Tutup pintu, lakukan hukuman.
"Tutup pintu, lakukan hukuman." perintah Nyonya Besar. Mendengar ucapan Nyonya Besar, Qu Tan'er menghela napas untuk sekian kalinya. Benar saja, puncak dari semua ini akan segera dimulai.
Yang pertama, guyuran air.
Yang kedua, hukuman. Persis seperti dugaan Qu Tan'er, tidak ada yang meleset sedikitpun.
"Nona…" kata Jingxin mulai gelisah.
"..." Namun Qu Tan'er menggelengkan kepala, dia memberikan senyuman tipis untuk membuat hati Jingxin lebih tenang.
Ckit… Pintu pun tertutup, seisi ruangan langsung menjadi sunyi senyap. Setelah itu, pengurus mengeluarkan piring besar. Di atas piring tersebut terdapat sebuah bilah kayu, setiap orang di ruangan yang melihat papan itu bergidik ngeri.
Laksanakan.
"Laksanakan." ujar Nyonya Besar.
Entah sudah keberapa kalinya Qu Tan'er mengucapkan perintah seperti yang Nyonya Besar lakukan. Dalam dua tahun ini, semua yang diucapkan Nyonya Besar sudah gadis itu hafal dengan baik.
Sejak awal hingga saat ini, ruangan itu penuh dengan orang, ada yang duduk, ada pula yang berdiri. Namun tidak satu pun dari mereka berani maju untuk membantu Qu Tan'er. Mereka tidak menertawakan gadis itu, tidak juga membantunya], karena mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
"Coba sebutkan, sudah berapa banyak aturan yang telah kamu langgar?" Nyonya Besar bertanya sembari menggenggam kayu itu.
"Mohon Nyonya Besar ajarkan saya." jawab Qu Tan'er menundukkan kepala, sambil mengepalkan kedua tangannya. Gadis itu menunggu saat di mana kayu itu mengenai tubuhnya, jadi dia akan berusaha untuk menahannya. Dalam benaknya, Qu Tan'er merasa menyesal, kenapa saat menikah dia tidak segera melarikan diri saja. Kalau begitu, dia kan tidak akan sengsara seperti saat ini.
"Satu, kamu telah melanggar aturan Keluarga Qu yang pertama, kamu tidak menghormati orang tua. Apa kamu pantas dipukul?"
"Iya, pantas dipukul." Qu Tan'er menjawab.
"Dua, kamu telah melanggar aturan Keluarga Qu yang ketujuh, setelah menikah seharusnya kamu mengikuti perintah suami dan melayaninya dengan baik. Apa kamu pantas dipukul?"
"Iya, pantas dipukul."
"Tiga, kamu…"
"Iya, pantas dipukul." Cepat pukul saja! Gadis itu sudah menunggu. Qu Tan'er sudah tidak sabar lagi. Pertama, kedua, ketiga, apa Nyonya Besar tidak lelah? Dia yang mendengar saja sudah lelah. Wanita tua yang berbicara sambil duduk itu mungkin tidak capek. Tapi gadis yang menjawab sambil berdiri sudah merasa pegal.
"Menurutmu, berapa kali kamu harus dipukul?"
"Terserah Nyonya Besar." Nyonya Besar bertanya terang-terangan, Qu Tan'er pun menjawabnya dengan spontan. Terserah. Wanita itu mau melakukan apapun, ya terserah, asalkan jangan dipukul sampai mati saja.
"Baik, kamu sendiri yang bilang, ya."
"Saya…."
Buk!
Qu Tan'er baru saja ingin membuka mulut, namun punggung belakangnya sudah dipukul menggunakan kayu dengan sangat keras. Pukulan pertama dari Nyonya Besar bahkan hampir membuatnya jatuh.
Sakit! Sakit sampai menusuk ke tulang!
Saat kayu itu mengenai punggung Qu Tan'er, rasa sakitnya menjalar sampai ke seluruh tubuh. Dia kesakitan sampai tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Nona." kata Jingxin sambil melangkah, seolah-olah dia ingin menggantikan posisi Qu Tan'er untuk dipukuli.
"Berhenti, jangan kemari." kata Qu Tan'er menatap tajam Jingxin. Pelayan itu pun terdiam dan tidak berani melangkahkan kakinya. Apa yang terjadi hari ini akan selalu diingat oleh Qu Tan'er, karena utang harus dibayar. Suatu hari nanti, gadis itu pasti akan meminta mereka membayarnya, tidak boleh kurang sedikitpun.
Buk!
Pukulan kedua lebih keras dari yang pertama. Akibat kerasnya pukulan itu, Qu Taner kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur ke depan.