Jaya yang lengah karena perhatiannya tertuju pada serangan tsunami itu sehingga lengah pada pukulan jarak jauh Juana Suta jatuh terduduk! Galuh menjerit melihat Jaya yang rubuh, "Jayaaa!!!" jeritnya sambil hendak melompat menghampiri Jaya, tapi satu gulung tsunami setinggi enam meter menerjang gadis itu, terpaksa Galuh menghindar menjauh dari Jaya.
Jaya yang jatuh terduduk akibat terkena pukulan tenaga dalam yang dahsyat dari Juana Suta, segera mengalirkan tenaga dalamnya ke bagian dadanya yang nyeri dan tampak membiru, tapi satu gulung tsunami setinggi enam meter menerjang pemuda tersebut, Jaya yang kesulitan menggerakan tubuhnya itu tertelan oleh tsunami tersebut lalu tertarik kedalam sungai Citarum! Juana Suta tertawa terbahak-bahak melihat Jaya yang terseret masuk kedalam sungai Citarum, lalu ia menggenjotkan kakinya melompat menyusul Jaya kedalam sungai Citarum!
Bukan main terkejutnya Galuh melihat Jaya yang terseret tsunami lalu tenggelam ke dalam sungai Citarum, gadis ini langsung merasa terpukul sekali! "Jayaaaa!!!' teriaknya memanggil Jaya sambil melangkah ke pinggir sungai, "Jayaaa!!!" teriaknya lagi, tapi boro-boro ada jawaban, riak-riak air saja tidak ada dari sungai Citarum yang kembali tenang itu. "Jaya..." ratapnya sambil jatuh berlutut, air mata segera menetes keluar dari matanya yang bulat tajam indah itu, dadanya terasa sangat sesak sekali, menangislah ia sejadi-jadinya karena merasa kehilangan pemuda yang ia cintai.
Saat itu tiba-tiba sungai kembali berjolak dahsyat, suatu pusaran air terlihat berputar-putar di bagian tengah sungai itu, Galuh segera berdiri, matanya lekat-lekat melihat ke sumber pusaran air itu "Jayaaa!!!" teriaknya lagi.
Tiba-tiba... DUAAAARRRR!!! Satu ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh tempat itu terjadi di tengah-tengah pusaran air itu, air sungai pun muncrat hingga beberapa belas tombak! Air sungai menjadi pasang dan sangat deras, tapi sesaat kemudian kembali tenang. "Jaya?" ucap Galuh yang tubuhnya basah kuyub terkena cipratan dari ledakan di tengah sungai tadi, air kembali beriak menggelembung di bagian pinggir sungai dekat kaki Galuh.
"Jaya!" teriak Galuh memanggil yang berharap Jaya bisa segera keluar dari dalam sungai yang dalam tersebut, namun yang timbul adalah satu tangan berisisk berwarna biru keluar dari dalam sungai, menyusul kepala berambut gondrong acak-acakan dengan wajah menyeramkan berwarna biru serta mata berwarna merah bagaikan ikan mati yang sudah busuk!
Terkejutlah Galuh melihat siapa yang keluar dari dalam sungai itu, tubuhnya terasa sangat lemas bagaikan tak bertulang, seluruh tenaganya seolah lenyap ntah kemana. Dengan mata melotot yang masih sembab serta nafas memburu sesak ia langsung melangkah mundur. Manusia Siluman itu yang tak lain adalah Juana Suta menyeringai menyeramkan, ia lalu berdiri dan dengan langkah sempoyongan serta terbatuk-batuk mengeluarkan darah berwarna biru dari dalam mulutnya, ia menghampiri Galuh sambil tertawa-tawa diselingi terbatuk-batuk.
"Iblis! Dimana Jaya?! Dimana!" jerit Galuh sambil melangkah mundur, seluruh tubuhnya menggigil didera perasaan duka yang teramat sangat bercampur rasa takut. Juana Suta tak menjawab, ia terus melangkah mendekati Galuh sambil tertawa terbahak, "Iblis jahanam! Katakan dimana Jaya!" teriaknya setinggi langit, saat itu mungkin karena tekanan bathinnya, seluruh tubuhnya seolah kehilangan tenaga, kakinya menjadi sangat lemas hingga ia terjatuh.
Juana Suta memelototi Galuh dengan tatapan penuh nafsu untuk membunuh, nafasnya memburu hebat! Kedua tangannya terangkat keatas hendak menyerang Galuh! Saat itulah tiba-tiba selarik sinar besar berarna emas kemerahan memancarkan cahaya redup yang teramat panas menderu! Juana Suta dengan cepat berbalik, ia sangat kaget hingga terkesima tak sempat berbuat apa-apa ketika sinar emas kemerahan yang memancarkan cahaya redup itu melabrak dadanya hingga jebol!
Blaarrr!!! Tubuh Juana Suta terlempar beberapa tombak kedepan akibat sinar pukulan itu, si manusia ikan itu langsung tewas dengan tubuh terbakar! Tubuhnya yang semula berisisik dan berwarna biru kembali berubah menjadi tubuh manusia biasa yang hangus terbakar mengeluarkan bau sangit yang menusuk hidung memenuhi di sekitar tempat tersebut!
"Pukulan Gerhana Matahari?!" desis Galuh, ia langsung menoleh ke arah tepi sungai, di sana ia melihat Jaya berdiri sempoyongan, lalu jatuh ambruk bagaikan karung kosong! Galuh yang tiba-tiba seluruh kekuatannya kembali langsung berlari menghampiri Jaya. "Jaya!!!" jeritnya, "Jaya kau tak apa-apa?!"
Gadis ini kemudian menekan-nekan perut Jaya dengan seluruh tenaganya dan memukul dada Jaya. "Hoeekkkhhh!" byurrr!!! Air pun keluar banyak sekali dari mulut, hidung dan telinga Jaya, Galuh terus meneruskan usahanya sampai gadis itu benar-benar yakin semua air telah keluar dari tubuh Jaya.
Galuh lalu menatap dada Jaya yang membiru akibat terkena pukulan Juana Suta yang dahsyat tadi, "Celaka! Luka dalamnya sepertinya parah sekali!" keluh Galuh, ia lalu mengalirkan tenaga dalam serta hawa murninya ke dada Jaya yang membiru, setelah beberapa saat Jaya pun terbatuk-batuk sambil memuntahkan darah kental berwarna hitam!
"Ah syukurlah darahmu yang membeku akibat pukulan manusia siluman itu sudah keluar Jaya!" ucap Galuh sambil tersenyum yang sekujur tubuhnya basah bermandikan keringat karena telah mengalirkan tenaga dalam dan hawa murninya ke dada pemuda itu. Jaya tidak berkata apa-apa, ia hanya bisa membuka matanya dan menatap Galuh dengan sayu, pemuda ini telah kehilangan seluruh tenaga dalamnya, belum lagi rasa nyeri yang menderanya dari luka dalamnya, nafasnya terasa sangat sesak sekali.
"Kali ini luka dalammu sungguh parah Jaya!" ucap Galuh dengan lemas, kemudian dengan seluruh tenaga luar dalamnya ia membopong Jaya, "Sebaiknya kita cari tempat yang baik untuk beristirahat Jaya" lanjut Galuh, ia lalu celingukan melihat kesana-kemari mencari arah yang akan ia tuju. "Kalau kembali ke Desa Citatah rasanya terlalu jauh, kita harus menempuh satu hari perjalanan." pikirnya, kemudian gadis itu memutuskan untuk membopong Jaya ke arah hulu, mencari tempat yang baik untuk istirahat.
Setelah berjalan cukup jauh, Galuh pun menemukan sebuah pesanggrahan yang kosong tak terurus. Galuh memperhatikan pesanggrahan tersebut, ada suatu keanehan di sana, di bagian belakang pesanggrahan itu nampak ada banyak batu nisan tak bernama tapi juga tidak berdiri diatas sebuah makam, nisan-nisan itu hanya tampak berjejer diatas tanah rata dengan jarak masing-masing satu jengkal, tapi karena hari sudah hampir senja dan Jaya dalam keadaan kritis, Galuh pun memutuskan untuk merawat luka dalam Jaya di sana.
Galuh dengan telaten ia merawat Jaya, ia pun beberapa kali mengalirkan tenaga dalam dan hawa saktinya ke dada Jaya yang membiru akibat pukulan Juana Suta. "Hfffhhhh... Sayang sekali yang dapat memakai kesaktian cincin itu hanya kamu, sehingga kamu tidak bisa menggunakannya untuk mengobati dirimu sendiri saat ini!" ucap Galuh, Jaya pun hanya bisa mengangguk lemas, sayang juga, kitab 1001 pengobatan dari Holiang belum bisa ia pelajarai karena kitab itu ditulis dengan huruf China dalam bahasa Mandarin, sehingga ia tidak bisa mengobati dirinya sendiri.
Hari demi pun berganti, keadaan Jaya sudah mulai membaik, menjelang malam beberapa hari kemudian, tanda biru didada Jaya sudah hampir hilang, Jaya pun sudah tidak merasakan nyeri dan sesak nafas lagi, tapi tubuhnya masih sangat lemas, ia juga masih harus menghimpun kembali seluruh tenaga dalamnya yang hilang. Galuh pun bersyukur karena Jaya bisa pulih dengan cepat.
"Jaya kamu beristirahatlah dulu disini, aku akan ke desa terdekat untuk membeli makanan karena perbekalan kita sudah habis, aku akan membeli makanan untuk makan malam kita dan perbekalan kita besok." ucap Galuh.
Jaya mengangguk, memang dari kemarin mereka hanya makan ikan dari sungai yang mengalir di pinggir pesanggrahan ini, Galuh pun tidak tega meninggalkan Jaya sebelumnya karena kondisi Jaya yang masih sangat lemah, baru kali ini ia berani meninggalkan Jaya.
"Baiklah, hati-hati Galuh! Oh iya, ini pakai juga uangku, khawatir uangmu kurang" sahut Jaya sambil memberikan kantong uangnya.
"Baiklah, aku pergi dulu, kamu beristirahatlah, jangan terlalu banyak bergerak dulu!" pesan Galuh, Jaya mengangguk, Galuh pun langsung berkelebat pergi menggunakan ilmu lari cepatnya meninggalkan Jaya.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Galuh berhasil sampai di Kademangan Saguling dalam waktu lumayan singkat berkat ilmu lari cepatnya, gadis berlesung pipit dengan tahi lalat di bawah mata kanannya ini pun langsung mencari kedai untuk membeli makanan. Setelah menemukan kedai, ia pun memesan beberapa bungkus nasi timbel beserta lauk pauknya untuk dibungkus. "Ah sudah beberapa hari aku tidak makan nasi, rasanya rindu benar aku pada nasi hehehe…" ucapnya sambil tertawa kecil melihat si Ibu Kedai membungkuskan nasi yang masih hangat dari dalam dulang kedalam daun pisang untuk dibungkus, beberapa potong ikan asin serta tempe dan sambal terasi ikut dibungkus sebagai teman dari nasi timbel pesanan Galuh.
Saat itu tiba-tiba masuklah beberapa orang pria berpakaian pasukan kerajaan Mega Mendung kedalam kedai, mereka langsung berdiri di tengah-tengah kedai dan mengamati semua pengunjung yang ada di sana. "Para Mata-mata Banten! Menyerahlah dan niscaya kalian akan diampuni oleh Gusti Prabu Kertapati yang agung!" perintah si komandan prajurit dengan pandangan menyapu seluruh kedai. "Tidak ada yang mengaku?!" tanyanya lagi dengan suara keras.
Tiba-tiba si komandan melemparkan tiga bilah pisau ke sudut kedai, tiga orang berpakaian rakyat biasa langsung melompat menghindari pisau-pisau maut itu! Dengan gerakan yang amat cepat dan lincah bagaikan tiga ekor tupai, mereka langsung melompat ke jendela untuk melairkan diri! "Itu mereka! tangkap!" perintah si komandan prajurit, di luar kedai puluhan prajurit Mega Mendung pun langsung mengepung tiga mata-mata dari Banten tersebut, merasa tidak ada peluang untuk melarikan diri, ketiga mata-mata itu pun menerjang para prajurit Mega Mendung dengan Kerisnya.
Keribuatan pun terjadi di kedai itu, para tamu langsung berlarian keluar dengan panik, Galuh yang telah mengantongi pesanannya diam tidak beranjak dari tempatnya menonton pertarungan tak seimbang itu, setelah beberapa saat, para prajurit Mega Mendung berhasil mendesak ketiga mata-mata tersebut, tapi sebelum para prajurit Mega Mendung meringkus mereka, ketiga mata-mata itu langsung mengeluarkan sebutir pil hitam dari balik bajunya dan menelannya, mereka langsung tewas dengan mulut berbusa tanpa bisa dicegh oleh para prajurit Mega Mendung! Para prajurit tersebut pun hanya bisa membawa mayat para mata-mata Kesultanan Banten itu ke Kotaraja dengan penyesalan karena tidak dapat menangkap mereka hidup-hidup.
Setelah keributan tersebut berakhir, si Gadis berkulit hitam manis itu pun melenggang pergi dengan tenang, padahal keadaan di kedai itu malam itu sangat kacau balau, di seluruh pelosok desa Saguling para prajurit Mega Mendung berkeliaran berpatroli berjaga-jaga kalau masih ada mata-mata dari Banten