Jaya menarik nafas lega karena akhirnya ia berhasil melerai pertumpahan darah yang percuma itu, tetapi ia juga merasa kagum pada ilmu silat perempuan yang menamakan dirinya di Dewi Pengemis Dari Bukit Tunggul tersebut, terutama pada saat ia berhasil melepaskan dirinya dari totokan jarak jauh Jaya. "Ah perempuan itu hebat juga, dia bisa melepaskan totokanku dengan begitu mudahnya, bearti dia memiliki tenaga dalam yang tinggi juga.." gumamnya.
Holiang segera menghampiri Jaya "Haiya, ilmu silat Tuan Pendekal benal-benal hebat! Sekalang ayo kita temui Julagan Kalta!"
Jaya mengangguk, "Baik, ayo ncek!" mereka berduapun dipersilahkan masuk mengingat Jaya berhasil menghalau kawanan pengemis ganas itu dan Holiang adalah kawan lama Juragan Karta, mereka berdua dipersilahkan masuk dan menunggu di ruang tamu.
Beberapa saat menunggu di ruang tamu, ide jahil Holiang timbul juga. "Tuan pendekal, dalipada kita menunggu lewih baik kita susul Julagan Kalta"
Jaya mengernyitkan keningnya "Tapi tentu saja itu bukan perbuatan tamu yang baik Ncek!" jawab Jaya.
"Haiya sudahlah! Owe sudah belkawan lama dengan Julagan Kalta, Nie ikut saja!" pungkas Holiang sambil meninggalkan ruang tamu tersebut, Jaya pun terpaksa mengikutinya.
Di gudang beras yang terdapat di bagian belakang gedung rumah Juragan Karta, seorang lelaki berusia tiga puluhanan berpakaian menak khas Pasundan bertubuh tinggi tegap dengan seutas kumis melingkar di bawah hidungnya, nampak sedang mengawasi para pekerjanya yang memasukan beras ke gudang tersebut, tiba-tiba seorang gadis cilik berlari-lari sambil membawa boneka kayunya mengelilingi gudang tersebut. "Eneng jangan bermain disitu, nanti Emang-Emangmu terganggu kerjanya!" ucap pria itu dengan lembut, dari suaranya terdengar jelas kewibawaan pria tersebut.
"Maafkan Eneng Abah, Eneng tadinya disuruh Ambu buat manggil Abah, ada tamu yang mau bertemu dengan Abah, eh Eneng malah main disini!" jawab si gadis cilik sambil tertawa.
Pria itu yang tak lain adalah Juragan Karta mengelus-ngelus kepala anak gadis ciliknya itu "Eneng-Eneng… Dasar!" ucapnya sambil tertawa, saat itu datanglah seoorang wanita cantik berparas khas wanita Sunda yang juga memakai pakaian menak khas Pasundan mendatangi mereka berdua, "Ari si Eneng, pan Ambu suruh kamu manggil Abah buat ngasih tahu ada Ncek Holiang dan kawannya bertamu kemari!" ucap wanita itu yang nampaknya seumuran dengan Juragan Karta.
"Sudahlah Euis, ada apa lagi Holiang kemari? Ya sudah kalian masuk dulu, nanti aku menyusul!" sahut Juragan Karta.
Baru saja ia istri dan anaknya meninggalkannya, telinganya yang tajam menangkap suara-suara mencurigakan, "Siapa itu?! Tunjukan Dirimu!" dari langit-lagit gudang yang gelap, meluncurlah sesosok tubuh menerjang Juragan Karta dengan sebuah tendangan maut! Juragan Karta pun berhasil menhindarinya dengan mudah, orang yang baru saja menyerangnya itu langsung bergerak dengan kecepatan tinggi mengirimkan satu pukulan dahsyat ke arah Juragan Karta, Juragan Karta berhasil menangkis dan mencengkram lengan orang itu, kini matanya baru bisa melihat siapa si penyerang gelap tersebut "Holiang?!"
Si Babah Tua Holiang pun tertawa lebar "Hahaha Ya-ya ini Owe datang Kalta!"
Juragan Karta menggeleng-gelengkan kepalanya mendapati kelakuan kawan lamanya tersebut, "Dasar! Sudah tua Bangka masih saja suka usil!" makinya, tapi kemudian wajahnya menjadi cerah malah tertawa-tawa "Rupanya langit cerah menyambut kedatanganmu Holiang hahaha!"
Karta lalu menatap ke arah sudut gudang yang gelap tak terlihat apapun oleh mata. "Perkenalkanlah kawan barumu itu Holiang!", dari gelap munculah sesosok tubuh menghampiri Karta sambil memberi salam "Ah maafkan ketidak sopanan saya Juragan, nama saya Jaya Laksana." Holiang pun lalu menceritakan semuanya pada Juragan Karta.
***
Sementara itu di perbatasan Kampung Cibodas, si Empat Setan Hitam dari Muara Angke nampak kepayahan menahan sakit dari luka dalam yang mereka derita akibat pertarungan mereka dengan Holiang dan Jaya tadi siang. "Sial betul kita! Kalau saja si pemuda tak dikenal itu tidak muncul mengganggu kita mungkin kita sudah mengetahui tempat kediaman Gundala!" maki Opang.
"Opang sebaiknya tahan dulu emosimu, luka dalam yang kita derita cukup parah apalagi luka Gandil!" ucap Kudapawana pemimpin mereka.
Si Oding mendengus kesal, "Tapi Opang memang benar! Nanti setelah kita menemukan Gundala, kita juga harus membuat perhitungan dengan si Babah tua Holiang dan pemuda yang bernama Jaya Laksana itu!"
Baru saja Oding menutup mulutnya, Gandil si brewok gendut muntah darah akibat luka dalam yang ia derita, di antara mereka semua memang Gandillah yang luka dalamnya paling parah akibat dihajar Holiang dan Jaya Laksana.
Sekonyong-konyong seorang pria yang wajah, perawakan, serta pakaiannya sangat mirip dengan Holiang berdiri dihadapan mereka berempat, gerakannya yang tanpa suara membuat si empat brewok itu tidak dapat mengetahui kehadirannya, maka tentu saja keempat brewok itu kaget bukan kepalang melihat tiba-tiba ada seorang pria paruh baya berdiri dihadapan mereka, belum habis kekagetan mereka, si pria sipit paruh baya itu langsung membungkuk melihat keadaan Gandil. "Hmm… Luka dalam kawan kalian ini sungguh parah! Dan luka dalam kalian juga cukup parah!"
"Siapa kau?! Mau apa?!" hardik Kudapawana.
Si Ncek tua ini tertawa mengkehkeh sambil memainkan kumis tipis lelenya "Hehehe… Kalian tenang saja, owe ini seorang tabib dari Negeri Ming!"
Kudapawana menatap tajam memperhatikan pria ini dari atas ke bawah, "Tabib dari Negeri Ming?! Hmm… Apakah kau mempunyai hubungan dengan si Babah Tua Holiang itu?"
Si Ncek tua yang sedari tadi cengengesan itu tiba-tiba berubah wajahnya menjadi sangat dingin, "Ya Owe memang punya hubungan dengannya!"
Mendengar itu, si Empat Brewok itu langsung bersiap-siap menghunus senjatanya, tapi si Ncek tua ini segera menahan mereka. "Hehehe kalian tenanglah, owe tidak bermaksud buruk pada kalian, justru owe ingin mengobati luka dalam kalian!"
Keempat brewok itu jadi melongo. "Apa maksudmu?!" bentak Opang.
Si Ncek tua ini kembali cengengesan "Ya owe kan seorang tabib, jadi sudah tugas owe buat mengobati kalian, owe tidak akan minta bayaran uang pada kalian, owe hanya minta ikut kalian kalau kalian ingin membalas dendam pada Holiang, dan owe juga cuma minta beberapa batang paku hitam beracun kalian!"
Keempat brewok itu saling pandang, mereka juga kaget kalau si Ncek ini tahu tentang paku hitam senjata rahasia mereka. "Untuk apa kau ikut kami untuk membalas dendam pada Holiang? Dan darimana kau tahu tentang paku kami? Siapa kau sebenarnya?" selidik Kudapawana.
Si Ncek itu tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Kudapawana "Hahaha… Banyak benar pertanyaan kalian, ya tentu saja owe tahu siapa kalian yang punya nama Si Empat Setan Hitam dari Muara Angke yang asalnya Lima Setan Hitam Dari Muara Angke yang malang melintang di pelabuhan Sunda Kelapa, nama owe Teng Lan, dan apa urusan owe dengan Holiang, kalian tidak usah tahu, yang penting owe tahu dimana kediaman Gundala… Sekarang daripada banyak omong lagi bagaimana kalau Owe mulai mengobati kalian semua?"
Keempat brewok itu saling pandang lalu menganggukan kepalanya, Teng Lan pun mulai mengobati mereka satu persatu dengan cara dan obat yang hampir sama dengan Holiang.