Anindya menguatkan hatinya berjalan menyusuri lorong rumah sakit bersama Aditya yang berjalan di sampingnya.
Suasana di liputi rasa kesedihan dan tangis dari semua keluarga dan teman-teman Rayhan yang sudah datang lebih dulu di tempat penyimpanan jenazah.
Jenazah Rayhan sudah di bersihkan tinggal membawa Jenazah Rayhan pulang ke rumah untuk segera di shalatkan sekaligus di makamkan.
"Anin kamu harus kuat, semua ini sudah takdir dan kamu harus ikhlas melepas kepergian Rayhan." ucap Aditya seraya memeluk bahu Anindya yang menangis dalam pelukannya.
"Bagaimana aku bisa ikhlas Kak? semua ini tidak adil bagiku dan Rayhan. Rayhan begitu baik dan masih muda. Bagaimana takdir begitu kejam pada Rayhan." ucap Anindya seraya mengusap air mata yang menetes di pipinya.
"Ya Anin, aku tahu. Tapi kamu harus tetap mengikhlaskan kepergian Rayhan. Jiwa Rayhan tidak akan tenang di alam sana kalau kamu mengiringnya dengan tangis." ucap Aditya sebagai sahabat Rayhan.
Karena Aditya Anindya bisa mengenal Rayhan seorang CEO muda di perusahaan yang cukup terkenal di kotanya.
"Kak Adit, lihat Papa dan Mama Rayhan. Bagiamana ini adil bagi mereka berdua? Rayhan anak tunggal dan pewaris satu-satunya yang mereka banggakan. Dan sekarang, bagaimana perasaan mereka berdua? mereka semua orang-orang baik yang selalu membantu sesama. Tapi mendapat ujian sebesar ini? apa ini adil buat mereka berdua?" tanya Anindya sambil melihat ke arah orang tua Rayhan yang menangis dengan saling berpelukan.
"Aku akan ke sana sebentar, untuk menghibur mereka berdua." ucap Anindya seraya mendekati orang tua Rayhan.
"Mama, Papa, jangan bersedih dan menangis. Rayhan pasti sangat sedih melihat Mama dan Papa menangis dan sedih seperti ini." ucap Anindya seraya mengusap bahu Lisa Mama Rayhan.
"Anin... kenapa ini bisa terjadi pada Rayhan sayang? baru beberapa saat yang lalu, Rayhan menghubungi Mama. Dia akan datang tepat waktu." ucap Lisa seraya mengusap air matanya.
"Ya Ma, aku juga sempai bicara dengan Rayhan. Dia baru mengambil cincin pertunangan tapi hanya satu yang di ambil yaitu cincin untukku. Cincin Rayhan masih belum selesai." ucap Anindya sangat sedih sekali.
"Rayhan begitu baik dan manis kan sayang? semua orang begitu menyayanginya. Tapi Tuhan lebih menyayangi Rayhan dan aku tidak bisa lagi bertemu dengan Rayhan. Rayhan, anakku... kenapa kamu tega meninggalkan Mama sayang." ucap Lisa menangis meratap.
Anindya segera memeluk Mama Rayhan dengan penuh kesedihan. Papa Rayhan menutup wajahnya dengan bersandar di dinding ruang Jenazah.
"Maaf Om, Tante, Jenazah Rayhan sudah siap untuk di berangkatkan. Kita harus kembali ke mobil sekarang untuk mengikuti mobil Jenazah Rayhan. Jenazah Rayhan sudah di depan di mobil Ambulans." ucap Aditya yang mengurus semua adminitrasi dan proses kepulangan jenazah Rayhan. Bahkan untuk Pemakaman Rayhan, Aditya juga mengurusnya.
"Terima kasih Adit, kamu adalah sahabat Rayhan satu-satunya. Dan kamu juga sudah kami anggap seperti anak sendiri." ucap Lisa seraya menggenggam tangan Aditya.
"Sama-sama Tante. Ibu dan Ayah baru saja aku antar ke depan dan sudah menunggu di mobil." ucap Aditya seraya memeluk bahu Mama Rayhan. Sedangkan Anindya membantu Papa Rayhan. Mereka berempat berjalan pelan keluar dari rumah sakit.
Dengan hati-hati, Anindya membantu Papa dan Mama Rayhan masuk ke dalam mobil.
"Kak Adit, Ibu dan Ayah sudah mau berangkat. Kita harus berangkat juga." ucap Anindya duduk di depan si samping Aditya.
Aditya menganggukkan kepalanya kemudian menjalankan mobilnya mengikuti mobil Ambulans di depan juga mobil orang tuanya.
Tiba di rumah besar Rayhan semua kerabat keluarga besar Rayhan sudah menunggu di depan rumah, juga para tetangga dan teman-teman kerja Rayhan.
Rumah Rayhan penuh dengan para pelayat yang ingin mengantar Jenazah Rayhan untuk yang terakhir kalinya.
Anindya dan Aditya membantu Orang tua Rayhan keluar dari mobil. Keluarga dekat Rayhan menyambut kedatangan orang tua Rayhan dengan tangis kesedihan. Suara tangisan terdengar begitu memilukan hingga airmata Anindya kembali mengalir membasahi pipinya.
"Anin, jangan menangis lagi. Kamu harus kuat untuk menghibur keluarga Rayhan terutama Tante Lisa. Aku sama Om Pram akan shalat jenazah dulu." ucap Aditya seraya mengusap airmata Anindya kemudian masuk ke dalam rumah untuk melakukan shalat jenazah.
Beberapa menit kemudian, Jenazah Rayhan di pindahkan ke dalam kereta jenazah untuk segera di makamkan.
Kesedihan Anindya sangat dalam. Tapi, Anindya tidak bisa menunjukkan kelemahannya di hadapan orang tua Rayhan. Karena hanya dirinya saat ini yang bisa menghibur dan menenangkan perasaan sedih mereka.
Kereta jenazah Rayhan terus berjalan di bawah langit yang mendung. Shalawat para pelayat mengiringi jenazah Rayhan ke pemakaman.
Suasana berkabung masih sangat terasa di hati semua orang yang mengenal Rayhan.
Proses pemakaman berjalan dengan khidmat penuh kesedihan. Suara doa-doa masih terdengar walau proses pemakaman sudah selesai.
"Anin, kita harus kembali pulang. Semua orang sudah pulang. Tidak akan baik kalau kamu masih di sini terus." ucap Aditya seraya mengusap punggung Anindya.
"Aku tidak bisa pergi meninggalkan Rayhan sendirian di sini Kak. Aku tidak bisa meninggalkannya Kak." ucap Anindya menumpahkan semua rasa sedihnya pada Aditya.
"Kamu harus bersabar dan kuat Anin. Jangan melepas kepergian Rayhan dengan tangisan. Doakan Rayhan agar lebih tenang di alam sana." ucap Aditya membelai puncak kepala Anindya.
Anindya terdiam, perlahan mengusap airmata yang masih tersisa di wajahnya.
Dengan penuh perasaan, Anindya mengusap lembut batu nisan yang bertuliskan nama Rayhan Airlangga.
"Ray, maafkan aku kalau aku masih menangis sampai saat ini. Harusnya aku melepasmu dengan doa. Aku akan selalu berdoa untukmu Ray, kamu tenang di sana ya." ucap Anindya seraya menatap sedih ke tanah basah yang penuh dengan bunga.
"Sudah Anin, ayo kita pulang. Besok kita bisa ke sini lagi. Sekarang kita harus pulang, Om dan Tante masih membutuhkanmu Anin. Aku akan ke kantor Polisi sekarang. Desta barusan mengirim pesan padaku ada beberapa barang milik Rayhan yang di temukan di sana." ucap Aditya dengan suara pelan.
"Barang milik Rayhan apa Dit?" tanya Anindya dengan tatapan matanya yang sembab.
"Aku belum tahu, aku harus kesana untuk mengambilnya. Ayo kita pulang." ucap Aditya membantu Anindya berdiri dan mengantarnya kembali ke rumah besar Rayhan.
Setelah mengantar Anindya pulang, Aditya segera pergi ke kantor polisi di mana Desta sudah menunggunya.
"Selamat sore Pak Desta." sapa Aditya setelah berada di kantor Desta.
"Selamat sore Aditya, aku ikut berduka atas meninggalnya Rayhan. Dan kalau bisa panggil jangan panggil aku Pak, panggil saja aku Desta. Oh ya, tunggu sebentar akan aku ambilkan barang-barang milik Rayhan." ucap Desta masuk ke ruang penyimpanan barang dan mengambil sekantong plastik yang berisi barang milik Rayhan kemudian di berikan pada Aditya.
"Kamu bisa membawa pulang barang milik Rayhan ini. Tapi untuk nanti siang sebaiknya Anindya dan orang tua Rayhan datang ke sini untuk mendengarkan berita acara tentang kejadian kecelakaan." ucap Desta dengan serius.
"Baik Desta, aku akan memberitahu Anindya agar bisa datang nanti siang. Terima kasih banyak, aku harus pulang sekarang." ucap Aditya seraya menyalami Desta kemudian beranjak keluar meninggalkan kantor Desta.