"Tan'er…" kata Su Yuela masih ingin berbicara, tapi Qu Tan'er langsung memotong, "Apa kamu menyesal datang bersamaku ke kediaman Pangeran?"
"Tidak."
"Bagus kalau begitu. Kalian tidurlah. Aku juga sudah lelah." kata Qu Tan'er sambil tersenyum, lalu menunjuk pintu kamar, dan meminta mereka memikirkan sendiri tempat untuk tidur.
Detik berikutnya, dia teringat sesuatu dan menatap Jingxin dengan mata indah yang berpura-pura sedih. "Jingxin, tolong turunkan terlebih dahulu baskom air dingin itu, aku takut saat aku tertidur, air itu malah mengguyurku." katanya. Lalu, Jingxin kemudian melangkah ke arah ranjang untuk menurunkan air tersebut.
Sebelum Su Yuela pergi, Qu Tan'er tiba-tiba mendekat dan membisikkan sesuatu. Su Yuela agak kaget mendengarnya, namun kemudian menganggukkan kepalanya dan melaksanakan perintah Qu Tan'er.
Malam berlalu dengan cepat, matahari pun mulai bersinar terang. Namun, tampaknya gadis yang tidur di ranjang itu masih tak rela membuka matanya. Lalu, tampak seorang pelayan yang berdiri di tepi ranjang tetap menunggu gadis itu dengan sabar.
"Nona, sudah terang, sudah waktunya bangun." kata Jingxin membangunkan Qu Tan'er dengan suara yang kecil.
"Aku sudah tahu." kata Qu Tan'er sambil menyibak selimutnya, suaranya terdengar sengau.
"Nona sudah bangun?"
"Ya, aku sudah terbangun sejak kamu masuk dari pintu." kata Qu Tan'er, karena dia bukannya seorang wanita yang sulit dibangunkan jika tengah tidur, dia hanya merasa malas untuk bangun hari itu. Rasa waspadanya tidak kalah dengan Jingxin.
"Kalau begitu kenapa belum bangun?"
"Aku sedang menunggu." kata Jingxin mengerjapkan matanya tak mengerti.
"Aku menunggu kamu memanggilku, tapi hari ini sepertinya kamu tiba lebih awal dari biasanya. Setidaknya aku belum selesai menghitung dua ratus domba" kata Qu Tan'er sambil keluar dari balik selimut, lalu menatap Jingxin dengan lekat.
Jingxin membelalakkan mata lalu menegur, "Nona, di luar sudah ada orang yang menunggu anda."
"Oh ya, siapa?" tanya Qu Tan'er seperti tidak merasa heran.
"Selir Yi dari kediaman Pangeran Kedelapan, dia sedang menunggu anda di ruang tamu." jawab Jingxin.
"Lalu?"
"Sudah saatnya anda bangun."
"Oh." Huft, orang-orang ini benar-benar kurang kerjaan! Batin Qu Tan'er.
Ketika Qu Tan'er dan Jingxin keluar dari kamar, langit sudah terang benderang, matahari juga sudah berada di atas kepala. Selir Yi yang telah menunggu lama tampak kesal setengah mati, tapi dia tidak bisa memperlihatkannya di depan istri Pangeran Kedelapan. Qu Tan'er memandangnya sejenak, seperti yang sudah dia duga, wanita yang ditemuinya berpenampilan standar seperti wanita bangsawan.
"Kakak, saya Yi Xiangnong…"
"Tidak usah bangun, duduk saja. Saya juga mau duduk." kata Qu Tan'er yang melihat Yi Xiangnong masuk dan berniat berdiri untuk memberi hormat. Namun, belum sempat berdiri, perkataan Qu Tan'er langsung membuat gerakannya terhenti. Ekspresi wajahnya saat itu tidak bersahabat, membuat Yi Xiangnong menggigit jarinya, dia berusaha menahan diri dan berkata, "Kalau begitu Xiangnong tidak akan sungkan lagi. Kakak juga silakan duduk."
"Kamu mencariku? Ada apa?" tanya Qu Tan'er sambil tersenyum tipis, duduk dengan elegan di kursi utama. Dia memasang ekspresi ramah, tidak terlihat sombong sama sekali. Padahal sejak pertama kali melihat Yi Xiangnong, Qu Tan'er tahu, yang berada di hadapannya ialah wanita berhati jahat.
Dandanan Yi Xiangnong tebal, pakaiannya mewah, aksesorisnya mahal dan berkilauan. Tak perlu diragukan lagi, wanita ini datang untuk memamerkan kekayaannya. Wajahnya cantik menawan, hanya saja… sekali Mo Liancheng menciumnya, mungkin bibirnya akan penuh dengan dempul putih, membuat Qu Tan'er berpikir, bahwa kesehatan Mo Liancheng harus diperiksa.