Dewi Pengemis mendengus marah sekali "Diam! Orang seperti kau memang tidak akan pernah tahu penderitaan yang kami alami! Kami hanya menuntut keadilan dari orang-orang macam kau dan Juragan Karta!"
Jaya tertawa mengkehkeh mendengar pembenaran sepihak si Dewi Pengemis "Dewi Pengemis, pembenaran kalian sungguh konyol! Kelakuan kalian seperti anak kecil yang menangis diganggu oleh anak nakal lalu balas mengganggu anak kecil lainnya! Kalian dendam terhadap pihak kerajaan Mega Mendung tapi melampiaskannya pada orang-orang yang berpendapat berbeda dengan kalian! Konyol!"
"Sudah diam! Mampuslah kau!" maki Dewi Pengemis, dia langsung menyerang Jaya dengan gencar, kesepuluh jari-jari di tangannya mencengkram membentuk cakar burung yang kokoh, inilah jurus "Cakar Elang Emas" yang ia lancarkan pada Jaya, kena sedikit saja pastilah kulit dan daging Jaya akan sobek dan terluka cukup dalam akibat cakaran maut ini!
Jaya meladeninya dengan jurus "Ekor Naga Membelah Gunung", gerakan-gerakan si Dewi Pengemis sungguh sebat dan berbahaya, sebaliknya gerakan-gerakan Jaya nampak sangat enteng bagaikan semilir angin namun mengandung tenaga dalam yang luar biasa sehingga membuat si Dewi Pengemis sangat berhati-hati karena gerakan lawannya ini sungguh tidak dapat diduga.
Pertarungan mereka pun terjadi dengan seru sekali hingga pada suatu waktu kedua tangan mereka beradu, terjadilah bentrokan tenaga dalam, Jaya tetap berada di tempatnya tanpa kurang suatu apapun, sementara si Dewi Pengemis melompat mundur dengan keluarkan seruan tertahan ketika diarasanya tangannya ngilu akibat benturan dengan tangan Jaya, jantungnya berdegup kencang, nafasnya memburu! "Sial! Tenaga dalam laki-laki sinting ini hebat sekali!" rutuk si Dewi Pengemis.
"Nona cantik sebaiknya kita hentikan saja, mari kita bicara baik-baik!" ajak Jaya.
Tetapi si Dewi Pengemis nampaknya tersinggung benar dengan sebutan Nona Cantik itu, "Diam! Berhenti mengolok-olokku dengan sebutan Nona cantikmu itu! Sekarang rasakanlah jurus Ular Kobra Mematuk Mangsa Menyembur Bisa ini!" si Dewi Pengemis menyerang Jaya dengan gerakan-gerakan aneh yang mirip dengan gerakan seekor ular ketika memangsa buruannya, serta terkadang Dewi Pengemis menembakan pukulan-pukulan jarak jauh berupa angin dahsyat yang mirip dengan ular menyemburkan bisanya, saking hebatnya jurus ini sehingga membuat Jaya terdesak hebat.
Andaikata keadaan serta ilmu Jaya masih seperti tiga tahun yang lalu, pastilah ia sudah celaka atau bahkan mungkin roboh oleh kehebatan ilmu silat si Dewi Pengemis ini! Tetapi Jaya yang sekarang bukan Jaya yang dulu lagi, selain ilmunya sudah sangat tinggi dan tenaga dalamnya sudah sedemikian hebatnya, ia juga sudah jauh lebih matang dalam memperhitungkan seluruh gerakannya, sehingga tidak ada satu gerakannya pun yang sia-sia ataupun yang merugikan dirinya, akibatnya si Dewi Pengemis semakin geram karena lawannya yang sangat tangguh ini seolah bisa mendikte setiap gerakan dirinya!
Jaya dengan terpaksa ia pun mengeluarkan jurus andalannya yakni "Menggoncang Langit Menjungkir Awan"! Kini berbalik si Dewi Pengemis yang kewalahan meladeni permainan silat Jaya, dari setiap gerakan Jaya angin dahsyat berseoran keluar dari setiap gerakannya, dalam hatinya gadis cantik hitam manis ini mengeluh mendapati kehebatan jurus lawannya hingga pada satu kesempatan tendangan Jaya berasarang telak di perut gadis ini! Gadis ini jatuh terjungkir beberapa langkah kebelakangnya! Saat bagun ia merasakan perutnya sangat mual, ia juga merasakan cairan asin keluar dari dalam mulutnya!
Saat itu tiba-tiba terdengar suara petikan kecapi yang membawakan lagu yang sangat merdu tapi terdengar sangat memekakan telinga Jaya! Semua pengemis dan Dewi Pengemis pun terkejut mendengar suara kecapi itu. Ternyata seorang pria tua bermata buta yang seluruh rambutnya telah memutih sekonyong-konyong telah berada disitu sedang duduk diatas batu karang yang rata dan licin sambil memainkan kecapinya! Jaya pun memperhatikan si orang tua tersebut dengan pandangan mata tak berkesip.
"Guru!" seru si Dewi Pengemis beserta seluruh pengemis yang ada di sana.
"Galuh, apa lagi yang telah kau perbuat hingga mengundang pemuda ini kemari?" Tanya si orang tua buta itu.
"Maafkan saya guru, saya menantang pemuda ini karena tangan jahatnya telah banyak melukai bahkan membunuh saudara-saudara saya!" jawab Dewi Pengemis.
"Oh jadi dia mencelakai saudara-saudaramu?" si orang tua buta itu lalu menoleh pada Jaya seolah matanya tidak buta, ia bisa tahu dimana Jaya berdiri "Anak muda, benarkah apa yang diceritakan muridku ini?"
"Sebelumnya saya memberi salam hormat terlebih dahulu padamu orang tua, apa yang diceritakan oleh Nona Dewi Pengemis tidak salah sebab saya hanya mempertahankan diri saja dari penyerangan murid-murid anda di gedung Juragan Karta... Maksud saya hendak melerai pertumpahan darah tyang sia-sia antara murid-murid anda dengan para pengawal Juragan Karta, tapi mereka malah marah dan menyerang saya, maka terpaksalah saya mencelakai mereka sebelum diri saya sendiri yang celaka... Harap kau maklum orang tua!" jelas Jaya.
Si orang tua yang dipanggil guru itu lalu menoleh pada Dewi Pengemis yang tadi dipanggilnya dengan nama Galuh tersebut. "Galuh, apa yang telah kau lakukan? Bukankah aku menitipkan perguruan kita ini padamu selama aku pergi? Apa yang telah kau lakukan pada Juragan Karta hingga telah banyak jatuh korban terutama di pihak kita?!"
Galuh atau Dewi Pengemis tampak ketakutan oleh teguran gurunya, sejatinya gurunya yang bergelar si Dewa Pengemis dari Bukit Tunggul adalah seorang tokoh silat golongan lurus yang harum namanya dan disegani di dunia persilatan tanah Pasundan serta tanah Jawa, tentu saja gurunya merasa marah atas kelakuan dirinya yang membuat malu nama gurunya dengan tindakan gegabahnya.
"Maafkan saya guru, saya sudah tidak tahan lagi dengan sepak terjang Prabu Kertapati yang semakin menyengsarakan rakyatnya sendiri, maka saya dan sadulur-dulur memutuskan untuk merampas harta para tuan tanah termasuk Juragan Karta sebagai modal awal untuk kita melakukan pemberontakan terhadap Prabu Kertapati!" jawab Galuh dengan sungkan.
Si Dewa Pengemis tersenyum kecut mendengar penjelasan dari muridnya yang paling ia sayangi tersebut "Bodoh! Merampas harta dari orang lain adalah perbuatan salah! Aku tidak pernah mengajari kalian untuk menjadi perampok! Apalagi Juragan Karta adalah seorang tuan tanah yang dermawan serta asih kepada rakyat kecil, berlipatlah dosa kalian pada Juragan Karta karena telah mengganggu hidupnya! Lagipula kalaupun kalian berhasil merampas semua harta para tuan tanah yang kalian incar itu sebagai modal untuk melakukan pemberontakan, apakah kalian pikir kalian bisa berhasil? Ckckck... Kalian hanya akan membuat bumi Mega Mendung ini semakin merah oleh pertumpahan darah yang sia-sia!"
"Tapi guru apakah kita hanya akan berdiam diri menyaksikan dan mendapati kezaliman Prabu Kertapati?" sela Galuh.
"Tentu saja tidak, kita boleh bertindak tapi tidak dengan melakukan pemberontakan dan perampasan harta para tuan tanah seperti idemu yang konyol itu!" jawab Dewa Pengemis. ia lalu menoleh pada Jaya "Saudara pendekar, saya memohon maaf atas segala kesalahan murid saya, akan tetapi karena sudara pendekar sudah terlanjur datang kemari, sebagai adab orang dunia persilatan, saya harap anda melanjutkan pertarungan dengan murid saya Galuh Parwati atau yang anda kenal dengan sebutan Dewi Pengemis dari Bukit Tunggul ini! Aku si Dewa Pengemis dari Bukit Tunggul selaku tuan rumah mempersilahkan!"