Edward melepaskan pakaian istrinya satu-persatu hingga dan dibiarkan berserakan begitu saja. Dan dia melepaskan kemejanya dan juga celananya. Hingga dirinya polos tanpa sehelai benang pun.
Florence menatap menjelajahi tiap lekuk tubuh suaminya. Dadanya yang bidang dan enam buah kotak samar di perut Edward membuatnya dirinya semakin mabuk kepayang dalam hasrat yang menggila. Tangannya terus turun hingga berhenti di bagian inti tubuh suaminya yang menegang dengan gagah perkasa.
"Ahhh … Flo," desah Edward dengan suara parau penuh gairah. Matanya terpejam menikmati sentuhan nikmat yang diberikan istrinya.
Florence tersenyum. Dia berlutut di lantai kemudian memasukkan milik suaminya ke dalam mulutnya. Bermain-main dengan menggunakan lidahnya.
"Ouhhh, Sayang! Flo … nikmat sekali," racaunya dengan mata terpejam sembari menggerakkan pinggulnya. Beberapa saat seperti itu dia lalu membaringkan Florence di meja kerjanya. Merentangkan kedua paha wanita kemudian mengecup inti tubuh sang istrinya dengan lembut.
"Hmmm," gumam Florence dengan mata terpejam menikmati perlakukan lembut suaminya. Bibir dan lidah Edward terus memberikan permainan nakal di bawah sana. Sesekali indra perasanya menyusup nakal.
"Ouh, Ed! Sayang! Hmmm." Florence meremas rambut suaminya dengan lembut. Keduanya tidak sanggup lagi untuk segera memulai penyatuan mereka.
Gerakan keduanya yang awalnya lembut berubah menjadi semakin liat dan cepat. Desahan nikmat mereka saling bersahutan, mengisi ruang kerja Edward.
"Faster, Honey … Faster!" mohon Florence yang akan segera mencapai puncaknya. Dia sendir bergerak semakin liar di bawah Edward
Edward pun mempercepat gerakannya, memperdalam hentakan inti tubuhnya di dalam milik istrinya.
"Aaaahhhh!" erang Florence nyaring penuh kepuasan sambil meremas bibir meja. Tubuhnya menegang beberapa saat kemudian terkulai lemas dengan napas yang menderu.
Edward menarik tubuh sang istri agar turun dari meja lalu menelungkupkan di atas meja. Menarik bokong Flo, dia pun kembali memasuki milik istrinya yang hangat, basah dan nikmat.
"Aaahhh, Flo. Honey … Feels so good. Aaaah!" racaunya di sela gerakannya yang semakin cepat.
Begitupun Florence terus mendesah nikmat sembari memaju-mundurkan bokongnya mengikuti pergerakan suaminya, "Ed, ouh…" Flo memainkan area paling sensitifnya, "Fastre, Ed!" rengeknya.
Edward pun semakin cepat, "Oooh!" desahnya penuh nikmat sembari meremas bokong istrinya. Begitupun Florence, dia bergerak juga bergerak semakin cepat, gerakan jemarinya memainkan area sensitifnya semakin cepat.
"Ooooh!" erang keduanya nyaring secara bersamaan. Napas mereka tersengal penuh kepuasan.
Keduanya pun melepaskan perlekatan tubuh mereka. Dengan langkah lemah Florence berjalan menuju di sofa dan berbaring di atasnya. Begitu pula Edward, dia juga berjalan menuju sofa, duduk di atasnya dan meletakkan kepala istrinya di atas pangkuannya. Dia mengecup kening Florence penuh cinta dan kasih sayang.
"Flo, hari ini ada beberapa arsitek kenalanku yang akan mengajukan rancangan rumah sakit anak milikmu. Kau yang pilih mana yang kau suka."
"Ah, aku senang sekali," ucapnya dengan bersemangat dengan mata berbinar, "kapan?" tanyanya tidak sabar.
Edward menatap jam di dinding, "Satu jam lagi," ucapnya dengan yakin.
"Baiklah." Flo mengangguk.
"Kau urus rumah sakitmu karena kau dokternya, dan aku akan mengurus perusahaan kita, karena kau businessman-nya," celoteh Edward dengan senyuman manis.
Florence tertawa gelak, "Terima kasih. Ed," ucapnya penuh kehangatan.
"Aku akan makan melakukan yang terbaik, untuk kita dan anak kita kelak, tapi kau harus berjanji, kau juga akan belajar mengurus perusahaan, sehingga jika terjadi sesuatu dengan diriku kau tau harus bagaimana," ucapnya dengan nada serius.
"Jangan bicara seperti itu, Ed. Tidak akan terjadi apa-apa." Flo cemberut.
"Flo, aku serius. Ini bukan tawaran yang bisa kau tolak. Kau juga harus belajar mengurus perusahaan nantinya."
"Iya. Aku berjanji," angguk Florence cepat.
"Good."Edward tersenyum senang.
Flo bangun dari pangkuan suaminya lalu membersihkan diri di kamar mandi lalu memakai kembali pakaianya. Begitu juga Edward, setelah istrinya selesai giliran dirinya yang bersih-bersih dan kembali mengenakan pakaiannya.
Sepasang suami istri itu pun larut dengan pembicaraan hangat hingga tanpa terasa satu jam berlalu dan tiga orang arsitek datang memasuki ruangan Edward dan mereka melakukan presentasi rancangan mereka kepada sepasang suami istri itu. Florence pun memutuskan rancangan mana yang dia sukai.