Binar yang mengetahui keadaan Belva langsung meminta kedua orangtuanya untuk mengantar ke rumah sakit. Dia sangat khawatir dengan keadaan Belva, meski dirinya merasakan kehancuran yang sama. Karena dia sudah kehilangan sesuatu yang sangat berharga yang dilindungi ya sejak lama.
Tibalah Binar di rumah sakit, dia langsung menuju kamar perawatan Belva. Dia membuka pintu kamar, melihat kedua sahabatnya yang sedang menangis dan berpelukan membuatnya ikut menangis.
Dia berlari lalu memeluk mereka berdua, Belva dan Bianca menyadari kedatangannya. Mereka meluapkan semua kesedihan yang ada di hati masing-masing. Ayah, bunda hanya melihat putri dan kedua sahabatnya yang sangat menderita. Hanya bisa menahan air mata agar tidak membaut ketiga gadis itu semakin menderita.
"Bi—maafkan aku!" Bianca berkata dengan lirih.
"Ini bukan salahmu! Semua ini adalah salah pria tidak tahu diri itu—aku tidak akan memaafkan dirinya!" jawab Binar dengan penuh amarah.
Binar mengatakan pada Belva agar tidak memaafkan Doni, dia harus dihukum atas semua perbuatannya. Apa pun yang terjadi dia akan membuta Doni mendekam di dalam jeruji besi.
Bianca membenarkan apa yang dikatakan oleh Binar dan mendukung 100% tidak bahkan 1000% untuk memberi hukuman pada Doni. Belva pun menginginkan hal yang sama dengan Binar. Dia tidak akan pernah memaafkan Doni yang telah mencemarkan dirinya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Belva, sang ibu tersenyum meski dalam hatinya sangat sedih. Namun, melihat perubahan putrinya ini membuatnya akan selalu mendukung apa yang akan dilakukan oleh putrinya itu.
"Bu, apakah akan mendukung dengan apa yang sudah aku putuskan?" tanya Belva pada sang ibu yang baru saja masuk kedalam kamar.
Ibu mengangguk lalu mengatakan dia akan selalu mendukung putrinya hingga akhir. Dan tidak akan sedikit pun meninggalkan dirinya dan menyerah dengan setiap peristiwa yang menerpa hidupnya.
Ayah meminta waktunya ibu Belva guna membicarakan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Para orangtua berjalan keluar dari kamar. Mereka mulai membicarakan langkah-langkah yang harus dilakukan.
Ayah sudah menyuruh pengacaranya untuk menuntut Doni dan sekarang sudah berjalan. Ibunya Belva pun sudah menunjuk kuasa hukumnya untuk menuntut Doni pula.
Arganta yang baru saja tiba dengan membawa makanan untuk Binar, melihat kalau kedua orangtuanya sedang bicara serius dengan ibunya Belva. Dia pun tidak mengganggunya dan langsung masuk ke kamar.
"Triple B sudah kembali pulih? Apa yang akan kalian lakukan sekarang?!" tanya Arganta saat dia masuk dan melihat ketiga gadis yang baru saja mengalami hal yang merugikan dan membuat hancur mereka.
"Aku ingin menghajar Doni!" ucap serempak Binar, Belva dan Bianca.
Arganta senang jika melihat mereka bertiga tidak hanya menangis meratapi nasib. Mereka begitu kuat meski apa yang telah menerpa mereka sangatlah buruk.
Dalam benak Arganta meski mereka lebih tua satu tahun darinya. Dia tetap harus melindungi mereka bertiga dan dia sangat menyesali tidak bisa melindungi ketiga gadis yang ada di hadapannya.
Dia tahu jika mereka bertiga bisa melindungi dirinya, jika saja Binar dan Belva tidak di bius mungkin yang akan habis adalah Doni. Hatinya semakin geram jika mengingat tentang Doni.
"Makanlah, aku sudah memberikan makanan untuk kalian bertiga!" Arganta berkata sembari menyodorkan makanan pada Binar, Bianca dan Belva.
Mereka pun memakan makanan yang dibawa oleh Arganta. Bunda dan ayah yang baru masuk terlihat bahagia melihat ketiga gadis yang selalu bersama itu bahagia meski masih terlihat sembab di mata mereka.
Begitu pula ibunya Belva, dia merasa beruntung putrinya mendapatkan sahabat seperti Binar dan Bianca. Mungkin jika tidak ada mereka, mungkin Belva tidak akan sekuat ini.
Setelah selesai makan dan membicarakan apa yang akan dilakukan ke depannya. Bianca memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan begitu juga dengan Binar serta keluarganya.
Binar tiba di rumah sore hari, dia merasakan tubuhnya lengket. Dia memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu baru dia akan beristirahat. Setiap kali melihat tubuhnya dan jejak yang sudah ditinggalkan oleh Adnan membuat dia merasa kesal.
Amarahnya semakin memuncak, dia merasa jijik melihat tubuhnya itu. Dia membasuhnya dengan begitu banyak sabun tetapi masih saja terasa begitu kotor. Air matanya mulai mendobrak keluar. Dia menahan agar aura tangisnya tidak menyeruak keluar. Sehingga membuat semuanya khawatir.
Dia berusaha kuat di luar tetapi dalam hatinya dia adalah gadis yang sangat kesakitan dengan apa yang baru menimpanya. Menahan suara tangisannya hingga dia memukul-mukul dadanya agar tidak mengeluarkan suara.
Binar sungguh membenci Adnan, dia tidak rela jika harus menyerahkan seluruh kehormatannya pada pria yang lebih tua darinya. Mungkin dia cocok sebagai seorang om baginya.
Selesai dengan kesedihan dia pun keluar dari kamar mandi, dia terkejut saat melihat sang bunda yang sedang duduk di atas tempat tidur. 'Apakah bunda telah mendengar apa yang terjadi di dalam kamar mandi?' batinnya.
"Kau sudah selesai, Sayang?" Bunda bertanya dengan lembutnya sembari menyuruhnya duduk.
Seperti biasanya apa yang dilakukan oleh bunda pada Binar, jika melihat rambut putrinya basah selalu di keringkan olehnya. Binar tahu apa yang sudah menjadi kebiasaan sang bunda, dia duduk dan siap untuk mendapatkan perlakuan dari sang bunda.
"Apa ini, Sayang?!" Bunda bertanya dengan nada terkejut saat melihat jejak merah di leher Binar.
Bunda tahu betul apa itu dan dengan cepat menarik Binar lalu membuka jubah handuk yang dia kenakan. Begitu banyak tanda yang menempel di tubuh putrinya, tidak terasa air matanya menetes.
"Apa Doni yang melakukannya?" tanya bunda pada Binar.
Binar menggelengkan kepalanya, dengan arti bukan Doni yang melakukannya. Bunda bertanya lagi apakah Adnan yang melakukannya. Binar menutup kembali tubuhnya dengan jubah handuk.
Dia mengatakan jika semua itu adalah jejak yang ditinggalkan oleh Adnan. Dengan rasa kesal yang masih ada di dalam hatinya. Namun, dia juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Adnan karena saat itu dialah yang terpengaruh obat bius.
Bunda langsung berdiri lalu menarik tangan Binar, dalam benaknya dia tidak rela jika putrinya diperlakukan seperti ini. Yang bunda inginkan kali ini adalah menuntut atau menyuruh Adnan untuk bertanggung jawab atas yang sudah dilakukannya.
"Ayah—coba lihat apa yang dilakukan oleh pria yang telah menyelamatkan Binar!" teriak bunda yang membuat ayah terkejut begitu juga dengan Arganta.
Ayah bertanya apa yang sudah dilakukan oleh pria itu, bunda memperlihatkan pengertian binar yang sudah terlihat jejak yang di tinggalkan oleh Adnan. Bunda juga mengatakan jika bukan hanya di leher saja tetapi di seluruh tubuhnya.
Betapa terkejutnya ayah, amarah ayah semakin memuncak lalu menyuruh Arganta untuk menghubungi Adnan dan menyuruhnya untuk ke rumah menemui ayah. Jika tidak akan dilaporkan pada kepolisian serta akan dituntut atas pencerahannya terhadap putrinya.
"Tidak perlu menyuruhku kemari! Aku sudah ada di sini!" ucap Adnan dengan nada dinginnya.