irene-nya. Dan sekarang, Diego menempelkan pisaunya pada pipi putih Mi Lover, sementara Mi Lover hanya diam tak berkutik.
Ya Tuhan... aku takut sekali... Batin Mi Lover sembari melirik pisau di depan matanya dengan tatapan ngeri.
"Ssakitt...." ringis Mi Lover ketika pisau itu ditekan hingga menembus pipinya. Darahnya langsung bercucuran.
"Kau telah berani menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Irene. Dan dia hampir mati." gumam Diego rendah. Dia memejamkan matanya, amarah dan dendam kembali memuncak mengingat peristiwa mengerikan yang di alami Irene. Karena itu, dengan emosi yang meluap-luap, Diego mencabut kasar pisaunya hingga daging di dalam pipi Mi Lover ikut keluar.
Teriakan Mi Lover langsung melengking, dan Diego tersenyum puas.
"Katakan, apa permintaan terakhirmu?" bisik Diego kejam sembari menarik kepala Mi Lover dengan menjambak rambutnya. "Kau tahu? Aku masih memiliki sisa kemanusiaan untuk wanita yang pertama kali kucintai. Katakan, Mi Lover."
Mendengar itu, Mi Lover berusaha mengerakkan kepalanya untuk menatap wajah Diego. "A-aku...." suara Mi Lover tersendat, matanya berpendar--memancarkan kesedihan dan sakit yang begitu dalam di manik birunya, tapi ada sedikit harapan di dalam sana. "Aku ingin kita tidur bersama, lalu setelah itu... kau bisa membunuhku." pinta Mi Lover, tatapannya memohon.
Diego terdiam sejenak. Well, tidur bersama? Mungkin malam natal--tepatnya setelah Diego mengetahui Mi Lover tidur bersama pria lain ketika mereka masih terikat hubungan pertunangan, Diego langsung menghukumnya dengan memasuki inti Mi Lover dengan kasar dan brutal. Ya... malam itu adalah malam pertama bagi mereka melakukan hal itu. Sekaligus yang terakhir kali. Tapi saat ini... Mi Lover ingin ia menyetubuhinya lagi sebagai permintaan terakhir?
Apa Diego terlalu jahat jika tidak mau melakukannya?
Diego tidak tau.

To be continued.
Waduhhhhhh:'v kira-kira Diego mau gak ya?
Oke, terimakasih sudah membaca!
See you in next chapter!
Salam Manis dari Ina♥️