BIG NO!
Perjodohan?
Dengan si kutu kucing ini?
Oh, My God!
"Eh, nggak usah berfikir yang bukan-bukan dulu. Mana mau gue di jodohin sama cewek bar-bar kayak lo," ujar Chakra tiba-tiba memecah lamunan Lova.
"Lhah, kok dia bisa baca pikiran gue?" pikir Lova memicingkan matanya heran.
"Fikiran lo itu mudah di tebak," sahut Chakra lagi bahkan sebelum Lova bertanya. "Lo tungguin di sini, ntar pulang lo bareng gue," perintah Chakra yang entah kenapa langsung di iyakan oleh Lova.
Pikiran gadis itu masih melayang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas omongan Chakra tadi. Tanpa memikirkan ucapan Chakra barusan yang kalau dalam kondisi sadar sudah pasti akan di tolak Lova mentah-mentah. Jadi karena pikiranya sedang kalut gadis itu hanya mengangguk dan berjalan menuju pinggi lapangan tanpa membantah.
20 menit kemudian.
"Sial," geram seorang pemuda yang terpaku ditengah lapangan, skor permainan menunjukan angka 99-72.
"Gue harap… mulai hari ini, jangan pernah lo gangguin anak ROMA ataupun DEANDLES lagi. Kalau lo emang nggak mau lebih malu lagi, berhenti main-main kayak gini. Lo yang nantang tapi lo juga yang kalah, cabut lo semua!" ucap Naka tenang namun mengeluarkan aura dingin karena tatapannya yang tajam memandang sorot mata yang juga tajam milih musuh bebuyutannya.
"Heh, lo fikir gue akan nyerah gitu aja. Tunggu aja saat dimana lo nyembah-nyembah sama gue, inget itu!" ancam pemuda itu menunjuk Naka menantang. "Yuk cabut," ajaknya pada teman-temannya.
"Ngomong apa tuh anak?" tanya Chakra saat menghampiri sahabatnya yang masih berdiri ditengah lapangan.
"Nggak penting," jawab Naka cuek dan berbalik pergi berjalan menuju pinggir lapangan tempat Lova berada, eh lebih tepatnya tas sekolahnya berada.
"GILA… nih cowok dari planet mana, sih? Perasaan kadar kegantengan cowok tampan di bumi paling-paling mentok di bokap gue. Lhah ini… tampannya over sampai meluber. Selama 2 tahun gue sekolah di Roma, baru kali ini gue bisa puas mandangin wajah ganteng Naka," bisik Lova senyum-senyum memandangi wajah Naka yang semakin mendekat, apalagi saat cowok itu duduk disampingnya.
"Woy! Ngelamun lagi lo, gue mau pulang!" teriak Chakra membuyarkan fantasi Lova tentang Naka.
"Ya kalau mau pulang, pulang aja sono! Ngapain pakek ijin ke gue segala, emang gue pacar lo!" ucap lova ketus, kesal karena lamunannya tentang Naka terganggu.
"Dasar pikun! 'kan tadi udah sepakat kalau kita bakal pulang bareng. Lupa ingatan ya lo?" ucap Chakra gedeg.
"Hah? Kapan? Gue nggak merasa mengiyakan ajakan lo ya, jadi lo ngak usah ngarang. Gue masih bisa pulang sendiri dan lo nggak usah ngan-."
"Cerewet," potong Chakra dengan paksa menarik tangan Lova menuju mobilnya yang terparkir di samping lapangan poli. "Guys! Gue balik dulu!" teriak Chakra pada teman-temannya.
"Hati-hati," nasehat Haru.
"Lha, tuh anak mau kemana? Gue baru datang, dia malah cabut," ujar seorang pemuda bergabung dengan Haru dan Naka.
Matahari Brajadenta Putranta. Pemuda asal Surabaya yang singgah ke Jakarta sejak kecil. Pemilik pabrik makanan ringan yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan ada beberapa pihak dari luar negeri yang akan berinvestasi di perusahaan waralaba milik keluarganya Baja. Putra dari Aksa Putranta.
"Wih Sohib gue yang baru pulang kampung akhirnya balik lagi ke Jakarta," seru Haru menyambut kedatangan anggota Most wanted yang terakhir.
"Urusan Lo di Surabaya udah selesai, Ja?" tanya Naka.
"Udah. Bokap lagi ngurus sisanya. Gue udah absen seminggu, jadi gue di suruh balik duluan," ucap Baja menjelaskan.
"Oh, gitu." Haru dan juga Naka hanya manggut-manggut.
"Ngomong-ngomong, cewek yang sama Chakra tadi siapa? Pacarnya dia?" tanyanya kemudian teringat dengan punggung gadis yang di gandeng Chakra tadi.
"Dia Lova."
"Hah? Lova yang diceritain Chakra pas waktu gue absen nggak ikut ke klub!" seru Baja kaget.
"Iya. Ternyata dia anak sekolah kita," sahut Naka menjelaskan.
"Anak sekolah kita?" Baja mengerutkan keningnya bingung.
"Dia anak kelas X-B, dulu pas ospek kita berdua pernah satu grub sama dia," imbuh Haru.
"Kok gue nggak pernah tau kalau anak X-B ada murid yang namanya Lova," gumam Baja pelan.
"Anaknya emang biasa aja, bukan tipe cewek popular kayak Agnes atau Ghea gitu," ujar Haru lagi, menyebutkan beberapa cewek eksis di ROMA. Playboy cap kuda seperti Haru pasti sudah hafal dengan gadis-gadis yang ada di Roma, sekalipun mereka baru 2 bulanan sekolah di sini.
"Eh, berarti dia kenal dong sama gebetan gue?" tanya Baja baru ingat bahwa cewek gebetannya di kelas X-B.
"Dulu pas jaman ospek sih mereka barengan terus. Setahu gue juga mereka temenan akrab," celoteh Naka teringat masa ospek dulu.
Baja berfikir sejenak, di bayangannya ada dua gadis yang selalu bersama gebetannya. Tadi dia hanya melihat punggung Lova, jadi dia belum tahu wajah Lova seperti apa.
"Yang mana ya?" gumam Baja berfikir.
"Parah Lo! Katanya cinta mampus sama dia, tapi masa' sahabat dari gebetan lo aja nggak tau," oceh Haru mengejek.
"Fokus gue 'kan cuma sama gebetan gue doang, ngapain gue mikirin sahabatnya dia," celoteh Baja membela diri.
"Wah, pantes aja lo masih jomblo," oceh Haru dengan gamblangnya. Membuat Baja melotot kesal. "Kayaknya lo perlu berguru sama gue deh, Sob. Gue kasih satu tips buat Lo deh, berhubung Lo itu sahabat gue yang baru gabung di geng kita pas SMP," imbuhnya dengan nada songong.
"Iye, apaan?" sungut Baja tak sabaran.
"Gini." Haru menepuk pundak Baja pelan. "Sebelum lo ngedeketin buruan lo, lo harus mengamati keadaan sekitar dulu. Kalau lo mau ngedeketin gebetan lo, lo harus ngedeketin sahabatnya dulu. Supaya peluang lo dapetin dia lebih besar, yaa… lo taulah kalau cewek tuh sering nanya pendapat sahabatnya kalau mau ngambil keputusan. Lo ngerti maksud gue 'kan?" jelas Haru panjang lebar.
"Gitu ya? Oke, sekarang gue ngerti. Thanks banget, Sob," ucap Baja menepuk bahu Haru berterimakasih.
"Nah, udah selesai 'kan sesi curhatnya. Yuk cabut," ajak Naka kemudian.
Mereka bertiga bergegas meninggalkan lapangan basket.
*****
"Hah? Tetanggaan?" teriak Lova syok, setelah mendengar kronologi kedatangan keluarga Chakra dirumahnya saat ini.
"Lova, kamu berlebihan, ah. Dapet tetangga baru, seharusnya kamu senang. Kenapa ekspresi kamu kayak dunia mau kiamat gitu?" tegur Rana menatap Lova dengan tatapan heran.
"Ya jelas aja dunia Lova akan kiamat, orang tetangganya kayak gitu," gerutu Lova memandangi cowok berseragam basket yang duduk dengan santainya di meja makan keluarga Lova melahap semua makanan masakan mamanya.
"Tuh, dengerin kata nyokap lo. Seharusnya lo seneng karena bisa tetanggaan sama cowok cakep dan keren kayak gue. Jarang-jarang kan lo bisa deket sama cowok, dilihat dari sikap lo yang urakan dan cupu itu," balas Chakra yang langsung dapat pelototan dari Lova dan juga mamanya.
"Chakra, bicara yang sopan," tegur Gista, ibunya Chakra.
"Sudahlah, pokoknya mulai sekarang kalian harus bisa mendekatkan diri. Siapa tau bisa sahabatan seperti kami berempat?" ujar Pilar menengahi, tentu saja yang di maksud kami itu orang tua Chakra dan juga Lova.
"Nggak akan!" teriak Lova dalam hati bersumpah.
Dia tidak bisa membayangkan betapa suramnya kehidupannya kelak jika harus bertetangga dengan makhluk semenyebalkan Chakra. Sedangkan disisi lain, tercetak senyum evil dari Chakra karena hidupnya akan semakin menyenangkan dengan hobby barunya mengerjai tetangga barunya itu.
Setelah acara makan malam di rumah Lova yang lain dari biasanya, Lova terlihat menahan emosinya seraya menatap makhluk menyebalkan yang sekarang dengan seenak jidatnya mengacak acak kamar Lova. Gadis itu hanya bisa berkecak pinggang di ambang pintu kamarnya menahan amarah dan rasa jengkel terhadap mamanya yang memperbolehkan cowok ini memasuki daerah territoritynya.
Sedangkan Chakra tanpa merasa aura mencekam di kamar itu terus saja mengeksplorasi kamar Lova yang bercat dinding hitam dengan berbagai bingkai foto hanya pada satu sisi dinding dengan sisanya warna biru sapphire. Berkeliling dan melakukan apa saja yang terkadang membuat Lova berteriak histeris dengan tingkahnya. Misalnya saat cowok itu mengambil buku diary Lova, buru-buru gadis itu segera merebut buku itu dari tangan Chakra dan menyembunyikannya ke dalam laci meja belajarnya.
"Jadi lo tetangga gue?" tanya Lova dengan sinis.
"Seperti yang tadi lo denger, gue baru pindah kemarin tepat di samping rumah lo jadi otomatis gue tetangga baru lo," jawab Chakra dengan santainya.
"Bagus, hidup gue makin ribet aja kalau gitu. Lo kenapa pindah rumah di samping rumah gue, sih? Niat banget ngerecokin hidup gue," omel Lova.
"Bonyok gue yang mutusin buat pindah. Kalau lo mau tahu alasannya, lo tanya aja sama bonyok gue."
Lova mendengkus kesal.
"Dan lo bener banget… lo bakalan sial karena gue dengan sangat disengaja, akan terus gangguin hidup lo nanti. Jadi lo persiapin diri ya."
"Gangguin hidup gue? Maksud lo dengan ngerecokin hidup gue, bikin gue kesel, bikin gue darah tinggi atau bahkan lo berencana ngebuat gue jadi gila. Gitu?" oceh Lova ngeri.
"Hahahha, nggak sampai gila juga. Palingan cuma bikin hidup lo sedikit berwarna, biar nggak mainstream. Makannya, gue mau minta ijin dari sekarang, supaya lo nanti nggak kaget."
"Ijin? Ijin apaan? Ijin ngerecokin gue? Lo gila ya? Orang waras mana yang ngasih ijin ke orang yang akan ngerecokin hidupnya, bahkan dalam mimpi?"
"Terserah, gue tetep akan kudu terus gangguin lo. Dengan atau tanpa ijin dari lo."
"Kalau gitu ngapain lo minta ijin segala. Dasar sarap."
"Apapun yang gue lakuin ke lo nanti, kalau bisa gue tahan akan gue tahan sebisa mungkin. Tapi kalau emang nggak bisa, lo siap-siap aja ya. Kalau lo mau marah atau ngomel-ngomel juga boleh, soalnya gue suka lihat lo marah-marah. Kan itu tujuan gue."
"Hah? Maksud lo?" tanya Lova nggak ngerti, tapi bukannya menjawab Naka malah tiduran di sofa merah Lova.
"Eh, lo suka sama bintang ya? Kamar lo banyak gitu bintangnya," tanya cowok itu mengamati bintang-bintang dikamar Lova.
"Bukan urusan lo! Terserah deh, sama omongan konyol lo barusan. Gue nggak perduli, mending lo bangun dari sofa gue, dan enyah lo dari rumah gue SEKARANG! Sebelum kesabaran gue habis," geram Lova menghampiri cowok itu.
"Gue ngantuk, tiduran bentar ya," celoteh cowok itu seraya menutup matanya dengan sebelah tangannya.
"Chakra! Bangun sekarang juga!" teriak Lova menarik tangan cowok itu agar terbangun.
"Astaga, Lov… perasaan nyokap lo tadi nggak masak toak deh, kok lo kayak makan toak gitu sih. Menggelegar banget suara lo, sampai bikin telinga gue hampir pecah," keluh Chakra langsung bangkit sambil mengusap-usap kedua telingannya.
"Bodo amat, sekarang cepat lo cabut."
*****
Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..
Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.
1. Not a CLassic Wedding
2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]
3. Black Tears
4. Selingkuhan
5. Merakit Perasaan
6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!
Dukung terus anak anak saya yaa....
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk
PYE! PYE!
Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....