Marahlah Galuh mendengarnya, wajahnya memerah seperti udang rebus "Sialan kau! Jadi menurutmu aku ini bau?! Kau mau menghina dan menantangku hah?!" makinya sambil bersiap untuk memukuli Jaya.
"Sudahlah, kau mandi saja dulu! Lihat kesana, bagian itu cukup tertutup dan terlindungi! Mandilah di sana!" tukas Jaya sambil menunjuk ke arah hulu yang tertutupi oleh rumpunan pohon bamboo.
Galuh melihat tempat yang ditunjuk oleh Jaya, "Kau hanya beralasan saja bukan Jaya? Begitu aku mandi di sana kau akan kabur!" tuduh Galuh.
"Aku tidak akan pergi meninggalkanmu, aku akan menunggumu disini!" jawab Jaya.
Galuh melihat lagi ke arah yang tadi ditunjuk Jaya, "Benar kau tidak akan kabur?!" jaya mengangguk, "Tapi awas kalau kau berani mengintipku, aku bunuh kamu nanti!" ancam Galuh.
"Aku tidak akan mengintipmu Galuh! Sudah cepat mandi sana!" Galuh pun menurut lalu mandi di tempat yang ditunjukan oleh Jaya, sementara Jaya berbaring diatas batu kali yang besar dan licin.
Galuh pun mandi dengan agak lama di sana, beberapa kali ia membilas seluruh bagian tubuhnya lalu meciuminya. "Apa benar aku ini sebau itu sampai Jaya menyuruhku mandi?" iI lalu mengambil pakaiannya dan membauinya juga "Huh betul juga sih bajuku ini sudah sangat bau seperti baju pengemisku yang dulu, padahal dulu sewaktu Sri memberikannya padaku baju ini sangat harum!" pikirnya.
Merasa masih kurang yakin Galuh kembali masuk kedalam sungai dan mandi lagi, beberapa kali ia terus membasuh tubuhnya terutama bagian ketiaknya. Gadis itu lalu bersenandung kecil, ia mandi sambil tersipu membayangkan Jaya, ia membayangkan kalau ia bersanding dengan Jaya, "Eh sepertinya julukan Pendekar Dari Lembah Akhirat cocok buat Jaya... Sepasang penderkar, Pendekar Dari Lembah Akhirat dan Dewi Pengemis Dari Bukit Tunggul... Hihihi" ia tertawa sendiri mebayangkan lamunannya menjadi kenyataan.
Setelah selesai mandi Galuh meraih pakaiannya, ia menimbang-nimbang untuk mencucinya, tapi karena ia tidak mempunyai pakaian lain, maka terpaksa ia memakai pakaiannya yang aromanya "menyengat" itu. Galuh kemudian menghampiri Jaya yang sedang enak-enakan berbaring sambil bersiul-siul diatas sebuah batu kali besar yang licin, "Hmm... Rupanya ia menepati janjinya untuk tidak kabur dan mengintipku." gumam gadis ini.
"Hoi Jaya aku sudah selesai mandi!" panggil Galuh.
"Sudah selesai? Lama sekali kau mandinya Nona Galuh!" sahut Jaya.
Jaya bagun dari pembaringannya, tapi tiba-tiba ia melotot tajam pada Galuh, Galuh terkejut melihat tatapan Jaya tersebut, gadis ini lalu melangkah mundur, "Hei Jaya apa yang kau lihat? Kau kenapa?" tanyanya.
Jaya tidak menjawab, dia turun dari atas batu lalu melangkah mendekati Galuh "Jaya kau kenapa?" Tanya Galuh lagi dengan suara bergetar, wajahnya memerah mendapati tatapan Jaya seperti itu "Jaya... Sabarlah... Pelan-pelan saja... Kita kan belum..." belum sempat Galuh menyelesaikan perkataannya, Jaya melangkah melewati tubuh Galuh, penuh penasaran, Gadis ini melihat kebelakangnya, ternyata di tengah sungai tersebut terjadilah suatu keanehan, di sungai yang tenang itu munculah satu pusaran air yang dahsyat yang makin lama makin besar, ternyata inilah yang menjadi pusat perhatian Jaya.
Pusaran air itu semakin hebat dan menimbulkan angin deras berseoran bertiup di sepanjang sungai itu, dan lebih aneh lagi, tiba-tiba air sungai di sekitar pusaran air itu mendidih mengepulkan asap! Tiba-tiba Prassshhh!!! Dari dalam pusaran air itu melompat ke atas udara sesosok tubuh, Jaya dan Galuh terkesima melihatnya sampai tubuh ganjil itu menjejakan kakinya diatas tanah.
Lagi-lagi Jaya dan Galuh mendapati sesosok manusia aneh didepan matanya, dihadapan mereka berdiri seorang pria berambut gondrong awut-awutan, seluruh kulit tubuhnya bersisik dan berwarna biru, matanya merah seperti mata ikan yang sudah mati, dari tubuhnya menyengat bau anyir seperti bau ikan! Di tangan sebelah kanannya, ia memegang sebuah tombak bermata Keris pendek yang juga berwarna biru.
Si manusia ikan itu tertawa terbahak dihadapan mereka berdua, Jaya dan Galuh seolah kehabisan kata-kata melihat manusia aneh dihdapannya ini. "Hahaha... Atas perintah Eyang Topeng Setan, kalian harus mampus dan menjadi tumbal sungai Citarum ini!"
Jaya menarik nafas berat, setelah kemarin ia berhadapan dengan para manusia pohon dan manusia akar, sekarang ia berhadapan dengan manusia ikan yang tak kalah anehnya, "Haahhh... Lagi-lagi aku bertemu mahluk aneh!"
Jaya lalu menatap tajam pada si manusia ikan, "Sobat, meskipun langit runtuh dan bumi terbelah, aku Jaya Laksana tidak akan mau menjadi tumbal sungai ini atau mampus ditanganmu, kecuali atas kehendak Gusti Allah!" tegasnya.
"Hahaha... Tak usah menunggu takdir Tuhan sobat, sebab aku Juana Suta murid dari Eyang Topeng Setan akan membuat jenasah kalian berdua sebagai tumbal persembahan di sungai Citarum ini!"
Juana Suta lalu mengangkat tombak pendek bermata Kerisnya, dari dalam sungai keluarlah sinar biru jernih yang berwarna sama dengan airnya masuk kedalam tombak pendek Juana Suta seolah si Manusia ikan itu sedang menghisap kekuatan dari dalam sungai, "Mahluk apa lagi ini? Kekuatannya seolah bersumber dari air sungai yang mengalir ini!" Tanya Jaya dalam hatinya. Sekonyong-konyong si manusia ikan itu menerjang Jaya dengan kecepatan yang luar biasa, ujung tombak Kerisnya menderu memancarkan cahaya biru jernih ke arah jantung Jaya!
Jaya segera melengoskan tubuhnya ke samping, balas mengirimkan satu tendangan, Juana Suta melompat keatas, balas menusukan tombaknya ke bawah ke arah perut Jaya, Jaya pun berjumpalitan melompat mundur. "Bersiaplah untuk minggat ke neraka!" teriak Juana Suta.
Serentak dengan itu menyerbulah dia ke muka. Seluruh bagian tenaga dalamnya telah mengalir ke dalam tombak dan serangannya kini luar biasa ganasnya! Jaya begitu merasakan tekanan serangan yang hebat luar biasa segera percepat gerakannya. Namun ilmu mengentengi tubuhnya yang sudah sangat tinggi itu masih sangat terasa lamban ditindih oleh sinar pukulan Angin Biru yang ke luar dari tombak lawan.
"Breet"! Tersirap darah Pendekar Dari Lembah Akhirat. Nyawanya serasa lepas! Ujung tombak lawan telah merobek pakaiannya di bagian dada. Angin tombak membuat tulang-tulang dadanya seperti melesak dan menggores kulitnya hingga berdarah-darah! Pendekar ini berteriak nyaring dan jungkir balik ke belakang ke luar dari kalangan pertempuran!
Ketika lawan menyerang kembali Pendekar Dari Lembah Akhirat sambut dengan jurus "Menjejak Bumi Menggapai Langit". Untuk beberapa ketika lamanya serangan tombak Juana Suta terbendung oleh serangan beruntun Jaya yang mengincar bagian bawah serta bagian atas tubuh Juana Suta, dan kesempatan ini dipergunakan oleh Jaya Laksana untuk melompat ke udara, menukik kembali dan lancarkan pukulan "Badai Mendorong Bukit". Juana Suta segera mengibaskan tombak birunya disertai tenaga dalamnya, angin disertai sinar biru pun menderu memapasi badai prahara pukulan Jaya! Blaaarrr!!! Dentuman yang dahsyat terdengar menggetarkan tempat itu.
Jaya terpaksa turun ke pelataran batu karang kembali karena pukulannya kena disapu aliran angin biru tombak lawan. "Ilmu manusia ikan ini lebih tinggi dari si manusia akar kemarin! Tenaga dalamnya juga hebat sekali!" Pemuda ini merutuk sendiri dalam hatinya.
Dalam merutuk itu tongkat lawan menyapu di atas kepalanya. Jaya lompat ke samping. Tombak menghantam batu kali sampai hancur berantakan! Seketika itu kaki si manusia ikan menderu, buk! Jaya mengeluh ketika perutnya kena tendangan si manusia ikan, belum sempat ia bernafas, satu pukulan lagi bersarang di rahangnya! Darah segar pun mengalir keluar dari mulutnya menyertai batuknya.
Dengan kepala pusing dan perut mual serta sakit, Jaya kerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melompati Juana Suta kebelakang si manusia ikan itu. Ketika Juana Suta balikkan tubuh siap untuk menyerang kembali, langkahnya tertahan. Kedua matanya yang merah memandang tak berkedip pada cincin yang melingkar di jari Jaya, batu di cincin tersebut mengeluarkan cahaya biru tua yang sangat terang! "Cincin mustika Kalimasada! Rupanya si tua Bangka Kyai Supit Pramana memberikannya pada pemuda ini?! Aku harus hati-hati!" desis Juana Suta dalam hatinya, bergidik juga ia melihat cahaya biru tua yang sangat terang dari cincin tersebut.
Juana Suta mengacungkan tombak birunya keatas tinggi-tinggi, mulutnya komat-kamit seperti sedang membaca mantera, lalu meledaklah teriakannya, "Wahai air di sungai Citarum, engkau adalah sumber kehidupan sekaligus sumber kematian bagi setiap mahluk yang berada di atas permukaanmu, aku Juana Suta memintamu untuk menghanyutkan pemuda di hadapanku ini!" Juana Suta lalu memutar-mutarkan tombaknya mengeluarkan ajian pamungkasnya yakni ajian "Sungai Petaka Pembawa Kematian!"
Tiba-tiba aliran sungai Citarum di pinggir mereka yang asalnya tenang menjadi bergejolak dahsyat! Airnya meluap dan terjadilah suatu pemandangan yang sulit dipercaya, timbulah tsunami dari sungai Citarum yang menerjang Jaya! Pendekar muda yang kini diberi julukan Pendekar Dari Lembah Akhirat oleh orang-orang disekitar bagian tengah tanah Pasundan ini segera kerahkan ajian "Tujuh Langkah Malaikat" untuk menghindari gempuran-gempuran tsunami tersebut!
Dengan langkah yang cepat yang membuat tubuh Jaya seolah diterbangkan angin pemuda ini melesat kian kemari menghindari serangan tsunami-tsunami yang ganas tersebut, tiba-tiba slearik sinar biru disertai angin berwarna biru menderu bersarang telak didadanya! Duasshhh!!! "Akhhhkkk!" Keluh Jaya sambil jatuh terguling-guling dan muntah darah, pukulan jarak jauh Juana Suta itu membuat nafasnya sesak dan membuat ia terluka dalam cukup parah!