Chereads / Cinta Abadi (The Eternal Love) / Chapter 11 - Tak Bisa Lari, Hanya Bisa Menikah (4)

Chapter 11 - Tak Bisa Lari, Hanya Bisa Menikah (4)

Lagi-lagi kalimat itu keluar, jadi apa maksud dari 'bagus sekali' yang diucapkan pria itu? Kira-kira dia sudah pergi apa belum, ya? Gara-gara kain merah yang menutupi kepalaku, aku jadi tidak bisa melihat ekspresi wajah pria itu! Batin Qu Tan'er.

Qu Tan'er terus memikirkan strategi yang akan digunakannya agar malam pertama mereka tidak terlaksana. Dia sudah menolak tapi gagal, minum anggur juga gagal, kini tinggal strategi terakhir yang tersisa. Strategi terakhir ini cukup mengerikan, tapi dia harus menang!

Tanpa diduga, kejutan yang membuatnya bahagia terjadi, dan itu membuat Mo Liancheng bertanya, "Kalau aku keluar dari kamar ini, apa kamu yakin tidak akan menyesal?"

"Hati-hati di jalan, aku tidak bisa mengantar." Mendengar jawaban, Qu Tan'er, Mo Liancheng pun memutuskan untuk pergi. Sebelum beranjak, matanya sempat melihat sudut ranjang.

Lalu, setelah beberapa waktu kemudian.

"Cintaku, apa kamu masih di sana?" Qu Tan'er bertanya. Tapi, kamar itu sunyi senyap, tidak ada yang menjawab.

"Tidak perlu memanggilnya lagi, cintamu sudah pergi." kata Su Yuela masuk ke kamar dan mengunci pintu. Para pelayan yang berada di luar kamar juga sudah diusirnya pergi.

"Fiuh. Akhirnya." kata Qu Tan'er sambil melepas kain merah di kepalanya. Senyum lebar terpasang di wajahnya yang cantik, dia melepas mahkota di kepala dan segala pernak pernik yang digunakannya dengan cepat. Semua aksesoris kepala itu sangat berat, sampai-sampai kepalanya terasa sangat pusing seharian. Kalau dia tidak menahan diri, mungkin aksesoris itu sudah dilepas sejak awal.

Qu Tan'er melangkah turun dari ranjang dan duduk di dekat meja berwarna putih. Dilihatnya dua gelas anggur yang akan digunakannya untuk menjebak Mo Liancheng sambil menggelengkan kepala. "Duh, sayang sekali anggur ini, buang-buang uangku saja! Padahal obat di dalamnya kubeli khusus untuk pria itu." katanya. Dua gelas anggur itu kemudian diambilnya dan dibuang ke dalam pot bonsai yang berada di dalam kamar.

"Jingxin, kamu sudah boleh keluar."

"No… Nona." kata Jingxin sambil melangkah keluar dari sudut belakang ranjang sambil memegang pisau panjang dengan ekspresi yang mematikan.

"Jing…" Melihat kondisi Jingxin, alis Qu Tan'er berkerut dan berkata, "Duh, Jingxin, pisau itu pasti berat, kan? Kamu sudah boleh melepasnya."

"Tan'er, kamu berniat membunuh Pangeran Kedelapan?" tanya Su Yuela, matanya terbelalak melihat pisau di tangan Jingxin. Qu Tan'er pun tertawa mendengar celetukannya.

"Bukan begitu, kalau membunuh Pangeran Kedelapan, nyawaku juga akan melayang. Rugi dong!" kata Qu Tan'er tangannya kemudian menunjuk ke atas ranjang, lalu dia berkata lagi, "Lihat, tidak? Di atas ranjang ada sesuatu yang kuletakkan." 

Demi menghindari malam pertama, segala cara akan dia lakukan dan strategi terakhir adalah guyuran air! Gairah sepanas apapun, jika diguyur dengan air dingin pasti hilang. Qu Tan'er sangat cerdik, jadi lebih baik menyiapkan strategi apapun daripada tidak sama sekali.

"Tan…" Kali ini Su Yuela benar-benar tidak bisa berkata apa-apa.

"Tenang saja, cara ini tidak mematikan kok. Lagi pula semuanya tidak terpakai, kan?" kata Qu Tan'er menjawab dengan cuek.

"Apa kamu tidak menyesal?" tanya Su Yuela sungguh tidak mengerti apa yang dipikirkan gadis itu. Wanita yang menikah dengan pangeran harusnya berjuang agar mendapatkan kasih sayang sang suami, kan? batinnya.

"Tidak akan."

"Ada kekuasaan dan ada status, apakah itu tidak menyenangkan bagimu?"

"Tidak."

"Mengapa?" tanya Su Yuela

"Aku tidak suka itu." Bagi Qu Tan'er, tidak ada yang lebih penting dari kebebasan. 

Tujuannya saat ini hanyalah bebas. Huft! Hal yang paling penting adalah dia harus mencari cara untuk kembali ke masa depan. Dia tahu, jika dirinya bisa pergi ke masa lampau, berarti pasti ada cara untuk pulang ke masa depan.