Rayhan keluar dari toko perhiasan dengan tergesa-gesa, perhatiannya tak lepas dari bunyi suara ponselnya. Hampir sepuluh kali ponselnya berbunyi berulang-ulang.
Tidak peduli gerimis air hujan membasahi wajahnya Rayhan berlari-lari masuk ke dalam mobilnya.
Sambil tersenyum akhirnya Rayhan menerima panggilan Anindya kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi calon istrinya.
Hari ini adalah hari pertunangan Rayhan dan Anindya. Namun Rayhan baru bisa mengambil cincin milik Anindya yang baru di pesannya beberapa hari yang lalu, sedangkan untuk cincin miliknya masih memerlukan proses penghalusan yang bisa selesai tiga hari lagi. Model cincin yang Rayhan pilih sepenuhnya ide dari Anindya dengan sepuluh permata bintang sabit menunjukkan tanggal hari dan bulan saat mereka berpacaran.
"Hallo... Anin, ada apa sayang." ucap Rayhan setelah berada di dalam mobil sambil meletakkan kotak cincin milik Anindya di atas dashboard.
"Rayhan, sekarang sudah jam berapa? kenapa kamu belum datang juga? beberapa teman kita sudah datang Ray?" ucap Anindya dengan gemas.
"Tunggu aku sebentar lagi Anin, aku dalam perjalanan ke sana. Papa dan Mamaku sudah datang kan?" tanya Rayhan pada Anindya kekasih yang sangat di cintainya.
"Memang Papa dan Mama sudah datang, tapi kamu yang di butuhkan di sini Ray? sebenarnya kita jadi bertunangan tidak sih Ray?" ucap Anindya dengan bibir cemberut.
Rayhan tersenyum, mendengar suara Anindya yang sedang kesal.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi aku akan sampai. Tunggu sepuluh menit lagi, aku mencintaimu jangan cemberut lagi." ucap Rayhan masih dengan tersenyum.
"Hem... sepuluh menit lagi ya!" ucap Anindya dengan tersenyum manja. Hati Anindya sangat bahagia dengan sikap Rayhan yang selalu sabar menghadapi sikap manjanya.
"Ya sayang." ucap Rayhan dengan saat hati menutup panggilan Anindya.
Setelah meletakkan ponselnya di kursi sampingnya Rayhan menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh ke arah rumah Anindya.
Rayhan melihat air hujan masih membasahi bumi. Jalanan sangat licin, beberapa kali Rayhan melihat jam tangannya.
"Aku tidak boleh terlambat, aku sudah berjanji pada Anindya akan datang tepat waktu. Aku harus sampai di sana sebelum acara di mulai." ucap Rayhan menambah kecepatan mobilnya.
"Drrrt... Drrrt...Drrrt"
Ponsel Rayhan kembali berbunyi berulang-ulang.
"Ya Tuhan!! pasti Anindya sedang marah saat ini." ucap Rayhan menambah kecepatannya lagi agar bisa cepat sampai.
Bunyi suara ponselnya tak berhenti, terpaksa Rayhan mengulurkan tangannya untuk meraih ponselnya. Rayhan sangat yakin kalau dia tidak menerima panggilan Anindya, bunyi ponsel itu tidak akan berhenti.
Sambil melihat ke arah jalanan Rayhan berusaha meraih ponselnya. Setelah berhasil meraih ponselnya tiba-tiba Rayhan melihat sebuah mobil yang tiba-tiba datang dengan sangat cepat dari arah depan ke arah mobilnya.
"BRAKKKKK"
Kecelakaan antara dua mobil tidak bisa di hindari lagi. Mobil depan Rayhan masuk ke dalam mobil yang menabraknya. Tubuh Rayhan terjepit di antara mobilnya dan mobil orang yang menabraknya. Rayhan merasakan dunia seakan berhenti seketika saat jiwanya melayang meninggalkan jasadnya.
Beberapa saat setelah terjadinya kecelakaan itu, banyak orang yang mengerumuni kedua mobil yang telah hancur. Dan bisa di pastikan orang yang ada di dalam kedua mobil itu tidak akan selamat.
Beberapa polisi dan dua ambulans sudah berada di tempat kejadian. Polisi mengamankan tempat kejadian. Hujan semakin deras, salah satu polisi mendekati mobil Rayhan saat mendengar sayup-sayup suara bunyi ponsel dari mobil yang sebagian hancur dengan tubuh Rayhan yang sudah tidak bergerak.
Dengan cepat Polisi itu berusaha mengambil ponsel yang berbunyi dari pintu yang terbuka dan hancur.
Tanpa ragu-ragu Polisi menerima panggilan ponsel itu dan sedikit menjauh saat melihat beberapa para medis datang menangani korban yang ada di dalam mobil.
"Rayhan, kamu ada di mana? kenapa kamu belum datang juga! apa kamu tidak ingin kita bertunangan?" tanya Anindya dengan hati kesal karena hampir satu jam Rayhan masih belum datang juga.
"Hallo, maaf ini dengan siapa?" tanya Polisi itu dengan serius.
Beberapa saat Anindya terdiam setelah mendengar suara yang bukan suara Rayhan.
"Aku Anindya, calon tunangan Rayhan. Anda siapa?" tanya Anindya dengan tangan gemetar. Entah karena apa hatinya tiba-tiba berdebar sangat keras seolah-olah tidak bisa bernapas.
"Saya Desta, polisi lalu lintas. Mobil tunangan anda mengalami kecelakaan. Sebaiknya anda segera kemari di jalan raya Cempaka." ucap Desta dengan suara berat.
"DEG"
Jantung Anindya sesaat berhenti mendengar ucapan Desta. Ponsel Anindya terlepas dari tangannya seiring dengan tubuhnya terduduk lemas di sofa.
Airmata Anindya mengalir deras tanpa bisa di tahannya.
"Rayhan... apa yang terjadi padamu? apa yang terjadi padamu Rayhan! Rayhannnnn!!" teriak Anindya dengan keras hingga seluruh keluarga mendatanginya.
"Anin!! ada apa sayang? ada apa denganmu?" tanya Lisa Mamanya Rayhan.
"Rayhan... Rayhan Ma, Rayhan kecelakaan." jawab Anindya di sela-sela isak tangisnya.
"Ya Tuhan!! Rayhan kecelakaan?!" pekik Lisa dengan wajah sangat terkejut kemudian jatuh pingsan.
"Aku harus ke sana, aku harus melihat keadaan Rayhan." ucap Anindya bangun dari tempatnya tanpa memperdulikan semua keluarga memanggilnya.
"Anin!! aku akan mengantarmu!!" teriak Aditya kakak laki-laki Anindya.
Dengan di antar Aditya, Anindya pergi ke tempat kejadian di mana Rayhan kecelakaan.
Di tempat kejadian, dua mobil yang rusak berat sudah di pindahkan di pinggir jalan. Korban kecelakaan hanya dua orang saja, Rayhan dan seorang laki-laki yang sudah berusia dewasa bernama Gibran Aldebar seorang Dokter. Hal itu di ketahui Desta dari tanda pengenal Gibran.
Tubuh Rayhan dan Gibran yang berada di mobil sudah di keluarkan dari dalam mobil dan berada di dalam mobil Ambulans. Keadaan masing-masing dalam keadaan terluka parah. Rayhan di nyatakan meninggal di tempat dengan luka parah di kepalanya.
"Korban kecelakaan yang bernama Gibran masih hidup. Korban di bawa lebih dulu ke rumah sakit agar mendapatkan pertolongan secepatnya." ucap salah satu para medis yang memeriksa keadaan Rayhan dan Gibran pada Desta.
"Aku akan datang ke rumah Dokter Gibran untuk memberitahu keluarganya." ucap Desta tanpa memperdulikan hujan yang membasahi tubuhnya.
"Rayhan!! di mana Rayhan? Rayhann!!" panggil Anindya sambil berlari ke arah Desta.
"Di mana Rayhan Pak? di mana Rayhan?! aku Anindya. Tolong beritahu aku di mana Rayhan?" tanya Anindya sambil menangis sedih memegang tangan Desta.
Aditya menarik tangan Anindya dan memeluknya dengan erat. Aditya berusaha menenangkan hati Anindya.
"Maaf Nona Anindya, saudara Rayhan meninggal di tempat. Kalau anda berdua ingin melihatnya, anda bisa ke rumah sakit Citra Medika. Baru saja jenazah saudara Rayhan di bawa ke sana." ucap Desta menatap penuh wajah Anindya yang pucat pasi terguyur air hujan.
"Tidakkk! ini tidak mungkin!! Rayhan tidak mungkin mati, anda pasti bercanda kan Pak?" ucap Anindya dengan deraian airmata.
"Anin, kamu harus kuat. Apa yang di katakan Pak Polisi pastilah benar. Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang." ucap Aditya seraya memeluk Anindya yang menangis pilu.
"Tidak Adit!! ini tidaklah benar! Rayhan masih hidup Dit! Rayhan tidak mungkin mati." ucap Anindya menangis tersedu-sedu.