Chereads / PARTNER IN CRIME : FRIENDZONE / Chapter 9 - 8. Pertimbangan [Jawaban Tulus]

Chapter 9 - 8. Pertimbangan [Jawaban Tulus]

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.

Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

***********

Kediaman Brawijaya, Jakarta.

Lova mematut penampilannya hari ini di depan cermin. Jarum jam baru menunjukan pukul 06.05 Wib saat Lova sudah selesai merapikan penampilannya dan siap berangkat sekolah. Tidak seperti kemarin saat ia telat berangkat ke sekolah karena bergadang nonton drama korea favoritenya. Hari ini ia bangun lebih pagi sehingga sudah siap padahal waktu masih pukul 6 pagi. 

Kemarin Lova nonton drama maraton sampai jam 3 subuh, alhasil ia melupakan beberapa tugas dari guru bahasa indonesianya. Namun hari ini, semua PR sudah ia selesaikan setelah hampir 3 jam berjibaku dengan rumus kimia dan fisika.

Perempuan dengan rambut terurai itu merapikan sedikit rambutnya, menyemprot parfum beraroma manis, lali meraih ransel merah yang tergeletak di atas kasur. Ia sempat mengecek buku bukunya supaya tidak ada yang ketinggalan. Setelah memastikan semua bukunya lengkap, ia keluar dari kamar dan mengunci pintu. Lova melirik jam di tangannya dan memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah.

Tiba di ruang makan, Lova dibuat shock saat melihat seseorang duduk manis di salah satu kursi meja makan dengan tampang cengengesan menyambutnya. Dahinya berkerut saat melihat orang itu sarapan di rumahnya dengan santai. Bahkan mengobrol akrab dengan ibunya. Padahal baru kemarin perempuan itu mengomeli laki laki itu.

"Nah, itu Lova udah siap. Sebelum berangkat sekolah, kalian sarapan dulu ya. Tante tinggal ke dapur dulu," ujar Rana meninggalkan Chakra begitu dilihatnya anak perempuannya bergabung di meja makan. Dia tidak menyadari jika tampang Lova pagi ini terlihat kesal setelah melihat kehadiran Chakra.

"Iya, Ma," ujar Chakra tersenyum manis.

Lova menghentak hentakkan kakinya menghampiri CHakra di meja makan. "Eh, kucing! Sejak kapan nyokap gue ngelahirin anak kayak lo? Sok akrab banget lo manggil nyokap gue dengan sebutan 'Mama'," cibirnya lalu duduk di hadapan Chakra.

Chakra hanya tersenyum lebar menyambut tampang jutek serta nada ketus milik Lova. Membuat perempuan itu semakin kesal. Numpang makan seenaknya, mengobrol sok akrab dengan ibunya Lova dan sekarang memanggil ibunya Lova dengan sebutan 'Mama'. Chakra benar benar ngelunjak.

"Ck, pagi pagi tampang Lo jutek banget sih," cibir Chakra tersenyum kecut. Ngomel terus kerjaannya, sarapan gih, biar mulut Lo ada kerjaan selain ngomelin gue," imbuhnya kemudian tertawa kecil.

Lova melirik Chakra sinis. "Ya gara gara Lo, mood gue langsung anjlok! Lagian pagi-pagi begini kenapa Lo udah nangkring di rumah gue? Bukannya berangkat sekolah, malah ngrecokin pagi gue," omel perempuan itu seraya mengambil sepotong roti lalu mengolesinya dengan selai kacang kesukaannya.

"Eh, gue sekalian dong! Gue mau yang rasa coklat," pinta Chakra dengan seenaknya. laki laki itu bahkan tidak perduli dengan omelan atau pun tampang jutek Lova saat ini. Yang ada di fikirannya hanya mengisi perut dan membuat Lova semakin jengkel.

"Apaan nyuruh-nyuruh! Enggak!" omel Lova sewot. "Udah gue bilang kalau lo nggak boleh makan di rumah gue, pokoknya bertamu di rumah gue itu dilarang. Pagi-pagi malah bikin mood gue jelek. Sarapan sono di rumah Lo sendiri!" imbuhnya kembali mengomel. Perempuan itu meraih susu coklat yang disiapkan oleh ibunya lalu meneguknya perlahan. Tidak ada ampun untuk Chakra hari ini.

"Kan gue kesini mau berangkat sekolah bareng lo, Bi," sahut Chakra kalem. Tersenyum semanis mungkin, berharap senyumannya itu mampu meluluhkan hati Lova yang sedingin es di kutub utara.

"Apaan Lo manggil gue 'Bi'? Nggak ada! Jijik gue dengernya," celoteh Lova dengan nada sinis.

"Dih, PEDE banget! Orang maksud gue 'Babi'," celoteh Chakra tertawa mengejek.

Lova hanya melirik Chakra sinis dan kembali fokus pada sarapannya. Kembali ia meneguk susu buatan ibunya. Bertengkar dengan Chakra membuat tenaganya terkuras habis. Keduanya sama sama diam, fokus pada sarapan masing masing. Sesekali Lova mencuri pandang ke arah laki laki yang duduk di hadapannya.

"Sekolah Lo di Deandles, 'kan?" tanya Lova melirik seragam sekolah yang dipakai Chakra.

"Hehm." Chakra mengangguk mengiyakan. Mulutnya penuh dengan makanan.

"Oh, bagus deh," gumam Lova pelan. Tersenyum menyeringai setelah memastikan fakta tersebut.

"Bagus kenapa?" tanya Chakra yang mendengar gumaman Lova barusan.

"Ya itu berarti, Lo ke sini cuma buat numpang sarapan doang, 'kan? Nggak ada niat busuk lainnya. Iya 'kan?" tanya Lova menatap Chakra sinis.

Chakra tersenyum lebar mendengar pertanyaan Lova barusan.

"Apa? Kenapa Lo senyum-senyum?" tanya Lova curiga. "Wah, jangan bilang Lo emang punya niat busuk sama gue!" serunya panik.

"Nggak cuma numpang sarapan doang, tapi gue mau nganterin Lo berangkat ke sekolah juga. 'Kan tadi gue udah bilang mau berangkat sekolah bareng," ujar Chakra menjelaskan tujuannya yang sebenarnya.

"Jadi Lo nggak bercanda?" Lova terkejut dengan pernyataan Chakra barusan. Ia fikir saat Chakra mengatakan akan berangkat bersama, itu hanya bualannya saja supaya Lova naik darah. Namun ternyata laki laki itu memang sengaja membuat darahnya mendidih pagi ini.

"Iya." Chakra mengangguk antusias. "Gue udah ijin sama nyokap lo, buat berangkat sekolah bareng kok dan nyokap lo ngasih gue ijin," imbuhnya kemudian dengan santainya. Tersenyum puas saat melihat wajah Lova yang semakin terkejut.

"Apa lo bilang? Nyokap gue udah kasih ijin ke Lo? Lo bercanda ya!" seru Lova nggak percaya.

"Siapa yang bercanda? Lo tanya aja sama nyokap lo." Chakra mengangkat bahunya tak acuh.

"Ma…. "

Belum sempat Lova bertanya, ibunya lebih dulu menyuruhnya untuk cepat menyelesaikan acara sarapannya supaya mereka tidak terlambat dan itu artinya pertanyaan dari Lova sudah terjawab bahkan sebelum perempuan itu bertanya. Dengan hati yang dongkol Lova lalu pamit pada ibunya dan langsung masuk ke dalam mobil Chakra tanpa menunggu laki laki itu yang sedang berpamitan dengan ibunya.

"Ck, berangkat sekolah gimana sih, kita 'kan beda sekolah." Lova masih terus mengomel.

Chakra yang mendengar omelan Lova barusan hanya tersenyum geli. laki laki itu menstarter mobilnya dan mulai mengemudikan roda empat tersebut meninggalkan halaman depan rumah Lova.

Hawa pagi yang sejuk membuat Lova terger untuk membuka jendela mobil di sampingnya. Perempuan itu menghirup udara pagi yang belum tercemar oleh kendaraan bermotor. Memasok oksigen sehat supaya memenuhi paru parunya. Lova menutup jendela setelah mobil yang mereka tumpangi memasuki jalanan besar.

"Kok lo diem aja, sih? Tumben," tanya Chakra heran karena di 4 menit pertama perempuan yang duduk disampingnya ini hanya diam sambil memandang ke arah luar jendela.

"Gue lagi mikir aja. Ada niatan apa lo sampai keukeh pengen deket sama gue," ujar Lova serius.

"Astaga! Masih aja lo berfikiran negatif tentang gue. Lov, sumpah! Gue beneran tulus pengen sahabatan sama lo. Ok, kalau lo nanya kenapa gue mau sahabatan sama lo? Gue nggak bisa jawab karena memang gue nggak tau apa jawabannya. Tapi gue bisa jamin kalau gue serius pengen sahabatan sama lo," ujar Chakra tulus memandang wajah serius Lova lantaran mobil mereka sedang berhenti di lampu merah.

Detik itu Lova terdiam meresapi setiap kalimat yang di lontarkan Chakra, mengamati wajah laki laki itu yang menyiratkan kesungguhan. Dan akhirnya perempuan itu hanya mengalihkan tatapannya ke arah jendela tanpa menanggapi ucapan Chakra barusan sampai mereka tiba di sekolah Lova bahkan saat perempuan itu sudah ada di dalam kelas.

Lova menilai jika ucapan Chakra dalam perjalanan ke sekolah tadi sedikit menyentuh hatinya. Kalimatnya terdengar tulus dan apa adanya. Saat perempuan itu menatap sorot mata Chakra, ia juga menemukan ketulusan. Tidak ada sedikitpun kebohongan atau apapun itu. Manusia adalah makhluk yang perasa. Saat ini Lova tidak merasakan hal buruk tentang CHakra, kecuali tingkahnya yang membuatnya terkadang naik darah.

"Kenapa jantung gue tiba tiba berdebar nggak karuan kayak ini?" gumam Lova lirih. "Apa gue udah bisa menerima Chakra? Apa emang seharusnya gue bersikap lunak sama cowok itu?" Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di benak Lova saat ini.

"Argh! Entahlah! Bingung gue." Lova frustasi memikirkannya. Perempuan itu nelungkupkan wajahnya ke meja.

*****

Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..

Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.

1. Not a CLassic Wedding

2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]

3. Black Tears

4. Selingkuhan

5. Merakit Perasaan

6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!

Dukung terus anak anak saya yaa....

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk

PYE! PYE!

Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....