Maya dengan perasaan kesal mengangkat kedua bahu Edgar kemudian menahan punggung bagian atas dengan salah satu tangannya.
Maya menghentikan gerakannya saat merasakan telapak tangannya basah dan sedikit lengket.
Dengan kening berkerut dan perasaan tidak enak Maya melihat tangannya.
"Sepertinya darah??? ini darah apa bukan? apa Edgar terluka?!" tanya Maya dalam hati mulai merasa panik.
Dengan cepat Maya mengangkat punggung Edgar untuk melihat keadaan punggung Edgar.
"Ya Tuhan!! Edgar benar-benar terluka!! bagaimana ini bisa terjadi?!! bukankah dia baik-baik saja? dia sama sekali tidak mengaduh atau kesakitan?" ucap Maya benar-benar panik saat melihat punggung atas Edgar sebelah kanan terdapat luka tembakan.
"Aku harus bagaimana sekarang? apalagi Edgar pingsan." ucap Maya dalam hati melihat ke sekelilingnya yang sepi tidak ada orang.
"Edgar... Bodoh... bangunlah...Ya Tuhan!! Edgar benar-benar bodoh, kalau dia sudah tahu terluka harusnya ke Dokter bukan ke sini." ucap Maya sambil mengusap keningnya kembali melihat ke sekelilingnya.
"Sekarang bagaimana aku harus menolongnya? apa aku harus mengambil peluru itu dengan pisau? lalu pisaunya di mana?" tanya Maya dalam hati mengingat film-film action yang di lihatnya.
"Apa aku harus meninggalkannya di sini untuk meminta bantuan? bagaimana kalau dia di gigit semut atau ular? atau harimau??" tanya Maya sambil memegang tengkuk lehernya mondar-mandir memikirkan cara untuk menyelamatkan Edgar.
"Ayooo....Maya...kamu harus berpikir cepat!! Edgar bisa mati kalau kamu terlalu lama berpikir!!" teriak Maya dalam hati meremas rambutnya merasa kepalanya mau pecah tidak tahu apa yang dia harus lakukan.
"Motor butut itu!!! yaa.!! motor itu!!" ucap Maya bergegas ke tempat motor yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya.
Dengan kekuatan penuh Maya menarik kuat motor yang tergeletak agar berdiri kembali.
"Semoga saja motor ini masih bisa di pakai." ucap Maya sambil melihat kondisi motor dan kunci yang masih menancap di kontak motor.
"Motor butut, kali ini kamu harus menolongku! kamu tidak ingin Tuan kamu mati kan?" ucap Maya memutar kunci kontak dan berusaha menyalakan motor Edgar.
Berkali-kali Maya menyalakan motor itu tetap tidak bisa.
"Ya Tuhan!! ada apa lagi ini kenapa kenapa motor butut ini tidak bisa nyala?!" ucap Maya dengan keringat mulai bercucuran.
"Motor baik, cepatlah nyala. Kamu harus menolong kita lagi, aku berjanji padamu aku akan memandikan kamu selama tujuh hari berturut-turut kalau kamu nyala." ucap Maya sambil mengusap motor Edgar.
Sambil memejamkan matanya dan berdoa Maya memutar kunci kontak lagi dan menekan tombol on dengan pelan.
Maya tertawa keras saat mendengar suara motor menyala.
"Akhirnya, thanks God! motor yang baik hati!!" ucap Maya dengan segera menaiki motornya dan menghampiri Edgar.
Tanpa mematikan motor, Maya turun dari motor. Dengan mengeluarkan tenaga ekstra Maya mengangkat tubuh Edgar dan mendudukkannya di atas motor.
"Bagaimana ini? kalau aku tidak mengikatnya dia pasti terjatuh?" ucap Maya berpikir keras mencari tali untuk mengikat Edgar.
Tanpa berpikir panjang Maya melepas kemeja luar yang di pakainya dan menyobeknya memanjang menjadi tiga bagian dan mengikatnya satu sama lain hingga menjadi tali panjang.
Hanya dengan memakai tank top hitam, Maya naik ke motornya dan mengikat pinggang Edgar di pinggangnya dengan sangat erat.
Sambil menahan nafas Maya memejamkan matanya sebentar kemudian perlahan menjalankan motornya melewati jalan yang tidak rata dan keluar dari hutan kembali ke Desa.
"Sialan!!! aku lupa jalan pulang!! kemana aku harus membawa Edgar?!" ucap Maya dengan pikiran bingung.
Tanpa arah tujuan, Maya menjalankan motornya ke arah jalan yang terlihat cukup ramai. Tanpa Maya sadari dia memasuki daerah yang Maya tidak tahu di mana.
Tanpa sengaja Maya melihat plakat nama seorang Dokter di pinggir jalan tepatnya di sebuah rumah yang tampak sepi.
"Apa ini rumah Dokter? kenapa sepi sekali? apa karena hari ini libur?" tanya Maya dalam hati dengan nekat masuk ke dalam halaman yang sangat luas dan berhenti tepat di depan rumah yang bernuansa kuno tapi asri.
"Dokter Indira?" ucap Maya membaca nama di plakat yang terpasang di dinding teras.
Dengan hati-hati Maya turun dari motor dan meletakkan jarinya di lubang hidung Edgar.
Maya bernapas lega, Edgar masih bernapas.
Sekuat tenaga Maya kembali menurunkan tubuh Edgar dari motor.
"Ada yang bisa aku bantu Neng?" tiba-tiba ada suara di belakangnya membuat Maya sedikit terkejut.
"Paman??!! anda membuatku terkejut." ucap Maya dengan wajah meringis menahan tubuh Edgar agar tidak terjatuh.
"Kenapa dengan suamimu Neng?" tanya pria yang bernama Rahmat dengan tubuhnya yang tegap sedang membawa sapu.
"Paman, dia bukan suamiku tapi teman. Saat ini temanku sedang terluka. Dia di tembak seseorang aku tidak mengenalnya, apa Dokter Indira ada?" tanya Maya dengan tubuh sedikit miring tidak kuat lagi menahan tubuh Edgar yang tinggi tegap.
"Indira ada di dalam. Ayo...aku bantu membawanya ke dalam." ucap Rahmat segera membantu memapah tubuh Edgar.
"Masuk ke kamar saja Neng." Ucap Rahmat lagi membawa Edgar ke kamar pasien.
Dengan di bantu Maya, pria itu membaringkan Edgar di tempat tidur.
"Tunggu di sini, aku akan memanggil Indira." Ucap Rahmat keluar kamar untuk memanggil Indira.
Sambil menunggu Dokter Indira datang, Maya membersihkan wajah Edgar dengan tangannya.
Baru kali ini Maya bisa mengamati wajah Edgar.
"Ternyata kamu tampan juga, tapi sayang sekali di mataku kamu pria bodoh yang tidak bisa mengerti seorang wanita." Ucap Maya menatap wajah Edgar kemudian tersenyum.
"Di mana pria itu Ayah?" tiba-tiba Maya di kejutkan oleh suara seorang wanita yang masuk ke dalam kamar sambil mengarahkan pistol ke arahnya.
"Itu dia Indira." ucap Rahmat sambil menunjuk Edgar.
"Ada apa ini??!! kenapa anda membawa senjata?!" tanya Maya sedikit mundur menutupi Edgar dengan badannya.
"Angkat tanganmu! siapa kalian?!! kenapa dia tertembak? apa dia seorang penjahat?" tanya Indira sambil mendekat tetap mengarahkan senjatanya ke arah Maya.
"Aku sudah menceritakan semuanya pada Paman itu? aku membutuhkan Dokter Indira untuk menolong temanku. Dia bisa mati kalau tidak segera di tolong. Apa anda Dokter Indira." Ucap Maya seraya menelan salivanya merasa takut juga dengan pistol yang mengarah ke arahnya.
"Cepat kamu mundur!! Ayah! pegang wanita itu!!" ucap Indira pada Ayahnya tanpa menjawab pertanyaan Maya.
"Indira, dengarkan Ayah. Ayah, sangat mengenal wajah orang jahat dan tidak. Mereka membutuhkan pertolongan kita." ucap Rahmat dengan sabar.
"Kita harus tetap waspada Ayah." Ucap Indira semakin mendekati Edgar.
Saat dekat dengan Edgar dan melihat wajahnya, wajah Indira menjadi pucat segera melempar pistolnya.
"Allan!! Allan!!? apa ini benar-benar kamu?!! apa yang terjadi padamu?!!" ucap Indira merasa panik memeriksa keadaan Edgar dengan menekan urat nadi Edgar.
"Syukurlah Allan masih hidup!! di bagian mana Allan terluka?" tanya Indira melihat ke arah Maya sekilas kemudian meraba seluruh tubuh Edgar.
"Lukanya di punggung kanan bagian atas." Ucap Maya masih berdiri di tempatnya tidak mengerti dengan apa yang di katakan Indira barusan.
"Kenapa Dokter itu memanggil Edgar dengan nama Allan? siapa Allan? dan hubungan apa Dokter itu dengan Allan?" tanya Maya dengan kening berkerut.