Semua orang seakan terkesima dengan kehebatan pemuda tersebut yang telah berhasil membunuh Gajah sakti tumpangan Prabu Kertapati ,yang tiba-tiba menjadi gila tersebut. Mega Sari pun menundukan wajahnya berusaha menyembunyikan senyum kemenangannya setelah melihat Dharmadipa berhasil membunuh gajah tersebut. Lain halnya dengan Prabu Kertapati yang awas mata bathinnya dan memiliki ilmu hitam yang sangat tinggi itu, dia tahu kalau memang ada yang sengaja membuat kekacauan ini setelah melihat ada sesosok mahluk ghaib yang menunggangi gajah tersebut.
Setelah berhasil membunuh Liman Wadag, Dharmadipa langsung menghadap dan menghaturkan sembahnya Prabu Kertapati. "Wahai pemuda, kau telah berjasa meredakan kekacauan yang telah meminta korban nyawa ini, katakanlah apa yang bisa aku lakukan untuk membalas jasamu tersebut!" ucap Prabu Kertapati.
"Ampun Gusti Prabu, sebenarnya tujuan hamba kemari adalah untuk mengabdikan diri hamba pada Negeri Mega Mendung ini," jawab Dharmadipa.
Saat itulah Mega Sari yang telah turun dari kursi pelaminannya menghampiri ayahnya, "Ampun Rama Prabu, Kakang Dharmadipa ini adalah Kakak seperguruan hamba, ia juga adalah putra mendiang Prabu Wangsadipa dan Ratu Sekar Ningsih dari Parakan Muncang yang telah hancur oleh pasukan islam beberapa belas tahun yang lalu."
Prabu Kertapati menatap penuh selidik pada Dharmadipa setelah mendengar keterangan Mega Sari tersebut "Benarkah itu Dharmadipa? Seingatku ada suatu benda pusaka yang diturunkan turun-temurun pada seluruh keturunan Parakan Muncang yang kelak akan menjadi pemimpin di sana, aku tidak tahu apakah benda pusaka itu masih ada atau tidak."
Dharmadipa mafhum kalau itu adalah pertanyaan tidak langsung untuk dirinya membuktikan bahwa ia adalah benar-benar putra dari mendiang Prabu Wangsadipa, seorang pangeran bukan rakyat biasa, maka dengan sikap penuh hormat ia mengambil sesuatu dari balik bajunya, "Ampun Gusti Prabu, mungkin yang Gusti maksudkan adalah Keris Pusaka Naga Putih ini," ia memberikan Kerisnya pada Prabu Kertapati.
Prabu Kertapati menerimanya sambil mengamatinya dengan penuh kekaguman "Benar! Ini adalah Keris Pusaka Naga Putih, Keris pusaka Parakan Muncang yang juga menjadi lambang sahnya seseorang memimpin Parakan Muncang!"
Mega Sari bersorak gembira didalam hatinya, Dharmadipa menyembunyikan raut wajahnya yang penuh kebanggaan dengan menundukan kepalanya. Prabu Kertapati pun mengembalikan Keris itu pada Dharmadipa, "Dharmadipa, ketahuilah bahwa Prabu Wangsadipa adalah sahabatku yang sudah aku anggap sebagai suadaraku sendiri, kami sama-sama menentang Demak, Cirebon, dan Banten mengobok-obok tatanan kehidupan di bumi pasundan ini! Dharmadipa, aku kabulkan keinginanmu untuk mengabdikan dirimu di Mega Mendung ini, Mega Mendung membutuhkan orang-orang sepertimu mempertahankan kedaulatannya dan menambah kebesarannya! Untuk itu aku mengangkatmu menjadi Tumenggung Kesatriaan yang bertanggung jawab melatih para prajurit dan keamanan putra mahkota Pangeran Munding Sura serta seluruh keamanan keraton Mega Mendung!"
Bukan main senangnya hati Dharmadipa ketika diterima oleh Prabu Kertapati bahkan langsung diangkat menjadi seorang Tumenggung Kesatriaan, suatu jabatan prestisius yang tidak sembaragan orang bisa mendapatkannya! Pemuda ini langsung menjura hormat, "Terima kasih atas anugerah yang Gusti Prabu berikan, saya akan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya!"
Mega Sari merasa lega hatinya, dengan jabatan Dharmadipa yang sekarang akan sangat mudah baginya untuk mengendalikan para prajurit ke keraton, dan dia telah selangkah lebih dekat untuk menyingkirkan Pangeran Munding Sura dari hidupnya.
Malam harinya Prabu Kertapati memanggil Mega Sari ke kamarnya, setelah Mega Sari masuk, Prabu Kertapati menatap Mega Sari dengan tatapan tajam hingga membuat hati perempuan culas ini ciut, dia terdiam hanya menundukan kepalanya. "Mega Sari, apakah kekacauan tadi siang sengaja kau buat untuk menyambut kedatangan Dharmadipa?"
Mega Sari kaget bukan kepalang mendengar pertanyaan itu, ia tidak menyangka kalau ayahnya akan mengetahui rencananya. "Apa maksud Ramanda Prabu?" tanyanya pelan.
Prabu Kertapati menyeringai penuh makna, "Mega Sari aku tahu betul kalau Liman Wadag tidak akan ujug-ujug mejadi gila lalu mengamuk tanpa sebab, aku dapat melihat ada mahluk ghaib yang menunggangi Liman Wadag, membuat hewan itu menjadi lebih buas dan lebih sakti dari biasanya! Kemudian tepat pada saat itu, Dharmadipa kakak seperguruanmu yang aslinya Pangeran dari Parakan Muncang itu muncul untuk menundukan Liman Wadag! Mega Sari, mengapa engkau melakukan semua ini? Mengapa engkau mengacaukan pesta pernikahanmu sendiri yang seharusnya menjadi hari yang bahagia untukmu?"
Air mata Mega Sari langsung meleleh, ia langsung terisak menangis. "Sebab hamba tidak akan pernah merasa bahagia Rama Prabu, hamba tidak akan pernah bahagia kalau harus hidup dengan Pangeran Durjana perusak perempuan itu!"
Prabu Kertapati menaikan sebelah alisnya, "Mengapa kau berkata demikian anakku? Ataukah kau mempunyai perasaan terhadap Dharmadipa sehingga mengatur rencana sedemikian rupa? Engkau sengaja mengatur agar Liman Wadag mengamuk dan hanya Dharmadipa saja yang sanggup meringkusnya? Putriku, aku mengangkat Dharmadipa menjadi seorang tumenggung bukan karena hanya jasanya, tetapi juga karena statusnya yang seorang pangeran putra sahabatku walaupun negerinya telah hancur belasan tahun yang lalu, engkau telah berhasil menempatkan Dharmadipa pada kedudukan yang terhormat, tapi ingatlah bahwa kau telah sah menjadi istri Pangeran Munding Sura!"
Mendengar perkataan Ayahandanya tersebut, Mega Sari menangis sesegukan sambil memeluk kaki ayahandanya, "Maafkan hamba ayah, tapi hamba tidak rela harus mengabdikan seluruh hidup hamba pada Pangeran Munding Sura, lagipula apakah Rama Prabu tega melihat Mega Mendung akan hancur kalau orang seperti Pangeran Munding Sura menjadi raja Mega Mendung? Pernikahan ini tanpa persetujuan hamba, bahkan hamba tidak diberi tahu oleh Rama kalau Rama telah menerima pinangan Prabu Karmasura! Mohon ampun Rama Prabu kalau hamba menjadi anak yang durhaka, tapi kalau tujuan Rama Prabu hendak menjadikan Pasir Wangi menjadi sekutu yang kuat, hamba dapat membuat Pasir Wangi menjadi negeri bawahan Mega Mendung tanpa harus mengorbankan hamba atau menjadikan Pangeran Munding Sura menjadi pengganti Rama kelak!"
Prabu Kertapati mulai tertarik dengan dengan apa yang diutarakan Mega Sari, "Apa maksudmu putriku?"
Mega Sari menatap wajah ayahnya dengan mata berlinang, "Rama saya berani menjamin kalau dengan rencana saya ini rama akan dapat menjadikan PAsir Wangi menjadi negeri bawahan kita sekaligus menundukan Negeri Bojanegara dengan mudah, tapi hamba minta satu hal… Hamba tahu ini adalah kurang ajar, tapi hamba minta kalau rencana hamba berhasil hamba minta diizinkan untuk menikah dengan Kakang Dharmadipa, toh Kakang Dharmadipa juga secara garis keturunan adalah seorang Pangeran jadi ia berhak untuk menjadi pendamping hamba."
Prabu Kertapati berpikir sejenak, ia tertarik pada ucapan putrinya yang cerdas dan culas itu, ia juga sependapat kalau Mundingsura tidak pantas untuk menjadi penggantinya mengingat kelakuannya yang buruk itu, "Baiklah Putriku, katakanlah!"
Mega Sari mengangguk, "Rama Prabu, kalau kita bisa menyingkirkan Pangeran Munding Sura dan Prabu Karmasura secara berbarengan kita bisa mengklaim bahwa Pasir Wangi telah disatukan kedalam wilayah Mega Mendung sebab hamba adalah istrinya yang sah! Saya akan menyingkirkan Prabu Karmasura sebelum saat penyerangan kita ke Bojanegara dengan bantuan eyang guru Nyai Lakbok, lalu kita akan membunuh Mundingsura dalam penyerangan ke Bojanegara, maka kita bisa beralasan Mundingsura telah gugur dalam penyerangan ke Bojanegara, maka seluruh pasukan dan rakyat Pasirwangi mau tidak mau harus mengakui bahwa hambalah yang paling berhak menjadi pewaris tahta mereka, hamba akan memerintahkan seluruh Pasir Wangi untuk ikut masuk kedalam negeri Mega Mendung, maka Rama Prabu selain menundukan Bojanegara juga dapat menguasai Pasir Wangi dengan cuma-cuma!"
Prabu Kertapati mengangguk-ngangguk, ia sangat mengagumi rencana putrinya yang cerdas dan culas itu, "Putriku engkau memang cerdas! Baiklah kita akan lakukan rencanamu itu, tapi berhati-hatilah, bagaimanapun Prabu Karmasura dan Pangeran Munding sura bukan orang semabarangan! Nah kembalilah ke kamarmu, lakukan rencanamu itu!"
Bukan main girangnya Mega Sari mendapati persetujuan dari ayahnya tersebut, "Baik Rama Prabu, hamba permisi."
Seperginya Mega Sari, Prabu Kertapati berbaring kesebelah istrinya Dewi Nawang Kasih. "Beruntung kita mempunyai seorang putri yang cerdas seperti Mega Sari istriku, dia bisa memperhitungkan segalanya untuk mencapai tujuannya!" ucap Prabu Kertapati yang menyiratkan kebanggaan.
Sekembalinya ke kamarnya Pangeran Munding Sura menanyakan ada perihal apa Prabu Kertapati memanggil Mega Sari malam itu apalagi mengingat malam ini adalah malam pertama mereka, tentu ada sesuatu hal yang sangat penting, Mega Sari mengatakan tidak ada apa-apa, ayahnya hanya memberikan wejangan agar ia jangan terlarut dalam kesedihan setelah kejadian tadi siang yang mengacaukan pesta perkawinannya. Setelah itu Mundingsura mengajak Mega Sari untuk melayaninya, tapi alangkah kecewanya hati Mundingsura ketika Mega Sari berkata ia sedang berhalangan untuk dapat melayani suaminya itu, terpaksalah Mundingsura menahan hasratnya yang sudah begitu menggelora untuk menikmati tubuh Mega Sari selama beberapa malam kedepan.