"Apa yang mereka katakan kepadamu? Atau ada sesuatu yang mereka minta untuk kamu lakukan?" tanya Mo Liancheng berbisik, suaranya hampir tidak terdengar.
"Cintaku, apa yang sedang kamu bicarakan?" tanya Qu Tan'er dengan suara manja. Apakah benar panggilan menjijikan ini keluar dari mulutku? Batinnya, dia sendiri pun tak bisa mempercayainya.
Mo Liancheng mengangkat alisnya, lalu menatap Qu Tan'er dengan tenang.
Beberapa waktu berlalu, Mo Lianchen masih terdiam, namun Qu Tan'er mendesak dengan manja, "Suamiku, sudah waktunya kita meminum anggur He Jin.
"..." Mo Lianchen masih tidak melakukan apapun, sepertinya dia sedang menunggu sesuatu terjadi.
"Cintaku, jangan sampai melewatkan momen yang baik ini." kata Qu Tan'er lagi. Pria normal manapun, pasti kesal jika mendengar istrinya memanggil dengan cara seperti itu. Bahkan pria yang sabar sekalipun akan merasa istrinya terlalu genit. Karena dengan begitu, dia akan diacuhkan, hal ini adalah strategi Qu Tan'er agar Mo Liancheng menjauhinya.
Tidak disangka, Mo Liancheng malah dengan kalem bertanya, "Kamu benar-benar sudah tidak sabar lagi?"
"Tentu, cintaku, cepatlah selesaikan tugas yang harus dikerjakan." kata Qu Tan'er yang memang ingin membuat Mo Liancheng merasa jijik dan kehilangan gairah untuk menikmati malam pertama mereka. Kemudian setelah meminum anggur itu, mau bergairah pun tidak akan bisa. Inilah strategi kedua Qu Tan'er.
"Sepertinya mereka mengajarimu dengan baik. Bahkan merayu pria pun bisa kamu lakukan dengan mudah. Karena kamu begitu menginginkannya, aku akan menuruti keinginanmu," ucap Mo Liancheng dengan datar. Ucapan Mo Liancheng terasa seperti petir yang menggelegar, membuat kepala Qu Tan'er hampir meledak.
Strategi pertama gagal… Huhuhu! Batin Qu Tan'er
Setengah jam kemudian, masih tidak terlihat ada gerak gerik di kamar pengantin. Dalam kesenyapan itu Mo Liancheng pun membuka mulutnya dan bertanya, "Aku akan menuruti semua keinginanmu, kamu senang, kan?" Lalu, dia melanjutkan langkahnya menuju ranjang, namun…
"Tunggu!" cegah Qu Tan'er, wajahnya yang masih ditutupi kain merah mulai panik, dengan cepat dia menghindar dan bangun. "Cintaku, kita masih belum minum anggur He Jin."
Mata Mo Liancheng melirik ke meja melihat dua cangkir anggur di atasnya. "Tidak perlu. Kita langsung lakukan saja, bukannya kamu sudah tidak sabar?" katanya.
Qu Tan'er langsung membeku, karena strategi dengan memakai anggur yang sudah dimasukkan obat pun rupanya tidak dapat digunakan. Masih ada cara lain… batinnya, lalu dia pun menyentuh keningnya dan berkata, "Cintaku, hari ini aku tidak enak badan, sepertinya demam tinggi. Jadi sepertinya, aku tidak bisa melakukan malam pertama denganmu."
"Aku tidak keberatan jika kamu sedang demam."
"Lagipula, wajahku sedang jerawatan. Aku takut kalau kamu melihatnya, gairahmu akan hilang! Apa tidak keberatan?" tanya Qu Tan'er. Tapi sebenarnya, dirinya lah yang keberatan. Ditambah lagi, penolakan yang dilakukannya sudah cukup jelas. Bahkan seorang idiot pun bisa mengerti apa yang dimaksud olehnya. Maksudnya adalah… dia tidak ingin melakukan malam pertama!
Tapi yang terjadi malah…
"Kamu sangat memikirkan perasaanku ya. Seharusnya aku memperlakukanmu dengan baik malam ini."
"Dengan baik?" tanya Qu Tan'er, Tidak salah dengar, kan? Batinnya. Kata-kata kasar hampir saja terlontar keluar dari mulutnya. Sambil berusaha menahan diri, Qu Tan'er kembali berkata manja. "Tapi… Tan'er sedang datang bulan."
"Jadi?" tanya Mo Liancheng, karena ini adalah pertama kalinya ditolak oleh seorang wanita.
"Jadi, lebih baik kamu memilih tempat lain untuk tidur."
"Tapi ini adalah kamar pengantinku juga." kata Mo Liancheng.
"Iya benar, jika kamu tidak keberatan tidur di lantai, maka silakan saja."
"Bagus sekali." Mo Liancheng menjawab dengan datar.