Kini pakaian Nyonya Besar penuh dengan cipratan air, wajah tua yang awalnya tertutupi oleh bedak dempul nan tebal kini mulai meleleh karena terkena air. Qu Tan'er menundukkan kepala dan berusaha menahan tawanya.
Jangan tertawa, tidak boleh tertawa sedikitpun!, ujar Qu Tan'er dalam hatinya.
"Tuan, lihat apa yang telah dilakukan putri kesayanganmu ini. Lihat bagaimana sikap Qu Tan'er pada Ibunya? Hukum dia! Segera hukum dia!" kata Nyonya Besar benar-benar murka.
"Tan'er, cepat minta maaf pada Ibumu." Qu Jianglin tidak berani mengomentari sikap Nyonya Besar terhadap Qu Tan'er. Kalau soal hukuman untuk gadis itu, Tuan Besar tidak berani bertindak. Dia tidak mau sembarangan bertindak terhadap orang Pangeran Kedelapan.
"Baik. Tan'er harap Ibu tidak marah lagi. Semuanya adalah kesalahan Tan'er." kata Qu Tan'er meminta maaf.
"Pelayan, tutup pintu!" perintah Nyonya Besar sudah tidak dapat menahan amarahnya lagi. Dia duduk, kemudian dengan garang memerintah pelayannya. Perintah Nyonya Besar seketika membuat suasana ruangan itu menjadi suram. Kalau ada yang bertanya tutup pintu untuk apa? Ya, tentunya untuk menghukum Qu Tan'er.
"Kakak, jangan marah lagi, tahan emosimu. Biar bagaimanapun, kini Tan'er adalah istri Pangeran Kedelapan. Statusnya tidak rendah." kata Nyonya Kedua merasa tidak tega dan mencoba membujuk Nyonya Besar. Di kediaman Qu, Nyonya Kedua masih punya hak untuk berbicara, hal itu dikarenakan putri yang dilahirkannya kini menjadi selir Kaisar. Bahkan Nyonya Besar pun sudah seharusnya bersikap segan terhadap Nyonya Kedua.
"Benar, Kak. Benar kata Kakak Kedua. Status Tan'er sudah tidak sama. Dia tidak bisa diperlakukan seperti dulu lagi. Jika dia terluka dan hal itu sampai terdengar oleh orang luar, maka ini bisa menjadi masalah besar." kata Nyonya Ketiga pun ikut membujuk Nyonya Besar. Walaupun kedengarannya seperti mengasihani Qu Tan'er, namun tatapan mata Nyonya Ketiga terlihat tidak bersahabat sama sekali.
Namun, semua perkataan itu hanya membuat emosi Nyonya Besar semakin meluap. Kalimat-kalimat bujukan itu seolah mengandung sindiran yang mengatakan, bahwa Qu Tan'er sudah tidak bisa dikontrol olehnya. Nyonya Besar yang terbiasa menyiksa Qu Tan'er, tampaknya tidak bisa menerima perubahan yang terjadi. Gadis ingusan yang biasa diinjak-injak olehnya, kini malah berstatus lebih tinggi. Dia tidak bisa menerima kenyataan ini. Di tambah lagi, putri Nyonya Besar juga punya status tinggi, dia adalah istri dari pangeran pertama. Hal itu membuat Nyonya Besar memandang Qu Tan'er sebelah mata.
"Nyonya Besar, saya…" kata Nyonya Kesembilan, ibu kandung Qu Tan'er baru saja mengucapkan dua patah kata.
"Diam! Kamu tidak punya hak untuk berbicara." kata Nyonya Besar melirik tajam Nyonya Kesembilan. Wanita itu tak berani bersuara lagi sejak Nyonya Besar membentaknya.
Bahkan Qu Jianglian pun ikut membujuk istrinya itu, "Istriku, Tan'er memang bersalah. Tapi dia sekarang adalah Istri Pangeran Kedelapan. Jika Pangeran Kedelapan tahu hal ini, Kediaman Qu tidak akan mampu menanggung akibatnya."
"Kamu pikir Pangeran Kedelapan akan datang ke sini dan membela Qu Tan'er? Jangan bermimpi! Malam pertama saja sudah ditinggal. Pulang ke kediaman Qu juga tidak ditemani, kalau Tan'er mati, Pangeran Kedelapan mungkin malah akan berterima kasih kepada kita. Lagi pula, sifat gadis ini sama seperti ibu kandungnya. Kabarnya, dia bertingkah genit dan tidak tahu malu saat malam pertama, maka dari itu Pangeran menjauhinya."
Kalimat pedas yang keluar dari mulut Nyonya Besar menusuk tajam hati Qu Tan'er, tapi perkataannya sulit untuk dilawan. Mendengar itu, Qu Tan'er hanya bisa merengut tak berdaya, karena Nyonya Besar memang benar.
Di kehidupan ini, wanita tidak akan bisa hidup tenang bila tidak bergantung pada pria. Jika wanita menikah namun tidak mendapatkan kasih sayang dari sang suami, nasibnya sama saja dengan semut yang mudah diinjak-injak. Lihat saja ibu kandungnya, Nyonya Kesembilan. Memangnya setelah menikah dengan Menteri Peperangan, nasibnya jadi lebih baik? Jangankan status, bahkan hak untuk berbicara pun tidak dimilikinya. Tahan saja terus! Membosankan! Batin Qu Tan'er.