Chereads / Wasiat Iblis / Chapter 23 - Mimpi Pertanda (2)

Chapter 23 - Mimpi Pertanda (2)

Dharmadipa pun menepis tangan Kyai Pamenang dan kembali berlari menuju ke puncak dimana Mega Sari berada, "Dharmadipa jangan!" cegah Gurunya sambil mengejar Dharmadipa.

Mega Sari tersenyum lagi pada Dharmadipa "Kakang, kau akan menikmati surga dunia begitu kau bersamaku!"

Kyai Pamenang pun melompat menahan tubuh Dharmadipa dengan sekuat tenaganya "Dharmadipa jangan! Itu godaan hidup!" cegahnya semakin keras.

Dharmadipa pun berbalik dengan marah pada Kyai Pamenang "Diam kau orang tua keparat!", dia lalu mengeluarkan Aji Pukulan Sirna Raga untuk menyerang Kyai Pamenang, Kyai Pamenang pun terpental jatuh ke jurang setelah terkena pukulan dhasyat tersebut, melihat gurunya jatuh ke jurang, Dharmadipa pun seolah baru tersadar dan berteriak histeris "Guru!".

"Guruuuu!!!" teriak Dharmadipa di alam nyata tanpa sadar, Dharmadipa kembali sadar, ia merintih kesakitan dan kemudian membuka matanya, dengan menahan semua rasa sakit yang mendera tubuhnya ia melihat Kyai Pamenang dan Jaka Lelana sedang mengobati lukanya.

"Dharmadipa! Dharmadipa!" panggil Kyai Pamenang.

Dharmadipa menganggkat kepalanya, ia terbatuk-batuk lalu muntah darah, Kyai Pamenang segera menotok beberapa titik di tubuh Dharmadipa, setelah itu ia mengurut bahu dan dada Dharmadipa, "Kenapa guru masih mau menolongku?"

Kyai Pamenang tersenyum lembut menatap wajah Dharmadipa yang kesakitan "Karena kau muridku… Kau anakku!"

"Tapi saya murid yang jahat… Anak yang durhaka… Saya tidak pantas hidup!" ucap Dharmadipa dengan penuh penyesalan ditengah rasa sakit yang menderanya.

Jaka menatap wajah Kakak seperguruannya dengan penuh rasa prihatin, dia bisa ikut merasakan kesedihan Dharmadipa dan Kyai Pamenang, dua orang yang paling dekat dengan dirinya, "Saya tidak bisa mengerti apa yang ada didalam sini saya, saya selalu kalah melawan hawa nafsu saya, hingga selalu melakukan perbuatan seolah diluar kesadaran saya yang akhirnya ketika saya tersadar kembali saya hanya bisa menyesalinya" lanjut Dharmadipa sambil menunjuk dadanya, ia lalu menangis tersedu-sedu.

Kyai Pamenang tersenyum sambil menyeka darah yang keluar dari mulut Dharmadipa tadi "Hanya orang-orang yang percaya kepada Allah yang mampu menekan hawa nafsunya, banyaklah berdzikir dan sembahyang, bacalah ayat-ayat suci Al-Quran dengan khusyuk, itu akan mencegah Iblis untuk membisikan nafsu kepada Qalbu kita, akan mencegah kita berbuat perbuatan jahat dan tercela".

Dharmadipa menatap saya keatas langit-langit balairiung dengan tatapan kosong. "Sudah lama saya tidak pernah melakukannya"

Kyai Pamenang membelai kepala Dharmadipa. "Kenapa?"

Dharmadipa memegang dadanya "Sebab saya masih teringat bagaimana terbunuhnya ayah dan ibu saya dihadapan mata kepala saya sendiri! Nampaknya saya susah sekali mengikhlaskan kepergian mereka, itu juga yang membuat ibadah saya tidak pernah khusyuk".

Kyai Pamenang menatap lembut mata Dharmadipa, tatapannya terasa sangat menyejukan hati "Dharmadipa… Dengar… Sampai kapan kau akan menaruh dendam yang hanya akan selalu memberatkan hatimu, membuatmu selalu dibelenggu oleh nafsu amarah? Ikhlaskan semuanya anakku, hanya itu satu-satunya cara agar Gusti Allah dapat mendengar semua doa-doamu… Insyaallah hatimu akan menjadi lapang dan kepalamu akan selalu dingin".

Dharmadipa menghela nafas berat penuh penyesalan "Apa saya masih bisa menjadi orang baik dengan semua dosa yang telah saya lakukan?"

Kyai Pamenang mengangguk "Bisa… Asal kamu benar-benar punya niat, lakukanlah taubat nasuha… Anakku apakah kau ingat dengan cerita Abu Sofyan masuk Islam? Abu Sofyan adalah salah seorang pemimpin kaum Quraisy, ia telah banyak membunuh kaum muslim di Mekkah, tak terhitung perbuatannya yang menyakiti kaum Muslimin, beberapa tahun kemudian saat Kaum Muslim berhasil memenangkan perang dan masuk kembali ke Kota Mekkah, Abu Sofyan memohon ampun pada Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam, saat itu banyak kaum muslim yang mencibirnya, mereka mengira Abu Sofyan terpaksa masuk Islam sebab kalah perang, tapi Rasulullah memaafkan dirinya.

Rasulullah menyambut kehadirannya masuk Islam, bahkan Rasulullah memaafkan serta menyambut istrinya Abu Sofyan yang bernama Himdun yang telah membunuh pamannya Amir Hamzah masuk Islam, bahkan Rasulullah menegaskan bahwa dosa-dosa mereka berdua akan diampuni Allah setelah mereka berhijrah masuk Islam dan melakukan taubat nasuha, kemudian mereka menjadi hamba Allah yang shalih… Anakku, dari kisah tersebut kau mendapatkan contoh yang sangat baik bagaimana Allah akan selalu mengampuni dosa-dosa seluruh umatnya bagaimanapun besarnya dosa kesalahan yang diperbuat oleh umatnya, asalkan orang itu sungguh-sungguh berniat!"

"Oh Gusti…," ratap Dharmadipa. Kembali ia menangis sesegukan dengan penuh rasa penyesalan.

"Sekarang beristirahatlah Dharmadipa, Jaka akan menjagamu disini, kalau kau mau memanggilku atau membutuhkan sesuatu, katakanlah pada Jaka" ucap Kyai Pamenang, Dharmadipa pun mengangguk lemas, Jaka pun ikut meresapi petuah dari gurunya pada Dharmadipa barusan, sungguh sebuah petuah yang bijak dan menyejukan hati dari gurunya itu.

***

Malam harinya, setelah shalat Isya, Kyai Pamenang dan Nyai Mantili mengumpulkan seluruh murid-muridnya baik pria dan wanita di balairiun padepokan, Dharmadipa yang masih sakit tergeletak di banjar balairiung itu pun ikut mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Kyai Pamenang.

Kyai Pamenag menyapukan pandangannya kepada seluruh murid-muridnya yang duduk di bawah, kemudian ia mulai membuka pembicarannya "Aku melihat ada gejala-gejala yang kurang menyenangkan yang bakal terjadi saat menghadiri pentasbihan Panembahan Yusuf menjadi Sultan Banten kemarin, terutama kalau kecemburuan Mega Mendung kepada Banten yang kian besar menggeser peran Padjadjaran di Bumi Pasundan ini terus menerus dipupuk"

"Apakah kekuatan Mega Mendung sudah menyamai Banten Guru?" tanya Jaka.

Kyai Pamenang tertawa kecil "Mega Mendung memang telah berkembang pesat sejak Padjadjaran mengalami kemunduran setelah ditinggal oleh Prabu Suriawisesa, setelah berhasil melepaskan diri dari Padjadjaran dan tidak terpengaruh oleh perkembangan Banten. Mega Mendung menjelma menjadi Negara yang besar seolah siap menggantikan peran Padjadjaran, akan tetapi menurut pengelihatanku perkembangan yang pesat ini tidak didukung dengan kemakmuran rakyatnya.

Pajak membumbung tinggi mencekik rakyatnya. Setiap tahun desa-desa di seluruh Mega Mendung harus mengirimkan pemuda-pemuda terbaiknya untuk dijadikan prajurit, para pandai besi dipaksa bekerja sangat keras untuk membuat persenjataan, dan yang paling disesalkan Prabu Kertapati seringkali bersikap tidak adil kepada penduduk-penduduknya yang telah memeluk Islam, para pejabat Istana yang memeluk Islam disingkirkan dengan cara halus, padahal sejak pemerintahan Prabu Wangsareja pendahulu Prabu Kertapati, Mega Mendung telah menerima dan mengizinkan Islam berkembang di wilayahnya, bahkan ia menyekolahkan Mega Sari di Padepokan ini untuk belajar Islam, tapi kebijakan pemerintahannya sanngat bertolak belakang dengan apa yang mereka janjikan dulu.

Pemerintahannya juga sangat memeras negeri-negeri bawahannya yang mereka tundukan melalui perang, pendek kata perkembangan Mega Mendung hanya pesat di bidang kemiliteran saja, sedangkan rakyatnya banyak yang kurang makmur terutama rakyatnya yang Islam banyak menderita, berbeda dengan Banten yang bukan hanya militernya yang berkembang pesat, tapi kemakmuran rakyatnya pun sangat tinggi, hingga tidak salah kalau Banten disebut-sebut sebagai penerus Padjadjaran" jelas Kyai Pamenang.

"Mengapa hal demikian bisa terjadi Guru?" tanya Kadir.

Kyai Pamenang tersenyum menatap Kadir "Wibawa… Pengaruh yang memancar dari Panembahan Yusuf sungguh berbeda dengan dengan Prabu Kertapati yang memerintah negeranya dengan tangan besi, senang mengobarkan perang, dan bertindak tidak adil pada rakyatnya… Sementara Banten sejak jaman Sultan Hassanudin sangat asih kepada seluruh rakyatnya, mereka tidak membeda-bedakan agama rakyatnya, semuanya mendapatkan perlakuan sama, bahkan kepada kaum pemeluk ajaran leluhur pun Sultan tidak mau menganggunya, mereka bebas menjalankan ibadahnya masing-masing, hingga hasil bumi mereka berlimpah ruah, perdagangan mereka sangat maju, rakyat makmur, negerinya Gemah Ripah Repeh Loh jinawi".

"Mengapa Prabu Kertapati berlaku demikian guru?" tanya Jaka.

"Dendam dan iri hati… Nafsunya untuk menguasai tahta Padjadjaran, itulah yang membuatnya menerapkan kebijakan pemerintahannya seperti sekarang ini, sedangkan wibawa, pengaruh, dan kecerdasan yang memancar dari Panembahan Yusuf, putra sulung Almarhum Sultan Hassanudin, apa yang sudah ia lakukan dari sejak sebelum menjadi Sultan sampai sekarang ia menjadi Sultan sangat cerdas dan mampu meraih hati seluruh rakyatnya, berbeda dengan Prabu Kertapati yang sepak terjangnya selalu membuat rakyatnya kalut dan ketakutan" jawab sang Kyai.

Dia lalu menatap seluruh muridnya. "Aku tidak mengatakan bahwa pemerintahan Mega Mendung telah kehilangan kewibawaannya atau Wahyu Keratonnya lenyap, akan tetapi kalau Prabu Kertapati ataupun penerusnya kelak masih menerapkan pemerintahannya seperti yang sekarang ini, maka bukan tidak mungkin kalau semua rakyatnya dan negeri-negeri bawahannya yang telah mereka tundukan melalui peperangan akan berpaling dan memihak Banten, kalau sampai itu terjadi, peperangan pasti tidak bisa dihindarkan".

Seluruh murid-murid termasuk Dharmadipa yang tergeletak di banjar merenung mendengarnya, Sang Kyai pun melanjutkan "Kenapa hal ini aku sampaikan kepada kalian? Agar kalian bisa menentukan sikap!"

Jaka segera mengajukan pertanyaannya lagi, "Maaf guru kalau sampai peperangan itu terjadi, pihak mana yang harus kita pilih?"