"Guru!" seru para pengemis di sana, mereka langsung berlari menghampiri si Dewa Pengemis, tapi si Dewa pengemis segera bangun lagi, Jaya pun bangun, mereka berdua sama-sama memegangi dadanya yang berdenyut sakit! "Hebat luar biasa! Jaya Laksana, kau memang murid Kyai Supit Prama yang ia kasihi sehingga ia mewariskan ajian pukulan Gerhana Matahari yang menggegerkan dunia persilatan itu!" ucap si Dewa Pengemis.
"Pukulan anda pun sangat hebat Dewa Pengemis, dengan ini urusan kita selesai bukan?" Tanya jaya.
"Ya, janji adalah janji!" jawab si Dewa Pengemis.
"Tapi satu pertanyaanku Dewa Pengemis, bagaimana kau bisa tahu kalau semua jurus-jurusku berasal dari Kyai Pamenang dan Kyai Supit Pramana?" Tanya Jaya yang masih penasaran.
"Karena aku adalah sahabat lama mereka berdua, kebetulan kami berasal dari golongan putih meskipun aku bukan berasal dari golongan santri hehehe... Tapi namaku memang tercoreng oleh kelakuan Galuh serta murid-muridku yang lain selama aku tinggal pergi 3 purnama terakhir ini…" jawab Dewa Pengemis.
Jaya terdiam dia tidak langsung menyahuti, merasa tidak enak si Dewa Pengemis pun membuka suaranya lagi, "Anak muda, aku memang salah sebab tidak becus mengawasi mereka semuanya, tapi ketahuilah, kami semua tidak bermaksud jahat... Anak muda ketahuilah bahwa mereka semua adalah anak-anak korban perang yang berkepanjangan di tanah Pasundan ini, selain itu ada juga yang menjadi korban pemerintahan Prabu Kertapati yang mencekik rakyatnya dengan pajak yang sangat tinggi, beberapa dari mereka ada yang orang tuanya dibunuh oleh prajurit kerajaan Mega Mendung sebab tidak mampu membayar pajak, ada anak pandai besi yang harus kerja paksa membuat peralatan senjata prajurit Mega Mendung... Aku pun memungut mereka dan menyatukan mereka semua dalam ikatan keluarga agar mereka dapat menjutkan hidupnya tanpa merasa sebatang kara di dunia ini…"
Jaya mengangguk "Maafkan aku Dewa Pengemis kalau aku berburuk sangka padamu dan pada kalian semua…"
Jaya pun seolah baru terasadar kalau Galuh Parwati sedang terluka parah akibat bentrokannya tadi, maka ia pun berlari menghampiri Galuh, "Nona Galuh aku sendiri pun pernah terluka cukup parah akibat pukulan Sirna Raga dari saudara seperguruanku sendiri, sayang sekali aku belum sempat mempelajari cara mengobatinya dari guruku, tapi Insyaallah aku akan menolongmu, semoga Gusti Allah berkehendak menolongmu!"
Jaya lalu meminta segayung batok air putih, ia lalu mencabut cincin pusaka Kalimasada yang tiba-tiba memancarkan cahaya biru sangat terang dari jari manis kirinya, sambil membaca dzikir ia mencelupkan cincin batu yang memancarkan cahaya biru itu dan memutarkannya di dalam air, setelah itu air tersebut diminumkan pada Galuh, ajaib! Sekonyong-konyong luka dalam Galuh langsung sembuh, bahkan ia merasa seluruh tubuhnya menjadi baik seperti sediakala, tenaganya yang terkuras kembali meluap-luap!
Setelah mengobati Galuh Parwati, Jaya Laksana pun berpamitan pada si Dewa Pengemis setelah sebelumnya meminta maaf karena telah membuat keributan besar di Bukit Tunggul. Setelah Jaya berlalu Dewa Pengemis memanggil Galuh Parwati kehadapannya "Galuh kau tahu bukan kalau berbuat kesalahan kau harus dihukum?"
Galuh menundukan kepalanya, "Ampun guru, saya mengerti".
Dewa Pengemis menoleh kearah Jaya berlalu. "Aku memerintahkanmu untuk meninggalkan Bukit Tunggul ini!"
Galuh terkejut mendengarnya, "Guru mengusir saya? Ampuni saya guru, tolong jangan usir saya!" pintanya sambil mulai menangis.
"Kau boleh kembali ke Bukit Tunggul ini dengan satu syarat!" sahut Dewa Pengemis.
"Apa itu guru?" Tanya Galuh sambil menangis dengan penuh harap.
"Kau boleh kembali kemari jika sudah menikah dengan pemuda yang bernama Jaya Laksana itu!" tegas Dewa Pengemis.
Galuh makin terkejut mendengar perintah dari gurunya tersebut. "Apa maksud Guru? Mengapa saya baru boleh kembali jika telah menikah dengan Jaya Laksana?" tanyanya keheranan.
"Karena bukankah kau menyukai pemuda itu? Jangan berbohong padaku Galuh, aku dapat mengetahui kalau kau tertarik dan sangat menyukai pemuda itu, dan sekarang kau mulai penasaran setelah ia menolongmu bukan?" jawab Gurunya.
"Tapi... Tapi bagaimanapun ini terlalu tiba-tiba guru! Saya belum siap untuk menikah, bahkan mengenali pemuda itu saja belum!" tolak Galuh.
"Maka dari itu kenalilah pria itu Galuh! Naluri dan perasaan seorang wanita jauh lebih peka dari seorang pria, maka kau akan lebih untuk mengenalinya!" keukeuh gurunya.
"Tapi Guru..." sela Galuh dengan lemas.
"Galuh bukankah kau membenci pemerintahan Prabu Kertapati? Pemuda yang bernama Jaya Laksana itulah yang akan mengakhiri kezaliman Prabu Kertapati!" jelas Gurunya,
"Maksud Guru?" Tanya Galuh penasarasan.
"Galuh, mata bathinku melihat bahwa pemuda itulah yang dipilih serta yang sanggup mengalahkan Prabu Kertapati, bukan itu saja, banyak tetua di tanah Pasundan ini yang melihatnya termasuk sahabatku Kyai Supit Pramana, Jaya Laksana lah yang akan mengembalikan kedamaian di bumi Pasundan ini Galuh!"
Galuh terdiam mendengar ucapan gurunya, diingatnya lagi kejadian beberapa belas tahun yang lalu saat ia masih kecil, ayahnya Adipati Tegal dari wilayah Demak tewas secara mengenaskan di tangan Prabu Kertapati, Dendam itu tidak pernah padam dan seolah semakin membara setelah banyak dari saudara-saudara seperguruannya yang menderita akibat pemerintahan Prabu Kertapati yang lalim dan amat menyengsarakan rakyat kecil tersebut. Sekarang menurut gurunya, pemuda yang sangat ia benci sekaligus sangat ia sukai ternyata adalah kunci untuk mengakhiri kelaliman Prabu Kertapati, dan gurunya menyuruhnya untuk mengejar si pemuda tersebut.
Dewa Pengemis tersenyum melihat ekspresi wajah Galuh, kemudian ia menepuk-nepuk kepala muridnya yang paling ia kasihi tersebut. "Namun bukan itu saja Galuh, aku bukan menyuruhmu berjodoh dengannya agar kau dapat membalaskan dendammu... Bukan itu! Tapi semata demi kebahagianmu, Jaya Laksana adalah jodoh yang baik untukmu muridku, aku menyuruhmu untuk menikah dengan Jaya demi kebahagianmu, kalian akan saling berbahagia satu sama lain dalam biduk pernikahan kalian, kalian berjodoh bagaikan pohon dengan bumi, kalian saling mengisi dan melengkapi, saling mebahagiakan satu sama lain!"
Galuh pun menatap kearah berlalunya Jaya, wajahnya memerah, didadanya kembali berdesir suatu perasaan aneh yang terasa sangat hangat. "Galuh Parwati muridku, pergilah sekarang juga, kejar pemuda itu sebelum ia menjauh!"
Galuh pun akhirnya pamit pada gurunya, dengan langkah yang diiringi perasaan aneh tak menentu dan berurai air mata, ia pun langsung melesat ke arah menghilangnya Jaya Laksana!